Selra mengerucutkan bibirnya, sahabatnya ini membuat moodnya hancur kali ini. Namun bukan Elpra namanya jika gak bisa membalikkan mood Selra, dia sangat hapal bagaimana sifat Selra luar dalamnya. Mereka sahabatan sejak kecil hingga saat ini, jadi wajar Elpra sangat dekat bahkan sulit dipisahkan jika sudah ketemu dengan Selra.
“Biasa aja kali Bu, bibirnya mau ditarik ama gue?” Elpra hanya terkekeh melihat tingkah sahabatnya ini.
“Tahu gue kesal ama loe, mood gue hancur tahu gak.” Selra sangan kesal kepada sahabatnya.
Elpra memutar bola matanya, “Daripada loe kesal gak jelas, lebih baik ikut ke kantin kuy gue lapar nih,” ucap Elpra sembari bendiri dari tempat duduknya.
“Gak mau, malas! Loe aja sana,” jawab Selra dengan ketus dan wajah yang amat datar.Elpra hanya terkekeh melihat ekspresi Selra, bukannya marah atau kesal justru ia terbahak-bahak menatap Serla, “Sumpah! Ini bukan loe banget hahaha… udah ah, benar nih gak mau ikut ke kantin?”
“Gak!”
“Padahal sih, niatnya mau teraktir. Tapi, berhubung loe gak mau yaudah deh uang gue aman. Kalau gitu gue ke kantin dulu.” Elpra melangkahkan kakinya meninggalkan tempat duduknya. Dirinya yakin Selra akan menyusulnya, ayolah dia sangat gesit berkenaan dengan gratis bahkan Selra pernah memaksa untuk membayarkan semua makanan yang dirinya pesan. El yakin dalam hitungan ketiga Selra akan memanggilnya. 1… 2… 3… dan“Elpra tunggu!” pekik Selra. Dugaannya kali ini benar, mana bisa seorang Selra menolak gratisan.
“Apa? Berubah pikiran mau ikut ke kantin?” ledek Elpra.
“Iya, tapi kamu yang bayarin, jangan bohong ya,” ujarnya dengan kekehan kecil,
“Tap—” baru saja ingin berbicara tapi Selra sudah menggeretnya untuk segera ke kantin.Suasana kantin begitu ramai, seluruh siswa berhamburan menuju ke kantin hanya sekadar mengisi perutnya yang kosong akibat berpikir selama 4 jam lamanya. Padahal kalau secara logika yang berpikir itu otak bukan perut, serta tangan yang menari-nari dikertas dan juga teling yang fokus untuk mendengarkan omongan guru.
“Loe mau pesan apa El?” tanya Sel.
“Kayak biasa aja” sahutnya.
“Oke sip” Selra mengacungkan jempolnya.Sembari menunggu pesanan datang Elpra membaca artikel tentang impian, entah kenapa ribuan impian dirinya sangat berpengaruh dalam kehidupannya. Ambisi untuk mewujudkan semua impiannya lekat sekali dalam dirinya, bahkan tak segan-segan ia melakukan beribu-ribu proses agar ia bisa mewujudkan semua impiannya. Ia mendapati salah satu artikel mengenai ‘kekuatan sebuah impian’.
“Pesanan datang….” Teriak Selra dengan suara yang menggema.
“Kebiasaan deh, kalau apa-apa suka teriak. Gak malu apa dilihat-tin,” ujar Elpra dengan kesal.
“Bodo amat! Kalau mereka ngomongin gue berarti namanya sirik, sirik tanda gak mampu. Cuek aja, gak usah peduli kadang yang peduli aja disakit-tin dengan seenaknya tanpa mikirin hatinya.” Selpra menjawabnya dengan asal tak memikirkan bagaimana ekspresi sahabatnya.Speechless!! Elpra hanya diam membisu mendengar ucapan Selpra yang terakhir, tak sangka sahabatnya kini sudah dewasa mampu berpikir dewasa. “Ck, boleh tuh ucapan loe gue kutip,” ujar Elpra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajut Impian
FanfictionHidup gak selalu bahagia, tentunya akan ada ribuan rintangan yang menghadang. Hidup layaknya air yang pasang surut tiada henti, bagaikan sebuah roda yang terus menggelinding. Jalani dan hayati perjalan hidup, maka hidup akan bisa kita genggam.