"Do you believe in soulmates?"
+
"Ketika angsa menemukan pasangannya, mereka akan hidup berdua selamanya."
Itu suara Jungkook, dengan kepala tertunduk pada majalah yang terbuka di pangkuannya. Rambutnya masih meneteskan butiran air, membasahi bathrobe putih yang baru saja ia kenakan.
Menoleh sesaat dari kegiatannya menyisir rambut, Sooyoung mengangguk. "Aku tahu. Yeri yang memberitahuku."
Tentu saja Yeri tahu. Itu majalah milik Yeri yang tertinggal di apartemen Sooyoung.
"Aku penasaran bagaimana caranya."
"Maksudmu?"
"Bagaimana caranya angsa itu tahu siapa soulmate mereka?"
Ada nada polos dari pertanyaan itu. Mau tak mau Sooyoung tertawa kecil, membiarkan sisirnya terlupakan sejenak. Sisi kanak-kanak Jungkook selalu membuatnya geli. Tidak pernah berubah dari lima tahun terakhir.
"Apa seperti menemukan bahwa bulu angsa soulmate-nya lebih halus dan berkilau dari yang lain?" lanjut Jungkook bertanya-tanya, tidak terganggu akan reaksi lawan bicaranya yang terkesan tak acuh. Ia sudah terbiasa.
Lagipula, ia tidak keberatan mendengarkan suara tawa Sooyoung seharian.
"Aku tidak tahu. Bukan aku jeniusnya di sini," Sooyoung meletakkan sisirnya di meja rias. Lantas berdiri diam di depan cermin, merapikan helaian rambut yang keluar dari tatanannya.
Sepasang mata obsidian Jungkook yang menatapnya tajam terpantul di cermin. Sejenak, tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua. Hanya Jungkook di atas tempat tidur, dan Sooyoung di depan meja rias. Bertukar tatap lewat refleksi.
"Apa kau percaya pada konsep soulmate, Joy?"
Sooyoung menahan napas. Jemarinya mengeratkan pegangan pada meja. Memalingkan muka dari cermin pun percuma, dirasakannya pandangan Jungkook masih berfokus pada dirinya seorang. Menembus punggung dan menyayat hati.
Namun Park Sooyoung lebih kuat dari kelihatannya.
"Tidak terlalu. Kedengarannya klise dan konyol bagiku. Kalau kau?"
"Aku ingin mempercayainya," jawab Jungkook tidak melepaskan pandangan darinya. Pemuda itu tidak melewatkan detik di mana tubuh Sooyoung mendadak membeku. Tak juga luput melihat kuku-kuku jari Sooyoung yang memutih akibat terlalu kuat mencengkram ujung meja. Semua hanya karena satu pertanyaan. Perkara pasangan jiwa yang serta merta mengisi udara dengan keheningan yang canggung. Sebuah topik yang sebenarnya normal dibicarakan bersama pacar.
Sayangnya, hubungan mereka berdua bukan sepasang kekasih.
"Apa menurutmu Yeri adalah soulmate-mu?" bisik Sooyoung lirih, terlalu pelan bahkan untuk ditangkap oleh dirinya sendiri.
Namun Jungkook mendengarnya. Terang dan jelas. Memang begitu adanya. Jeon Jungkook selalu mendengar setiap patah kata yang keluar dari bibir Park Sooyoung.
"Dulu, iya," Ia tahu jawabannya tidak akan memuaskan Sooyoung, tapi Jungkook tidak suka berbohong pada gadis yang ia cintai.
Sontak Sooyoung tergelak. Kering dan tanpa nada. Berbalik, ia berjalan dan duduk di ujung kasur. Menyisakan beberapa hasta di antara mereka. Kali ini, giliran Sooyoung yang menatap Jungkook intens. Tatapan yang mengirimkan sengat listrik pada sekujur tubuh Jungkook.
"Bagaimana kalau dia orangnya? Yeri. Soulmate-mu."
Pertanyaan itu menggantung, enggan pergi. Menyesakkan dada keduanya sebagai satu-satunya pertanyaan tanpa jawaban selama hubungan mereka beberapa tahun terakhir. Nama Yeri adalah bayang-bayang yang melekat dalam setiap pelukan dan ciuman diam-diam.
"Bagaimana kalau kau salah? Mungkin seharusnya kau ada di apartemen tunanganmu, bukannya sahabat tunanganmu."
Namun Jungkook bukan lagi orang yang sama. Sekarang ia akan berjuang untuk jujur pada perasaannya sendiri. Maka dengan mantap ia mendekat, memangkas jarak hingga yang tersisa hanya lutut mereka saling beradu. Meletakkan tangannya pada kedua bahu Sooyoung.
"Kenapa kau sangat insecure?"
Manik mata Sooyoung melebar. Tangannya spontan terangkat, hendak melayangkan tamparan bila saja Jungkook tidak menduganya dan menahan pergelangan tangan sang dara. Sebagai gantinya, ia mencoba menggenggam tangan Sooyoung. Yang langsung digagalkan oleh tepisan kasar.
Napas menggebu-gebu, mata menatap nyalang, dan bibir terkatup rapat. Jungkook sudah bersama Sooyoung cukup lama untuk tahu arti itu semua serta apa yang sedang terlintas di benaknya. Amarah. Amarah yang luar biasa.
Jungkook tidak bisa menyalahkannya. Siapa gadis yang tidak gusar jika ditanyakan demikian? Terlebih dengan status Sooyoung yang secara tidak langsung berselingkuh dengan tunangan sahabatnya sendiri.
"Benar, aku pernah menyayangi Yeri. Benar, kau bukan yang pertama untuk segalanya."
Namun sosok Park Sooyoung adalah hal terakhir yang ingin ia lihat sebelum tertidur. Itu yang seharusnya Jungkook tambahkan, tapi ia enggan mengakuinya. Egonya terlalu besar untuk mengucapkannya terang-terangan. Tidak sekarang. Mungkin lain waktu.
"Tapi di mana aku sekarang?"
Dengan teguh Sooyoung membalas tatapan Jungkook. "Di apartemenku, yang sebentar lagi akan kau tinggalkan untuk menemui sahabatku. Tunanganmu."
Jungkook menggeleng, tidak menyerah. "Aku di sini. Bersamamu."
"Sampai kapan?"
"Aku tidak tahu." Jungkook sungguh tidak tahu. Tidak ada di antara mereka yang tahu. "Sampai entah kapan kau inginkan aku, Park Sooyoung."
Sooyoung memejamkan mata. Menyerap jawaban jujur itu lambat-lambat. Memberi izin Jungkook menarik tangannya dalam genggaman. Membiarkan pemuda itu mengecup buku jarinya satu per satu.
Ketika akhirnya ia membuka mata, dan bertemu dengan netra Jungkook yang memandanginya seakan tak pernah melepaskan, Sooyoung membisikkan lirih satu pertanyaan terakhir.
"Bagaimana bila aku menginginkanmu untuk selamanya, Jeon Jungkook?"
KAMU SEDANG MEMBACA
moment(s)
القصة القصيرةMari menghimpun kisah pendek dengan tokoh utama Park Sooyoung. // a oneshot collection //