Delapan

28.8K 5.5K 385
                                    

Ini double update buat yang neror di grup. Iya, hari ini double update, tapi habis itu libur seminggu ya, Mak-Mak. Hehehehe... Hepi reading Gaess...

**

Aku sengaja tidak turun sarapan untuk menghindari Vino. Aku sudah melakukan sesuatu yang bodoh dengan mendebatnya semalam, jadi aku merasa perlu menghindarinya meskipun hanya sejenak. Papa dan Kak Elwan pasti mengerti mengapa aku tidak bergabung untuk sarapan, karena tahu aku pulang malam kalau jaga di sif kedua.

Sudah jam sepuluh pagi ketika aku akhirnya turun. Aku mengambil jus dan setangkup roti. Membawanya ke depan televisi dan makan sambil nonton.

Aku berpapasan dengan Mbak Sumi yang membawa gelas besar berisi teh saat hendak mengembalikan gelas jusku ke dapur.

"Untuk siapa, Mbak?" tanyaku.

"Mas Vino, Nay. Dia nggak enak badan." Mbak Sumi diam sejenak. Dia tahu hubunganku dan Vino tidak terlalu baik. "Nggak diperiksa saja Mas Vino-nya, Nay?"

"Diperiksa?" Aku bertanya bodoh.

"Kamu kan dokter, Nay."

"Lalu?"

"Lalu gimana, Nay? Ya diperiksa supaya tahu sakitnya apa. Dikasih obat apa gitu. Itu kerjaannya dokter, kan?"

Aku belum menjawab Mbak Sumi saat ponselku berdering. Kak Elwan.

Aku bergegas menuju meja ruang tengah, tempat aku tadi meletakkan telepon. "Ya, Kak?"

"Vino nggak ke kantor, Nay. Katanya nggak enak badan. Coba lihat deh. Bisa, kan?"

Itu sebenarnya permintaan sederhana yang sangat masuk akal. Sesuatu yang sudah seharusnya aku lakukan sebagai dokter. Hanya saja, calon pasienku kali ini bernama Vino, dan aku tidak siap menghadapinya. "Kak, gue—"

"Masih kurang nyaman sama Vino?" Kak Elwan membantuku menyambung kalimat yang kubiarkan menggantung.

"Bukan begitu—"

"Dia bukan lagi Vino yang belasan tahun, Nay. Sama seperti lo yang berubah, dia juga sudah dewasa."

"Gue tahu, Kak." Aku hanya tidak mungkin menjelaskannya kepada Kak Elwan tentaang apa yang membuatku enggan bertemu Vino. Apalagi setelah perdebatan semalam.

"Perasaan canggung itu hanya kalian yang bisa cairkan. Berdua. Bersama. Karena kalau hanya salah satu pihak yang berusaha nggak akan berhasil. Gue tahu Vino berusaha. Lo jangan menutup diri, Nay."

Aku mengembuskan napas. Aku bisa bilang apa kalau sudah begini? "Iya, Kak."

"Hanya perasaan gue saja atau masalah kalian lebih dari sekadar hubungan Papa dan Tante Erna dulu?"

Aku tidak akan membiarkan Kak Elwan menduga-duga, apalagi sampai tahu apa yang kurasakan kepada Vino. Memalukan. Menyukai kakak sendiri, walaupun tanpa hubungan darah sangat tidak wajar.

"Kalau begitu, gue periksa Vino dulu ya, Kak." Aku buru-buru memutus percakapan.

"Ikut ke kamar Mas Vino, Nay?" Mbak Sumi ternyata belum beranjak dari tempatnya berdiri.

"Bareng ya, Mbak." Bersama Mbak Sumi pasti lebih nyaman. Aku merasa punya tameng menghadapi Vino. "Aku ambil stetoskop dan tensimeter dulu."

Aku mengekor di belakang Mbak Sumi saat masuk kamar Vino. Ini pertama kalinya aku masuk dan melihat kamarnya. Dia dulu sudah ikut ibunya saat aku masuk ke rumah ini.

Si pemilik kamar yang sedang berbaring menatapku. Dia lebih terlihat heran daripada terkejut. Dia kemudian menumpuk bantal dan duduk bersandar di situ.

You Belong to Me-TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang