Kenapa B dulu Baru C
Karena BERCANDA dulu baru CINTA
--"Arya!"
"Arkan!"
Suara tua memenuhi setiap sudut rumah. Rumah berlantai dua dengan kesan mewah itu selalu heboh disetiap pagi. Arya dan Arkan, dua cucu pemilik rumah yang tak pernah akur adalah penyebab utamanya.
Eyang Gus mendengus dongkol. Panggilannya yang tidak pernah dibantah oleh para bawahannya di kantor diabaikan oleh kedua cucunya begitu saja.
"Arkan! Arya!" eyang Gus kembali berteriak dari bawah tangga rumah yang berbentuk menyerupai hampir setengah lingkaran.
Suara grasak-grusuk terdengar. Arkan turun dengan wajah tengil sambil bersiul-siul. Seragam SMA-nya terlihat awut-awutan dengan dua kancing atas yang terbuka hingga menampilkan kaos dalam Arkan yang berwarna putih.
"Pagi, Eyang," Arkan tersenyum konyol. Ia berdiri tepat di depan eyangnya yang kini menampilkan wajah galak.
Tangan eyang Gus bergerak menuju puncak kepala Arkan. Ia menghadiahkan sebuah jitakan pada kepala anak muda itu. "Kamu ini. Udah dipanggil dari tadi tapi nggak nongol-nongol."
"Nggak ada gunanya eyang nasehati orang tengil kayak dia. Masuk telinga kiri, keluar telinga kanan," suara Arya dari tangga terdengar. Cowok itu menuruni tangga rumah dengan tenang.
Jika Arkan bangga dengan seragam yang sembrawut, maka penampilan Arya berbalik sebanyak satu putaran. Cowok itu selalu rapi dan modis. Menunjukkan betapa berwibawa Arya.
Rambut Arya selalu ditata rapi dengan gaya yang kekinian, sementara Arkan hanya menyisir asal rambutnya. Sifat Arya yang selalu tenang dan bijak membuat guru tidak ragu untuk menjadikannya ketua kelas. Dan Arkan si tengil yang suka membuat heboh kelas.
Masyarakat SMA Panca Dharma tidak ada yang tidak mengenal duo sepupu ini. Tampan dan kaya membuat mereka selalu menjadi bintang dimanapun.
Satu hal yang perlu digaris bawahi dengan tebal, Arya dan Arkan tidak pernah satu pendapat. Dimana ada mereka, pastilah terjadi perdebatan antara keduanya.
"Eyang mau salah satu dari kalian ke rumah Anggi. Jemput dia dan berangkat ke sekolah bareng!" parintah eyang Gus.
"Aduuuh," Arkan bersorak. "Hampir aja lupa kalau hari ini piket. Duluan ya semuanya," Arkan ngacir begitu saja. Meninggalakan eyang Gus bersama Arya.
Mata eyang Gus beralih pada Arya. Pria tua itu menatap cucunya dengan penuh maksud. Eyang Gus memainkan alisnya.
"Hmmm, aku nggak mau jemput Anggi," ujar Arya to the point. Dia dapat membaca gelagat kakeknya. Tertulis jelas pada jidat eyang Gus kamu jemput Anggi, sekarang!
Eyang Gus mengangguk-angguk, kemudian berkata, "Oh gitu, ya? Kamu kemarin minta modal lima juta buat buka usaha bereng sama teman-teman kamu. Ahhh, kira-kira eyang punya uang nggak, ya?"
Arya mendengus. Licik sekali kakeknya ini. "Iya! Iya! Biar Arya yang jemput Anggi."
Hei, ini tidak semudah itu. Jangan percaya bahwa Arya akan benar-benar menjemput Anggi. Dia hanya perlu mengatakan iya, tapi tidak perlu melaksanakannya.
Jika eyang Gus bisa berpikir licik, kenapa Arya tidak?
"Kirim foto kalau kamu benar-benar ke rumah Anggi nanti. Baru dana lima juta bisa cair!"
Gagal! Sepertinya Arya tidak bisa mengelak lagi kali ini. Kakeknya memang sangat licik.
"Arya berangkat," dengus Arya dan berlalu pergi setelah menyalim tangan eyang Gus terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Serangkai
Teen FictionArya dan Arkan, dua saudara sepupu yang tidak pernah akur. Dimana ada mereka, di situ pasti ada keributan. Segala hal mereka jadikan pertengkaran. Arya si dingin dan Arkan yang tengil. Entah ini sebuah kesialan, takdir atau kebetulan yang indah. Sej...