ANDIRA tidak bisa berjanji pada Nadia untuk tidak memikirkan perkataan Mura. Buktinya sampai saat ini pikirannya hanya tertuju pada ucapan Mura yang benar-benar membuat hatinya mencelos. Jika memang pilihannya ini sangat salah, maka dia siap akan membayar semuanya.
Lagipula semuanya sudah terjadi. Fathur sudah mengetahui perasaannya, meskipun dia tidak tahu perasaan laki-laki itu. Namun, tingkah Fathur begitu menjelaskan jika Andira tidak perlu memikirkan lagi hal itu. Aneh memang, di saat keduanya yang berstatus pacar pura-pura itu malah membuat Andira ragu.
Kenapa Fathur memintanya? Apa karena hanya untuk membuat Nadia sakit hati. Atau punya niat membalas perasaannya? Ah! Itu terlalu tinggi. Yang pasti, Fathur memintanya mungkin karena dia mengetahui Andira menyukainya. Makanya, dia meminta Andira agar tidak bersusah payah lagi mencari orang lain.
Lalu dari mana Andira akan menceritakannya nanti pada Citra? Apa dia akan jujur jika sebenarnya dia menyukai Fathur? Awalnya, dia memang tidak tahu menau siapa nama Fathur, di mana rumahnya, kelas berapa lelaki itu. Andira hanya tahu, dia mengagumi Fathur diam-diam dan dari kejauhan, Fathur yang sudah memiliki pacar saat itu. Kini menjadi pacarnya, tetapi hanya pura-pura.
Andira tersadar dari lamunannya saat ponselnya berdering. Gadis itu mendesah dan meraih ponselnya dengan malas, posisinya yang sedang tiduran itu membuatnya nyaman dan tidak ingin diganggu.
"Kenapa, Cit?" tanya Andira. Tanpa basa-basi lagi.
"Itu lho, yang tadi di sekolah. Cerita dong, mumpung lagi gabut nih gue."
Mendengar permintaan Citra, Andira menghela napasnya. "Lo mau tahu yang mana? Gue open QnA ini, haha."
"Sejak kapan lo pacaran sama Kak Fathur? Sejak lo tabrakan sama dia itu? Atau ... kapan iss!" tanya Citra. Ia sudah bingung ingin bertanya dari mana.
Andira diam sejenak. Kejadian tabrakan bahu itu terjadi sekitar sepuluh hari yang lalu. "Semingguan," jawab Andira sedikit ragu.
Terdengar suara jika Citra menganga kaget. "Secepat itu kalian PDKT?!"
"Nelfon siapa?" Andira terkejut saat kakak laki-lakinya yang pertama bernama Aldy itu dengan tiba-tiba masuk dan memunculkan kepalanya dari balik pintu. Andira mengerang kesal dibuatnya.
"Kepo banget sih, Kak!"
Aldy tertawa. "Awas kalo cowok! Bilangin sama Papa kalo kamu pacaran sebelum selesai SMA," ancam Aldy memainkan alisnya.
"Idih! Siapa yang pacaran!" sungut Andira kesal. Ia berjalan ke arah pintu kamar dan mendorong agar Aldy keluar dari kamarnya. "Keluar sana! Bau banget, sih!"
"Iya, iya, aduh." Aldy mengaduh karena kakinya yang terjepit pintu kamar Andira.
"Sakit tahu!"
"Yaa, maaf. Dira 'kan nggak sengaja, lagian ngapain sih belum mandi masuk ke kamar Dira. Bau lagi," ucap Andira menutup hidungnya karena bau keringat Aldy yang menelusup ke hidungnya. Sebenarnya baunya tidak seburuk itu, Andira hanya melebih-lebihkan agar Aldy cepat meninggalkan area kamarnya.
Aldy mengembangkan hidungnya sebelum berlalu dan meninggalkan kamar Andira. Sambil berjalan lelaki itu bernyanyi asal. "Bilangin ayah, bilangin ayah, ADUH!"
"Berisik!"
Andira tertawa saat Aldy yang dilempar dengan buku oleh Arsya—kakak kedua Andira. "Rasain!"
"Kampret ya lo pada, adik-adik durhaka tahu nggak!" kesal Aldy namun hanya dibalas Arsya ekspresi mengejek. Sementara Andira malah tertawa nyaring.
Senangnya, bisa mempunyai dua kakak laki-laki yang seperti Aldy dan Arsya.
• Rainbow •
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow
Teen FictionAku itu hanya cewek biasa yang nggak punya keberanian mengungkapkan perasaan. Dengan status kita yang sebagai pacar pura-pura itu aku bisa merasakan setidaknya sedikit perlakuan manismu. Tetaplah seperti ini. Tetaplah berpura-pura mencintaiku, sampa...