Aku tahu tuhan pasti telah mengatur sedimikian rupa pasal kebahagiaan dan penderitaan segenap umatnya. Tak ada kehidupan yang selalu terisi dengan kebahagiaan, begitupun sebaliknya tak ada kehidupan yang jenuh dan dipenuhi penderitaan. Sebuah kehidupan yang menjadi amat berarti dengan hadirnya beberapa penderitaan yang memberikan lebih banyak makna kepada akhir bahagia yang selalu di impikan.
Di kehidupan nyata ku saksikan hal ini dengan melihat seluk beluk kehidupan sahabatku lutfi. Tak seperti yang kubayangkan. Rini menyukainya dengan tulus, setulus apa adanya sebuah hati yang murni. Setengah tahun mereka dekat seperti itu namun sampai sekarang tak ada sedikitpun kendala yang memberi jarak kepada mereka. Jujur aku senang dengan hal itu. Sekarang lutfi telah menyewa kamar kos di kota Pinrang, setelah 7 tahun hidup bersama kami di rumah kecil kami. Kini dia sudah dewasa, baik fisik ataupun juga dengan sifatnya.
•°•°•°•
Hari ini akan ku kunjungi toko itu lagi. Tugas di dalam organisasi sudah rampung dan akhirnya kini aku punya waktu luang sepulang sekolah. Pak Agus Ramlan penjaga gerbang sekolah tertidur pulas di pos-nya, kulewati gerbang sekolah dan kulihat jelas ia tertidur pulas melepas penat akan pekerjaannya seharian ini. Di jam seperti ini, memang sudah waktunya untuk dia beristirahat. Kesehariannya yang penuh dengan kesibukan itu menguras tenaga didalam tubuhnya yang kian menua. Bekas luka di pergelangan tangannya itu akibat dari tugasnya untuk melindungi siswa-siswa di sekolah ini. Dua orang dewasa bertampang sangar bersenjatakan badik dan parang belum cukup untuk memukul mundur keyakinan dan ketetapan hati Pak ramlan. Luka tebas di pergelangan tangannya itu mungkin hanya sebuah masalah kecil baginya, ketimbang kewajibannya menghidupi keluarganya. Aku mulai mengerti beban orang dewasa di waktu yang akan datang, di masa itu mungkin saja aku juga akan merasakan hal serupa.
Ku ikuti arah terotoar panjang ini, berjalan menyusurinya ternyata se-menyenangkan ini. Hari ini aku mendapat sedikit kesialan, roda depan sepeda-ku bocor dan aku tak punya cukup waktu untuk membawanya ke bengkel. Kuputuskan untuk berjalan kaki dan hasilnya tidak buruk, otot-otot pahaku yang sering terasa sakit saat jam olahraga menghilang dan sama sekali tak terasa saat pertandingan basket pagi tadi. Sekarang aku harus melewati jalur yang sama di perjalan pulang ku ini, apa boleh buat, mungkin kini hasilnya hanya rasa penat dan sedikit siksaan sensasi pegal malam hari nanti, namun itu tidak apa-apa, aku harus sedikit irit dalam menggunakan uang, aku harus membeli gitar listrik, masalah kualitas dan ketahanannya belakangan, aku butuh satu untuk lomba gitaris bulan depan, tabungan-ku hampir memenuhi harga gitar listrik di toko musik kecil di samping mall dan sebisa mungkin aku harus meminimalisir pengeluaranku saat ini, ini demi impian ku.Aku melihat jam tanganku dan sekarang ternyata sudah hampir pukul empat sore. Seingatku melodies buka pukul tujuh pagi dan tutup pada pukul enam sore, dan sekarang sisa dua jam hingga toko itu tutup, tak ada yang bisa kulakukan selain melepaskan seragam sekolahku dan dengan memakai kaos oblong biru navy yang kujadikan dalaman, aku mempercepat langkahku kakiku dan mulai berlari sambil mengatur kecepatan nafasku.
Aku sudah ada di depan toko ini, dan aku bingung antara memilih untuk masuk atau meneruskan perjalanan pulang. Di depan beranda toko ini aku berdiri layaknya orang asing yang kehilangan arah. Dan beberapa saat kemudian setelah ku perhatikan, ternyata seseorang mendekat dan hendak membuka pintu toko yang terbuat dari kaca itu, wajahnya tak tampak dengan jelas akibat dari pembiasan cahaya dari kaca ini yang sedikit kabur. Yang terlihat hanya sosok tinggi yang memakai baju berwana biru langit yang sangat cerah. Beberapa saat setelah ia mendekati pintu, gagang pintu berputar lalu mulai terbuka hingga akhirnya terbuka seutuhnya.
"Eh... Nak iwan, tidak masuk?"
"Oh!, maaf om, iwan tadi ngelamun di depan toko om, mengganggu para pelanggan ya om, maaf ya om"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our story
Romance"Ayah... " "Apakah ayah sangat mencintai ibu..? " "Tentu saja sayangku.. ibumu adalah awal semua kebahagiaan ayah.. " "Benarkah.. ? " "Tentu saja, dia segalanya bagi ayah " "Seberapa banyak kasih sayang, ayah kepada ibu..? " "Walau jumlahnya tak je...