Chapter 17 : TEARS

2.2K 231 40
                                    

Aku terduduk dalam sel penjara sendirian lagi, beberapa saat lalu aku turun dari mobil polisi setelah sebelumnya diberikan suntikan untuk menenangkan bayi Park yang nakal ini.

Sejujurnya aku senang ia nakal, hei kapan lagi aku bisa keluar dari sel ini selain ketika ia nakal?

Kkkk~ dasar baby Park.

"Hyung..."

"Jimin!"

Tanpa sadar aku memekik dan terlonjak terlampau senang. Jimin datang, membawa makanan yang enak –kurasa itu dari ayah; dan beberapa jaket yang telah dicuci bersih.

"Kau datang?!"

Dia tertawa, matanya menghilang, aku menyukainya.

"Ya, dia merindukanku?"

Jimin meminta ijin pada petugas untuk melepaskanku sejenak, dia ingin aku seperti tahanan lain yang bisa berinteraksi langsung. Tapi sayangnya itu tidak berhasil.

Orang lain akan bertemu keluarganya lewat bilik kecil yang dibatasi kaca dan lubang kecil untuk mendengar. Tapi aku tidak, Jimin bisa langsung ke depan sel milikku dengan membawa barang. Mereka tentu telah memeriksanya.

Jimin kembali dengan wajah tertekuk, "Mereka tidak membolehkannya, padahal aku ingin sekali memeluknya."

Percayalah, Jimin menyayangi anak ini dengan tulus.

"Suatu saat nanti kau akan menggendongnya."

"Kapan?"

"2 bulan? Tunggu saja."








"Ayah, ayah tidak ingin menemui Yoongi hyung?"

"Jimin, bukan tidak ingin. Dia tidak mau bertemu ayah."

"Dia menanyakan kabar ayah." Jimin terlihat tetap untuk membujuk. "Dia akan luluh jika ayah datang."

"Dia tidak seperti itu Jim." Jongdae mengarahkan pandangannya ke jendela. "Dia tidak ingin aku melihatnya sengsara."

Jimin diam, dia melipat bibirnya ke dalam, "Tapi mengapa?"

"Tidak ada apa-apa. Dia seperti itu dan memang harus dituruti. Ayah tidak khawatir, dia bisa menjaga dirinya dengan baik."

"Mengapa..." Jimin terlihat mengambil napas. "Ayah harusnya peduli, ia anak ayah kan? Dia juga hamil. Tapi ayah tidak khawatir? Mengapa?"

"Tidak ada apa-apa. Ayah percaya padanya."

"Tapi-"

"Berikan ini, kalian bisa makan bersama."

Jimin menerima uluran kotak berukuran sedang berisi makanan itu dengan wajah yang masih menahan amarah.

Tidak percaya.

Bagaimana ada seorang ayah yang mana memiliki anak yang berada di penjara sekaligus hamil dan tidak peduli serta berkata anaknya akan baik-baik saja.

'Aku tidak ingin seperti ayah.'

"Aku pergi yah."

Jauh setelah Jimin pergi, Jongdae tersungkur di lantai. Berlutut dengan air mata yang mengalir deras, menangisi anaknya. Menangisi Yoongi yang malang. Yang harus menjadi seperti ini hanya karenanya.

Seandainya saja, ia tidak bertengkar dengan Minseok. Mungkin keluarganya masih lengkap.

Seandainya saja ia tidak kecelakaan, mungkin Yoongi akan bahagia dengan hadirnya ia di kelulusannya.

Seandainya saja ia tidak koma, mungkin Yoongi tidak perlu membalaskan dendamnya. Ia dapat menghadiri pernikahan anak sulungnya.

Seandainya ia bisa menghentikan niatan Yoongi, mungkin saja semua tidak akan seperti ini.

Blood Sweat and Tears [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang