6 (WARNING! CONTAIN SEX SCENE)

31.6K 1K 57
                                    

Apa barusan dia bilang?

Aku memperhatikan gerak-gerik Zack yang tampak gugup. Matanya mencuri-curi pandang ke arahku dengan tak tentu, yang seketika membuat aku bingung bukan kepalang. Maksudku, bukankah seharusnya aku yang bereaksi seperti itu? Kenapa malah Zack yang kelihatan lebih malu dan juga merasa tak enak terhadapku?

"Euh, Zack," sebutku ragu-ragu. Meneguk ludah terlebih dahulu sebelum melanjutkan, "Apa kau baik-baik saja?" tanyaku. "Maksudku,aku tahu apa yang terjadi beberapa hari lalu pasti sangat mengganggumu. Maka dari itu, aku ingin meminta maaf. Jadi ...."

Aku tak sempat meneruskan kalimat saat melihat Zack menggelengkan kepalanya. "Aku yang seharusnya minta maaf karena waktu itu aku pergi begitu saja tanpa mengucapkan apa-apa padamu, Charlie. Sejujurnya aku ... aku ...." Jakunnya tampak naik turun. "Aku justru senang mendengar hal itu darimu."

Jantungku tersentak mendengar pengakuannya. Apa aku tidak salah dengar? Zack tidak sedang bergurau, kan?

Zack lalu menatapku, mempertemukan kedua bola mata kami yang seketika mendatangkan sensasi kejut pada tubuhku. "Saat itu, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk bereaksi. Yah, aku kesulitan. Melihat wajahmu yang merona sebab malu setelah kau menyuarakan pengakuan itu, malah membuat jantungku berdebar-debar. Makanya aku bingung. Dan lebih memilih untuk pergi. Sebab, semakin lama aku berada di dekatmu, suaramu yang berisi pengakuan mengenai kau yang ingin melakukan hal-hal ... 'seperti itu' bersamaku justru membuatku tak tenang dan terus terngiang. Yah, aku benar-benar bingung," ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lagi dengan lesu. "Belum pernah aku merasakan ketertarikan semacam ini pada sesama jenisku. Itulah sebabnya, aku diam. Aku menunggu kau membuka pintu apartemenmu, menunggumu keluar untuk menemuiku agar kita berdua bisa bicara. Akan tetapi, kau tak kunjung muncul. Sampai tadi ... saat kau justru menyaksikan hal yang tak seharusnya kau lihat."

Penuturan panjang yang Zack perdengarkan menyadarkan aku dari keterkejutan. Ganti mengingatkan pada apa yang kusaksikan antara dirinya serta Jennifer lakukan. Apakah Zack berniat mempermainkan aku? Setelah tadi aku memergokinya sedang bercumbu dengan Jennifer, mengapa sekarang dia begini?

"Tidak, jangan memberikan aku sorot kecewa itu lagi, Charlie," sahut Zack ke arahku. Dia melangkah maju, membuatku terkesiap saat mendadak tangannya disentuhkan ke kedua pipiku. "Aku mohon, jangan berikan tatapan ini padaku. Kau hanya salah paham, tolong percaya padaku. Maksudku, tadi itu Jen dan aku hanya ... kami, euh ...."

Aku menahan desah kecewa. Ragu-ragu balas menyentuh tangan Zack yang kemudian aku turunkan. "Kau tak perlu memaksakan diri, Zack. Sejak awal aku tahu kau tak akan mungkin bisa menyukaiku juga," bisikku menahan perasaan sesak.

"Tidak, kau salah!" sangkal Zack masih berusaha meyakinkanku. "A-aku belum bisa memahami ini sepenuhnya. Maka dari itu, aku meminta bantuan Jennifer. Dan aku ... yang aku inginkan sekalipun Jen yang tengah aku cium adalah bayangan sosokmu yang justru muncul, Charlie. Kau membuatku gila."

Aku terperangah. "Kau tidak sedang bergurau, kan?"

Zack menggelengkan kepala. "Tidak, Charlie. Aku bersungguh-sungguh. Jika kau masih ragu, aku bisa membuktikannya," ungkapnya dengan sorot mata yang menggetarkan seluruh jiwaku.

Aku menahan senyum sebab bahagia. "Apa yang ingin kau buktikan?" tanyaku sekali lagi.

Kali ini, Zack memberikan jawabannya melalui sebuah ciuman di bibirku. Semula hanya kecupan singkat. Bibirku dan bibirnya saling menempel, melepas dan menempel lagi dengan canggung. Membuatku mampu mencium aroma soda yang menguar dari dalam mulutnya. Sampai kemudian Zack menarik aku merapat padanya, dan bibir bagian atasku dilahap oleh mulutnya penuh-penuh. Menggesekkan tekstur kasar brewok di bawah bibirnya ke wajahku.

Tetanggaku ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang