Aku tak akan kemana-mana.
--"Makasih lo selalu ada buat gue dan Arkan sejak dulu."
Arya akhirnya memecahkan keheningan setelah cukup lama ia dan Anggi terdiam.
"Arkan orang yang baik, ya gue akui dia sedikit pecicilan. Tapi dibalik sifat tengil itu dia menyimpan rasa sayang yang besar untuk orang-orang di sekitarnya, terutama buat lo," lanjut Arya.
Mata Anggi membola. Ekspresi Anggi berubah syok, antara percaya atau tidak. Perkataan Arya terdengar seperti bualan bagi Anggi.
Arkan punya rasa sayang untuk Anggi? Cih, omong kosong.
"Lo nggak percaya sama gue?" tanya Arya.
Anggi mendengus. "Gue percaya. Gue udah kenal lo sama Arkan dari lama, jadi nggak mungkin gue nggak paham sikap kalian. Tentu saja Arkan sayang sama gue, eyang, bahkan sama lo."
"Bukan rasa seperti itu maksud gue," sanggah Arya.
"Ingat nggak waktu lo telat karena gue tinggal? Asal lo tau, diam-diam Arkan juga ngejemput lo. Gue liat dia berdiri di belakang pagar tembok luar. Motornya juga terparkir di pos satpam komplek," Arya tersenyum aneh mengingat kebodohan sepupunya.
"Nggak yakin gue," Anggi mengelak.
"Bukti terkuatnya dia juga telat hari itu," tambah Arya.
"Dan seingat gue, lo juga telat hari itu. Jangan-jangan lo juga ngikutin gue," debat Anggi.
Wajah Arya berubah kicep. "Ban mobil gue pecah. Nggak usah kepedean deh."
"Masa?"
"Serah deh!"
Anggi kembali menghela napas. "Tameng. Sikap tengil Arkan hanya dia jadikan tameng untuk menutupi kesedihan dalam hatinya. Dan lo bersikap dingin untuk menutupi luka hati lo. Semua hanya tameng. Kalian hebat dalam hal berpura-pura kuat," ujar Anggi.
Arya tersenyum miris. Luka di matanya terlihat nyata, dia tidak mampu menyembunyikan itu.
"Gue nggak sedang berpura-pura," bantah Arya.
"Bohong!" Anggi berujar tegas.
"Gue tau lo bohong. Lo itu lemah. Kesepian. Sok kuat. Padahal sebetulnya lo butuh teman untuk berbagi. Jadikan Arkan teman lo, Arya. Kalian bisa saling menyembuhkan luka dari masa lalu. Stop, bertengkar dengannya," kata Anggi dengan serius.
Ada di sisi pada hati Arya yang bergetar karena perkataan Anggi. Terasa sakit. Rangkaian kata saja tidak akan mampu untuk menggambarkan betapa Arya juga tersiksa dengan situasi saat ini.
Sebenarnya Arya sangat malas untuk membahas masa lalu. Luka hati Arya semakin dalam ketika lembaran tentang kematian orangtuanya dibuka. Ya benar, dia bersikap dingin terhadap semesta hanya untuk menutupi betapa lemah dia. Arya tidak ingin semua orang tau bahwa dia tidak setangguh yang terlihat diluar.
"Orangtua lo dan Arya pasti sedih di atas sana melihat hubungan kalian sekarang," Anggi menjeda kalimatnya menunggu respon cowok itu. Namun di menit pertama Arya tak kunjung berkata-kata.
"Maaf, kalau gue ngungkit masa lalu kalian. Lo pasti merasa nggak nyaman," sesal Anggi.
"Lo nggak perlu minta maaf karena lo nggak salah," Arya buka suara.
Kemudian hening sesat.
"Anggi?" panggil Arya lirih.
"Ya?"
"Makasih," kata Arya untuk kesekian kali.
Ia menatap dalam mata Anggi. Sejenak keduanya tenggelam dalam mata masing-masing, membuat jantung Anggi kembali berdetak tak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Serangkai
Teen FictionArya dan Arkan, dua saudara sepupu yang tidak pernah akur. Dimana ada mereka, di situ pasti ada keributan. Segala hal mereka jadikan pertengkaran. Arya si dingin dan Arkan yang tengil. Entah ini sebuah kesialan, takdir atau kebetulan yang indah. Sej...