Tujuh

23.3K 5.4K 211
                                    

Hepi reading, Gaesss... Pendek aja karena mau fast update, ya. Bagi bintang dan komen, please. Lope-lope yu ol...

**

Suara Kak Elwan terdengar seiring ketukan pintu. Aku berseru menyuruhnya masuk. Mataku masih terasa berat. Pikiran yang berseliweran di dalam kepala membuatku terjaga sampai subuh.

"Bangun, Nay!" Kak Elwan menarik selimutku. "Lo malas banget sih jadi cewek. Jam segini masih tidur saja."

"Masih ngantuk, Kak. Hari ini gue bebas jaga kok." Aku bertahan dan terus menutup mata.

"Kita lari pagi, Nay. Keliling kompleks saja." Kak Elwan menarik tanganku. "Gue gendong ke kamar mandi nih kalo nggak mau bangun."

Aku terpaksa bangkit, walaupun sambil menekuk wajah. "Gue bukan anak kecil, Kak!"

Kak Elwan tertawa. Dia mendorong punggungku ke kamar mandi. "Cuci muka dan gosok gigi saja. Habis jogging, kita makan bubur ayam di ujung kompleks. Pulangnya baru nyebur di kolam."

Sudah lama aku tidak jogging bersama Kak Elwan. Dulu, jogging adalah rutinitas mingguan kami, sebelum aku tamat SMU dan meninggalkan rumah.

Kami tidak jogging terlalu lama. Aku menyerah. Aku tidak pernah olahraga lagi sejak kuliah. Kak Elwan menggeleng-gelengkan kepala mencemooh. "Tampang model tapi stamina nenek-nenek, Nay. Lo di Papua bukannya mendaki gunung turuni lembah kayak Ninja Hatori?"

Aku hanya bisa meringis. "Gue di sana ke mana-mana dibonceng motor, Kak. Nanti juga biasa. Gue kan baru mulai lagi," aku membela diri.

Kami lalu nongkrong di gerobak bubur ayam yang dimaksud Kak Elwan. Bubur itu memang enak.

"Astaga, larinya semeter tapi bubur ayamnya dua mangkok? Itu lapar apa doyan, Nay?" Kak Elwan kembali mengejek.

"Nggak kedengaran!" Aku berlagak menutup telinga. Kak Elwan kembali tertawa. Dia tampak sangat menikmati menggodaku.

"Bungkus tiga untuk orang rumah, Nay. Buat Vino, Papa, dan Mbak Sumi."

Mbak Sumi sedang ke pasar ketika aku dan Kak Elwan kembali ke rumah. Aku kemudian memindahkan bubur ayam yang kubawa ke dalam mangkok. Papa dan Vino sudah duduk di meja makan.

"Nggak ikut makan, Nay?" tanya Papa saat aku menyodorkan mangkok di depannya.

"Dia sudah makan tiga mangkok tadi, Pa," seru Kak Elwan dari ruang tengah. "Kurus-kurus begitu, gembul juga dia. Jangan-jangan ada monster yang hidup dalam perutnya."

"Tiga mangkuk, Nay?" Papa tersenyum.

Aku menatap jengkel pada Kak Elwan yang tertawa. "Dua mangkok saja, Pa. Tadi malam cuma ngopi dan makan donat sama Dian." Kami memang hanya nongkrong di kafe dan tidak jadi makan berat semalam.

"Naay...!" Kak Elwan berlari ke arahku. Sebelum sepenuhnya sadar, aku merasa tubuhku terangkat, dibawa berlari, dan berakhir dihempaskan ke kolam renang.

"Kak Elwaaaann...!" Aku berteriak kesal setelah muncul di permukaan air. Dingin. Kak Elwan benar-benar keterlaluan. Aku sama sekali tidak siap, sehingga ada air yang masuk lewat hidungku. Aku berenang menuju ke tepi kolam, tetapi sebelum sampai, Kak Elwan sudah menceburkan diri dan kembali menarikku ke tengah kolam.

Ini menyenangkan. Aku sudah tidak ingat kapan tertawa lepas seperti ini. Kami bermain air cukup lama sebelum Kak Elwan kemudian mendorongku ke pinggir kolam.

Tawaku terhenti saat pandanganku jatuh pada Vino yang bersandar dan bersedekap di pintu kaca yang menghubungkan rumah dan kolam renang. Dia tengah menatap kami, tanpa senyum dan ekspresi yang bisa kubaca. Mata kami bertemu sesaat sebelum dia berbalik dan masuk dalam rumah.

You Belong to Me-TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang