Akan ada saat dimana kamu membutuhkanku dan merindukanku.
Tapi aku sudah tidak memperdulikannya lagi.
--Anggi mendengus dongkol. Tangannya bergerak memungut sampah dedaunan yang ada di tepi lapangan. Tolong beri tepuk tangan yang meriah untuk Arya, ini semua karena ulah cowok itu. Berkat Arya, Anggi terlambat datang ke sekolah dan berakhir dengan hukuman dari pak Burham.
Anggi mengutip dedaunan kering yang jatuh, dengan malas ia masukkan ke dalam keranjang sampah yang ia bawa. Anggi beralih pada sampah berikutnya, sampah selanjutnya, sampah lagi, dan begitu seterusnya hingga pekarangan sekolah mereka bersih.
Pagi ini tidak begitu banyak murid yang datang terlambat. Mungkin hari ini etika para murid sedang bagus. Hanya ada sekitar lima orang, dan pak Burham yang disiplin mengawasi dari tepi lapangan.
"Telat, Bu Haji."
Suara berat mengganggu pendengaran Anggi. Ia menoleh dan mendapati Arkan berdiri di belakangnya dengan wajah konyol khas seorang Arkan.
Anggi mengehela napas. "Emang lo liat gue lagi apa?"
"Lagi dihukum karena telat. Sama dong kita," Arkan mengangkat keranjang sampah kecil bagiannya dengan penuh rasa bangga.
Anggi mendekat satu langkah pada Arkan. "Ini semua gara-gara sepupu kampret lo itu. Dia ninggalin gue dan pergi ke sekolah sendiri."
Arkan tertawa mengejek. "Uuuh kasihaan. Belum pacaran tapi udah ditinggalin. Cup, cup, cup sini biar Ayang Arkan peluk. Sini, Cinta."
Cukup! Emosi ini tidak baik untuk disimpan-simpan. Anggi mengambil langkah untuk semakin dekat dengan Arkan. Dia meniup poninya sebelum mengambil ancang-ancang untuk menendang Arkan.
Buk!
"Rasakan nih."
"Adaw!" teriak Arkan heboh. Satu tendangan baru saja menghajar tulang kering Arkan.
"Sekali lagi!" seru Anggi.
Buk!
"Alaamak, kejam banget ini cewek. Tolong, tolong!" Arkan berdesis kesakitan.
Buk!
"Kekerasan dalam rumah tangga," Arkan heboh sendiri.
Buk!
"Pak presiden, tolong saya!"
Buk!
"Pak Haji, Bu Haji saya dianiaya."
Buk!
"Tidaaak!"
Arkan lari terbirit-birit menjauhi Anggi. Bisa mati muda dia jika terlalu lama berdekatan dengan cewek itu. Percayalah, tingkah Anggi tidak selembut paras wajahnya. Kekuatannya lebih besar daripada seorang binaragawan. Anggi dapat menghancurkan satu kota hanya dengan tatapan mata saja. Oh tidak, itu terlalu berlebihan.
Mata Anggi tidak lepas dari Arkan yang kini melambai-lambaikan tangan padanya dari tepi lapangan. Sesekali cowok itu memeletkan lidah pada Anggi, seolah sedang mengejek bahwa Anggi tidak dapat mengejarnya.
"Semenyebalkannya Arya, Arkan jauh lebih menyebalkan lagi. Entah kenapa gue bisa kenal sama mereka? Sial, sial," desahnya frustasi.
Dalam hati Anggi menyalahkan kakeknya yang bersahabat dengan kakek dua sepupu itu. Kalau saja eyang Hadi tidak kenal dengan eyang Gus, pasti hidup Anggi tidak akan sesial ini.
Apalagi dua sepupu itu mau dijodohkan dengannya. Cuih, Anggi tidak akan mau. Jika Arkan dan Arya menolak, apalagi dia!
~o0o~
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Serangkai
Teen FictionArya dan Arkan, dua saudara sepupu yang tidak pernah akur. Dimana ada mereka, di situ pasti ada keributan. Segala hal mereka jadikan pertengkaran. Arya si dingin dan Arkan yang tengil. Entah ini sebuah kesialan, takdir atau kebetulan yang indah. Sej...