TIGA

19.1K 1.2K 9
                                    


WILLIAM

Larasati,
Jika nama itu terlintas maka satu kata berjuta makna yang bisa menggambarkan dirinya. 'MANIS'.

manis karena senyumnya.

Manis karena kulitnya yang eksotis.

Manis karena wanita itu pendiam.

Manis karena wanita itu berbeda.

Berbeda dalam segala hal: yang utama adalah caranya melihatku.

Aku bukan pria bodoh yang tidak mengetahui isi hatinya. Laras terlalu mudah ditebak. Wanita itu menyukaiku bukan suka dalam lingkup kagum antara bawahan terhadap atasan. Tapi menyukai secara harfiah suka antara wanita terhadap pria, dan ini salah.

Tapi Laras begitu pintar mengendalikan dirinya, wanita itu tidak akan menunjukkan rasa sukanya padaku tidak  seperti kebanyakan sekertaris yang kupecat sebelum-sebelumnya, mereka akan dengan terang-terangan melempar dirinya padaku... Tapi tidak dengan Larasati.. . Laras hanya menatapku secara sembunyi-sembunyi.

Itulah kenapa aku menyebutnya manis.

Ingatanku terseret pada saat kejadian 2 tahun yang lalu.
 

Laras yang waktu itu baru saja bekerja dua bulan dikantorku. Wanita itu akan menggantikan hilda yang akan segera menikah beberapa bulan setelahnya.

Dengan itu Hilda lebih sering tidak datang kekantor dan secara tidak langsung aku lebih banyak berinteraksi dengan Laras.

Aku melihatnya menduduki kursi yang biasa dipakai Hilda... Dan keningku berkerut menyaksikan itu.

"dimana Hilda?".

Laras mendongakkan kepalanya dari segala kesibukan yang sedang menyita perhatiaanya hingga tidak menyadariku.

"dimana Hilda?," ulangku saat melihatnya masih menatapku dengan mulut menganga.

Wanita itu mengerjapkan matanya. "miss Hilda sedang ada urusan Sir, mengenai pernikahannya, beliau meminta saya menghendel seluruh urusan pekerjaan dan membantu anda". Laras menjawab tenang meski aku tau Wanita itu diserang kegugupan.

Aku mengangguk paham, "siapkan meting untuk jam 11 nanti".

"sudah siap Sir".   

"semua berkasnya?".

"sudah  Sir".

"lokasi untuk meting?".

Wanita itu mengangguk.

"makanan ringan yang akan disuguhkan?".

"semuanya Sir, termasuk jumlah orang yang akan mengikuti Meting beserta tamu Anda".

 

Begitulah Laras, wanita itu tidak pernah memberiku celah untuk bisa memakinya karena masalah pekerjaan.

Semua selalu dia lakukan secara teliti dan sempurna. Hal itu membuatku sulit untuk tidak memperhatikannya.

Aku mulai terbiasa dengan pelayanan apapun yang berikan Laras.

Aku jadi jarang lembur, karena semua pekerjaan ku menjadi sangat ringan berkat dirinya, kopi buatannya juga selalu enak.

Aku baru menyadari bahwa wanita itu menyukaiku adalah ketika kami sudah bekerja selama beberapa bulan setelah Hilda resmi berhenti.

"siapkan kopi untukku". Kataku dari intercom yang terhubung dengan mejanya.setelah mendapatkan jawaban 'ya' darinya... Aku kembali terpekur dengan pekerjaan dimejaku.

LarasatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang