1. One Day

157 21 7
                                    

Hujan. Itulah yang saat ini Fathur pandangi dari lantai dua sekolahnya. Belum mau meninggalkan sekolah karena hujan, malas jika harus basah-basahan seperti siswa-siswi lain. Jadi, dia terus berdiri sambil memandangi hujan dari atas sini.

SMA Triarta yang terletak di kota yang saat ini Fathur tempati. SMA yang juga lumayan banyak diminati masyarakat karena fasilitas sekolah serta cerdasnya anak-anak yang dihasilkan oleh SMA ini membuat mereka tertarik untuk menyekolahkan anak mereka kemari.

"Fathur, bisa antar aku pulang habis ini?" tanya gadis yang sejak tadi memang berdiri di samping Fathur, menemaninya menunggu hujan reda. Padahal Fathur sama sekali mendiaminya—tidak mengajaknya bicara sedikitpun.

"Pulang sendiri," jawab Fathur dingin, "Jangan merepotkan orang lain." Fathur menolehkan wajahnya ke arah Nadia, gadis yang kini hanya mengangguk sambil tersenyum memandangi Fathur.

Fathur memasukkan sebelah tangannya ke kantung celana. Dia mengalihkan pandangannya dari Nadia.

"Fathur, kalau ada apa-apa, kamu cerita." Nadia tersenyum sambil mengusap pundak Fathur dengan lembut.

Fathur menoleh sebentar lalu mengangguk sebagai jawaban. Lalu Nadia berlalu pergi meninggalkan Fathur yang masih menetap di selasar kelas dua belas. Padahal hujan semakin mereda, menyisakan gerimis yang turun membahas jalan.

Nadia turun dengan perasaan sedih, dia tidak tahu kenapa Fathur bersikap seperti itu padanya. Mungkinkah Fathur memang sedang mempunyai masalah, tetapi setidaknya dia tidak boleh bersikap dingin pada Nadia yang berstatus pacarnya saat ini. Bagaimanapun juga Nadia perempuan, dan dia punya hati, dia juga ingin diantar pulang oleh Fathur seperti dulu.

Memang benar apa yang dikatakan remaja jaman sekarang. Cowok hanya akan berjuang diawal, setelah itu mereka akan masa bodoh, menyakiti, meninggalkan, tidak memperdulikan seenak jidat mereka saja. Ya, intinya mereka tidak mau bertanggung jawab karena sudah membuat gadis menjadi bawa perasaan.

Untungnya itu terjadi pada Nadia, Nadia paham mungkin saat ini Fathur tidak ingin membaginya dengan Nadia. Atau Fathur ingin menahan sendiri dampak dari masalahnya, tetapi kalau begini Nadia juga merasakan dampaknya. Fathur begitu berbeda, berbeda dari Fathur yang ia kenal dulu.

"Nad, woi!" panggil Mura, sahabat Nadia sejak SMP. Mura yang heran kenapa sejak tadi Nadia hanya berjalan murung memandangi jalanan.

"Katanya tadi mau pulang sama Fathur." Mura menyenggol lengan Nadia dengan sikunya dan melihat ke kiri kanan serta belakang. Tidak menemukan Fathur di sana. "Mana Fathur-nya?"

Nadia menghela napas sambil menggelengkan kepalanya. "Fathur bilang dia nggak mau pulang sama gue, gue disuruh pulang duluan."

Mura melotot, memegang bahu Nadia agar gadis itu berhenti berjalan dan menghadapnya. Nadia berhenti dan memandangi Mura dengan kerutan di dahinya. "Fathur bilang begitu sama lo?"

Nadia mengangguk lalu tersenyum. "Biarin, Ra. Mungkin saja dia lagi ada masalah, lo bisa anterin gue 'kan?"

Mura menghela napas, bukan karena pertanyaan Nadia yang ingin nebeng. "Masalah? Apa, sih, masalahnya? Dia kayak gitu hampir seminggu ini dan lo masih diam kayak gini?"

Nadia termenung sambil bingung.

"Nad!" Mura memegang sebelah pundak Nadia. "Apa lo yakin kalau Fathur gak punya perempuan lain?"

Kening Nadia makin berkerut, "Orang ketiga maksud lo?"

Mura mengangguk banyak sekali sampai berlebihan. Namun, Nadia malah tertawa dibuatnya, Mura menganga karena Nadia malah memberikan ekspresi yang tidak dia pikirkan sama sekali.

RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang