Epilog

27.1K 1K 98
                                    

Nama laki-laki itu Jackie Jackson. Tapi, orang-orang lebih akrab memanggilnya Zack. Usianya 19 tahun, satu tahun lebih muda dariku. Warna favoritnya adalah biru dan hitam. Dia anti alkohol, penyuka soda dan pecinta kopi. Dia suka makan--nafsu makannya sangat besar. Seseorang yang punya hobi membaca dan sangat menyukai segala materi berbau fisika dan kimia. Dan satu hal yang harus kau ketahui tentangnya, adalah bahwa dia tetanggaku sekaligus kekasihku.

.
.
.

Napasku dan napas Zack saling menerpa paras masing-masing. Aku meneguk ludah, mengusap wajah tampannya yang berhiaskan senyuman lelah. Satu lagi ronde seks yang hebat tercatat dalam sejarah hubungan kami. Kali ini, tidak lupa memakai kondom tentunya.

"Ranjangmu tidak buruk, Zack," selorohku yang mengundang tawanya muncul.

Zack membelai rambut bagian depanku yang lembab oleh keringat. "Tentu saja. Karena yang terbaik adalah goyanganku," balasnya menggoda.

Aku mendengus. "Ya, aku sedikit setuju. Seperti apapun kondisi dan bentuk ranjangnya, bila partnerku di ranjang adalah kau ... aku rasa tak akan ada masalah."

Zack memandangiku penuh arti. "Jangan buat aku ingin melakukannya lagi," katanya memperingatkan.

Gantian, aku yang tertawa. Dada Zack aku dorong perlahan, menjauhkannya dari tubuhku karena aku ingin bangun. Selalu, setiap kali aku mendudukkan diri, sensasi perih dan berdenyut sakit itu terasa di bagian dalam tubuhku. Aku meringis. Mungkin karena aku belum terbiasa.

"Apa kau ingin aku gendong dan mandikan?" Zack menawarkan sambil mengusap-usap pahaku.

Aku memukul tangannya pelan. "Ya, dan di sana kita hanya akan memulai ronde baru lagi. Tidak, tidak. Terima kasih," balasku sambil pelan-pelan turun dari ranjang. "Sebenarnya aku tidak keberatan. Hanya saja, aku masih membutuhkan kondisi tubuh yang bugar untuk dapat menjalani aktivitas dengan normal, Sayang," lanjutku lantas mengedipkan mata ke arah Zack.

Zack mengacungkan jempolnya untukku. "Aku mengerti." lalu matanya terpejam. "Setelah kau mandi, tolong bangunkan aku, ya. Tubuhku lelah sekali."

Aku tersenyum. "Baiklah. Beristirahatlah dulu."

.
.
.

"Hei, Zack. Bangun!" aku menepuk-nepuk pipi Zack lembut.

Kelopak mata Zack perlahan bergerak dan membuka. "Euh, kau sudah selesai? Apa aku tidur terlalu lama?" tubuh telanjangnya bangkit dan duduk di atas ranjang.

Aku mati-matian menahan diri untuk tidak menindihnya lagi. "Tidak terlalu lama. Segeralah mandi, lalu kita makan," ujarku sambil memunguti pakaian kotor milik Zack yang berserakan di lantai.

"Makan? Memangnya kau sudah memasak?"

Saat aku memberikan anggukan, Zack langsung saja melompat dari atas ranjang kemudian menciumi pipiku dengan gemas. "Kau selalu tahu cara agar membuatku semakin mencintaimu," bisiknya.

Aku mengecup bibirnya. "Iya. Sudah, sana! Mandi. Tubuhmu bau!"

Zack lantas berlalu menuju pintu, masih dengan tubuh telanjangnya yang seksi dan sungguh menggairahkan. Fyuuh. Untung saja Zack tidak tahu kalau aku sudah menegang lagi gara-gara dia.

.
.
.

