Part 4 - Kambing hitam

25.8K 3K 740
                                    

Kau adalah impian yang ingin aku jadikan kenyataan,
Dan aku adalah kenyataan yang tidak akan pernah kamu impikan atau inginkan.
--

Anggi menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada di toilet sekolah mereka. Cermin itu menampilkan sosok Anggi dengan rambut sebatas pundak yang digerai. Benda yang terbuat dari kaca itu juga menampilkan wajahnya yang dipoles bedak tipis dan pelembab bibir.

Anggi memoyongkan bibirnya. "Apa bibir gue kurang seksi, ya?"

Bibir Anggi kecil dan sedikit berisi dibagian bawah, membuat bagian tubuh itu terlihat cukup seksi. Ia memoyong-monyongkan bibirnya beberapa senti. Kemudian mata Anggi beralih menatap pipinya yang sedikit berisi.

"Pipi gue memang agak gemuk. Tapi imut kok," Anggi bermonolog sendiri.

Kini Anggi menutar-mutar tubuhnya, ke kiri dan kanan. Dan satu hal yang dia sadari sejak lama, fakta bahwa dirinya itu ... pendek.

"Ya, gue memang pendek," lirih Anggi. "Apa karena gue pendek jadi dua sepupu itu nolak gue?"

Tangan Anggi bergerak memperbaiki tatanan rambutnya, sebelum ia keluar dari toilet. Sudah cukup acara bernarsis ria  ini.

Anggi membawa langkah kakinya menuju kantin, tempat ia janjian dengan Nurul. Jam istirahat seperti sekarang ini pasti kantin sedang ramai-ramainya. Tidak seperti lorong perpustakaan yang sedang Anggi lalui, sepi.

Oh ayolah, perpustaan bukan tempat favorit untuk para siswa. Dijam istirahan mereka lebih senang untuk mengisi perut, daripada mengisi otak.

"Kita putus sekarang!"

"Tapi kenapa?"

Langkah Anggi refleks berhenti ketika indra pendengarannya menangkap sebuah percakapan privasi. Ia mundur sebanyak satu langkah untuk melihat ke sumber suara.

Ouuuh siapa itu, ada Arkan yang sedang mojok di belakang dinding perpustakaan bersama seorang cewek yang Anggi ketahui bernama Mutia. Dari gosip yang beredar, Arkan dan Mutia adalah pasangan kekasih. Umur hubungan mereka mungkin baru sekitar satu atau dua minggu lebih.

"Kenapa kamu mau putus dari aku? Apa kamu udah nggak sayang sama aku?" Mutia menuntut penjelas dari Arkan.

"Aku sayang sama kamu. Aku tulus tapi, mau bagaimana lagi? Aku dijodohkan," Arkan memasang wajah sedih.

"Ck! Dasar drama!" Anggi berdesis sinis melihat adegan sinetron yang ada di depannya.

"Sama siapa?" tanya Mutia.

Anggi bersiap untuk pergi, namun jawaban Arkan membuatnya tetap bertahan.

"Sama Anggi."

Seiring dengan kata yang keluar dari bibir Arkan, Mutia dan Arkan saling menoleh secara bersamaan pada Anggi. Keduanya menatap Anggi dengan tatapan mengintimidasi, seolah Anggi adalah tersangka kejahatan.

"Sama Anggi?" ulang Mutia. Pandangan cewek itu tak lepas dari Anggi.

Anggi buru-buru menggeleng keras. Ekspresinya berubah panik. "Bukan! Bukan Anggi gue! Bukan gue sumpah!"

"Gue dijodohkan sama Anggi Amanda," ujar Arkan.

"Anak kelas 12 IPS 4," tambahnya.

"Bukan gue!" bantah Anggi.

"Duduk dibarisan kedua dekat jendela."

"Tetangga gue."

Anggi masih menggeleng-geleng. "Bukan gue! Bukan!"

"Anak om Dito dan tante Mila."

"Y-ya, itu Anggi gue," Anggi akhirnya mengakui dengan nada lirih sambil menunjuk dirinya sendiri.

Tiga Serangkai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang