Aku tidak tahu sama sekali bahwa Zack sedang berada di luar bersama pacar wanitanya yang lain lagi. Maka, sewaktu aku membuka pintu dengan niat untuk turun dan hendak bermain sepeda, aku malah dibuat tercekat seperkian detik oleh keberadaan mereka. Apalagi mereka sampai menoleh dan memperhatikanku.
Terlambat untuk sembunyi. Aku sungguh kecolongan kali ini. Ditambah, Zack sedang tidak mengenakan setelan bagian atasnya. Sial. Tubuhnya amat menggiurkan.
"Aw, Zack. Kau tidak pernah memberitahu aku kalau kau punya tetangga yang sangat menggemaskan."
Wajahku terasa panas mendengar perkataan gadis itu yang ditujukan padaku.
Zack berdeham. "Aku dan dia tidak akrab," jawabannya jujur sekali.
Gadis itu tanpa aku duga mendekat, kemudian mengamit lenganku. Seketika saja aku terperanjat.
"Kenapa kalian tidak coba mengakrabkan diri? Sudah sejak kapan kau tinggal di sebelah kamar Zack, Bocah Manis?"
"Namanya Charlie," ujar Zack memberitahu.
Mendengarnya menyebut dan mengingat namaku, entah kenapa mampu membuat bulu-bulu kudukku berdiri saking menggetarkan. Andai namaku dia sebutkan saat kami sedang saling menggoyangkan badan di atas ranjang.
Astaga. Apa yang kupikirkan di saat-saat seperti ini?
"Waw, Charlie. Nama yang sangat manis. Cocok untukmu. Perkenalkan, namaku Jennifer. Apa kau masih single?"
Apa? Bukannya dia sudah memiliki Zack, kenapa secara terang-terangan menanyakan hal seperti itu?
Aku melirik Zack, dan aku lihat dia santai-santai saja. Atau keduanya sedang ada masalah, ya?
"Apa aku boleh minta nomor teleponmu? Boleh tidak jika sesekali aku mengetuk pintu apartemenmu?"
Zack akhirnya menarik Jennifer dari sisiku. "Jen, sudah cukup. Berhenti bermain-main," tegurnya tampak jantan.
Ah, aku jadi semakin menyukainya.
Jennifer memajukan bibirnya, terlihat sebal. "Kau ini, selalu saja menghancurkan kesenangan yang coba aku lakukan. Dasar!" rajuknya lalu memukul dada telanjang Zack dengan manja.
Aku juga mau melakukan hal itu. Jika perlu, menjilat dan mengusapnya sekalian.
Zack hanya menggeleng masygul, lantas menatapku. "Maafkan dia ya, Charlie. Jennifer memang selalu terlihat jalang," katanya yang hanya kubalas dengan anggukan pelan.
Jennifer mendengus. "Tck. Ya sudahlah. Aku pergi dulu. Terima kasih untuk waktumu, Zack. Dan Charlie ...." dia mengedipkan mata padaku, "Sampai jumpa. Lain kali, aku pasti akan menerobos pintu apartemenmu."
Aku hanya menanggapinya dengan senyuman terpaksa. Batinku menyahut, aku lebih ingin laki-laki di depanmu yang menerobos masuk apartemen milikku daripada kau.
Sepeninggalan Jennifer, keheningan yang canggung menggantung di antara aku dan Zack. Kami saling beradu pandang, untuk selanjutnya sama-sama menundukkan kepala. Ugh, apa yang harus aku lakukan atau katakan? Padahal ini kesempatan emas. Aku bisa saja menebar pesona sebagai salah satu cara menarik perhatiannya, kan?
Namun, ketika sadar bahwa aku sama sekali tak memiliki pesona, seketika membuatku menghela napas lesu.
"Euh ... kita belum berkenalan secara resmi, kan?"
Mendengar suara Zack, aku sontak mendongak dan menatapnya tak percaya. Apa dia baru saja membuka percakapan denganku?
Zack menunjukkan senyuman ramah yang tampan. "Kau tahu, kau itu orangnya sangat tertutup. Jadi, aku bingung tentang cara ... yah, bagaimana mengajakmu berkenalan sebagai tetangga," tuturnya meneruskan lantas mengulurkan tangan, "Panggil saja aku Zack. Salam kenal, Charlie."
Aku sedikit melotot memandangi uluran tangan Zack. Ini tangannya. Tangan sosok laki-laki yang selalu ingin aku sentuh. Tangan dari orang yang selalu membuat aku berfantasi liar atasnya.
Aku meneguk ludah, lalu perlahan menerima uluran tangan ini. "S-salam kenal juga, Z-Zack. Senang bisa menjadi ... te-tetanggamu," balasku tergagap akibat gugup. Sensasi jabatan darinya terasa hangat, menggetarkan dan sukses mengundang ereksi pada selangkangan.
Sepertinya, agenda bersepedaku harus kubatalkan.
Zack melepaskan uluran tangannya. "Kalau begitu, aku masuk dulu. Harus membereskan kekacauan yang barusan Jennifer buat."
Kekacauan apa? Ya Tuhan. Aku juga ingin mengacau di dalam kamarmu, Zack.
Namun, aku tak merespons. Hanya membiarkan Zack lenyap di balik pintunya. Meninggalkan aku yang masih menggantungkan tangan. Tersenyum semringah saking bahagia.
Akhirnya, aku bisa menyentuhnya meski cuma tangan. Kira-kira, nanti bagian tubuh mana lagi darinya yang bisa aku sentuh, ya?
--
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetanggaku ✔️
Short StorySatu-satunya hal yang kutahu tentangnya, adalah bahwa ia sering dipanggil Zack. Dia tetanggaku. Memiliki paras yang tampan; mata biru terang, rahang tegas berhiaskan brewok tipis, alis lebat dengan hidung mancung yang pas. Tubuhnya tinggi. Setidakny...