Salah satu kebiasaan Zack yang aku sukai adalah dia yang selalu senang kepalanya dipangku di atas pahaku. Katanya, 'karena kau lebih tua, jadi kau yang harus memangku aku'. Terserahlah. Toh, aku tak akan pernah keberatan. Aku suka sifat manjanya yang seperti ini.

Suara ketukan terdengar dari luar pintu apartemen Zack. Aku dan dia saling berpandangan, dia mengernyit, lantas memukul dahinya sendiri seolah baru teringat sesuatu.

"Ada apa?"

Zack bangun lalu berdiri. "Aku ada janji dengan Bianca," katanya seraya berjalan menuju pintu.

Bianca? Salah satu teman wanitanya itu?

"Hai, Zack. Maaf sekali aku sedikit terlambat."

Suara Bianca terdengar ceria. Bunyi sepatu hak tinggi yang menginjak lantai menggema, semakin mendekat kemari.

"Oh, Zack, kau ada tamu?"

Bianca gadis yang cantik. Rambutnya pirang bergelombang, kulitnya gelap dan wajahnya dipoles make up yang tak terlalu tebal. Rok mini merah ketat yang dikenakannya berpadu pas dengan kemeja polos yang ia pakai. Kesan seksi sudah saja melekat padanya sekali aku melihat. Bukan karena aku tertarik, tetapi aku memang mengakui kecantikannya. Untung saja Zack tidak pernah tertarik padanya.

Zack menatapku lalu tanpa ragu menjawab, "Dia tetanggaku."

Iya. Aku memang tetanggamu, Zack. Batinku sedikit kecewa menimpali.

"Dan dia juga kekasihku."

Kata-kata yang Zack perdengarkan selanjutnya tak hanya mengejutkan Bianca, tapi sekaligus aku.

Mataku melotot ke arahnya. "Zack ...." desisku cemas.

Bagaimana bisa dia mengekspos mengenai hubungan kami dengan sesantai itu? Tidak takutkah dia kalau-kalau Bianca akan merasa jijik atau jengah? Sekalipun gay bukanlah sesuatu yang baru di lingkunganku. Tetap saja kemungkinan orang yang tak mampu menerima selalu ada.

Bianca memandangi aku dan Zack bergantian dengan mulut yang membulat. "Wow, Zack. Sekarang aku tahu kenapa kau tidak pernah sekali pun bisa kami goda. Jadi, ternyata kau menyukai laki-laki?" tas yang dibawa Bianca dipukulkannya ke lengan kokoh Zack dengan kesal. "Laki-laki biadab. Seharusnya kau jujur sejak awal, jadi aku dan yang lain tidak terlalu lelah berusaha keras demi menarik perhatianmu," ujarnya mendengus, setelah itu berjalan menuju ke arahku dan duduk di sampingku. "Jadi, siapa namamu?" dia lalu beralih menatap Zack lagi. "Kau keparat yang beruntung, bisa mendapatkan pacar laki-laki semanis anak ini."

Wajahku pasti sudah memerah karena pujian itu.

Zack tertawa. Dia berjalan menghampiriku, kemudian memeluk aku dari belakang. "Namanya Charlie Anderson. Perlu kau ketahui, hanya dia laki-laki yang pernah dan yang akan aku sukai. Dan dia dua tahun lebih tua darimu."

Bianca terkesiap. "Mustahil," komentarnya terdengar takjub.

Tanpa sungkan Zack mendaratkan ciuman ke pipiku. Seketika saja sebuah tamparan Bianca layangkan ke pipinya. "Ew! Kau menjijikkan! Jangan membuatku iri, Dasar bajingan!" makinya lalu tertawa pelan.

Aku hanya mampu menunjukkan senyuman malu untuk Bianca. Sedangkan gadis ini tidak terlihat keberatan sedikit pun dengan keberadaanku dan statusku sebagai kekasih laki-laki dari teman laki-lakinya. Aku merasa beruntung.

Aku beruntung memiliki Zack sebagai kekasihku. Pun, dia sosok tetangga yang luar biasa. Aku sungguh mencintainya.

--FINAL

Tetanggaku ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang