" Wah...!! Rumahnya Dina gede juga yah!"
"Iss Refal... santai aja kali"
"Apa salahnya coba, asal kau tau ya may, di kampungku di ujung pinrang sana, jangankan rumah tinggi berpagar besi seperti ini, rumah kontrakan yang ada bunyi-bunyian burungnya aja nggak ada"
"Fal, kami tau itu, sebelum kau menjelaskannya bahkan kami lebih dulu mengerti, kenapa.... kau tau kenapa?.... Tampang kotor lusuh mu itu yang menjelaskannya"
"Maya, jangan bawa-bawa sandangku kalau marah"
"Ah!!! Udah udah udah... Kayaknya hanya kita bertiga yang datang, dasar"
"Res, Iwan ada di belakangmu dan kau tak menghitungnya "
"Oh, berempat, Kasih tau dari tadi kek May"
"Alasan kau.... "
Bodoh amat dengan orang-orang ini.
"Kak Iwan!!!...."
"Dina!! Eh tu dina yah....?"
Seketika suasana membosankan ini berubah, Dina memakai baju Onepiece dengan hijab setengah badan. Meneduhkan mata..
"Eh... Sudah banyak yang datang yah, silahkan masuk, kenapa berhenti di sini sih! "
"Din...."
"Ada apa Dea?"
"Lain kali kalau kita jalan berdua, saya rasa menjadikan mu sandra akan lebih menguntungkan"
"Hehehe.... Jangan dong"
•°•°•°•
Semua berjalan lancar, yah busa disebut lancar. Tugas kelompok itu selesai beberapa menit sebelum waktu isya, kamu beranjak dari ruangan itu saat azan berkumandang dan mereka semua meninggalkan ku di beranda rumah. Bapak Riarto beni Sanjaya. Ayah Dina, menahan pundakku, sesaat setelah ku kenakan sweaterku dan beranjak keluar. Sangat aneh, sebelumnya aku hanya mengenal namanya, Bapak Riarto Beni Sanjaya, seorang investor besar, pebisnis masyur dengan kekuasaan politik raksasa. Tapat dibelakang ku, mengenakan kaos putih, sandal indoor dan boxer rumahan. Memandangku dengan sedikit anggukan, tanda bahwa adanya hal yang ingin ia bicarakan.
Aku mulai berfikir, mungkin aku benar-benar salah dalam memilih keputusan untuk akrab dan menyukai Dina.
"Nak, Iwan.... ?"
"Iya... I-Iya saya"
"Jadi cuma segini saja?, bapak kecewa, sangat kecewa dengan mu nak"
Bingung melihatnya memandangi arah lain saat berbicara kepadaku, lagipula kalimat itu mungkin memang benar bukan untuk ku
"Dina!!, berhenti bersembunyi dan cepat kemari"
Dibalik jam di pojok ruangan, Dina menampakkan dirinya, ada apa dengannya, jilbabnya berantakan, mata merah, nafas tak beraturan. Sangat jelas, dia baru saja menangis.
"Kak Iwan!!, jangan pedulikan ayah dan pulang lah!! "
"Eh?"
"Pulanglah kak, ayah tidak menyambutmu dengan baik"
Oh, jadi seperti inu ceritanya, aku ditolak dirumah ini, benar-benar jelas, sangat jelas
"Jangan berbicara seperti itu pada tamu kita ini, anakku sayang, Dia harus disuguhi sesuatu sebelum beranjak, kamu tau kan.... Dia yang dipilih oleh mu kan, nak? "
"Ayah lepaskan Kak Iwan!!"
Sesuatu berubah pada Dina, aku tak pernah melihat ekspresi itu sebelumnya
"Iwan, kau benar-benar hebat yah, saking hebatnya kau, anakku pun jadi se-kurang ajar ini"
"Apa maksud bapak? "
"Kau bertanya seperti pria payah tanpa nyali"
"Saya sangat tidak mengerti apa maksud bapak, yang jelas saya akrab dengan Dina tanpa ada alasan apapun, saya sangat senang dengannya dan saya tidak bermaksud untuk memanfaatkannya"
"Semua orang berkata seperti itu nak, tunggu sebentar... Pelayaan!! Secangkir tequila panas, bawakan tamu kita yang satu ini"
"Ayah!!!, jangan apa-apakan Kak iwan atau Dina batalkan resital piano Dina"
"Ayah tak peduli dengan hal itu nak, asal kau tau, ayah lebih memilih kamu sendirian tanpa teman seperti sejak SMP silam, daripada dikerumuni oleh anjing kampung dengan akal kotor bak babi seperti anak ini"
"Ayah.... "
"Tequila panas, silahkan tuan"
"Tuangkan untuk Iwan"
"Bapak, ada apa ini?, saya tak minum alkohol"
"Tentu saja kamu tau, kau memang pecundang, nak"
"Perihal itu aku tak peduli, imanku lebih kuat dari bapak, itu yang aku tau"
"Bicara iman untuk saat ini tidak penting, minum itu dan bagaimana buktikan perkataanmu yang sebelumnya"
"Setidaknya aku lebih kuat daripada bapak dalam hal pendirian"
(Gluk...Gluk... ....Gluk...)
"Minuman setan seperti ini..... (huft...huft...huft)..... Minuman setan seperti ini tak ada apa-apanya"
"Kak iwan.... Dina minta maaf..."
"Kau sekarang terlihat lemah, seperti halnya ketetapan hatimu itu, lembek!! "
"Akan ku nikahi Dina!!..., hari itu akan ku rebut dia dari cengkraman tangan busuk mu itu! "
"Ah?... Hahaha!!... Itu yang ingin kudengar darimu, tapi mari kita lihat... Apakah hati lembek mu itu mampu membuktikannya"
"Setidaknya hati lembek ku ini lebih mampu membimbingnya ke surga Allah, daripada Hartamu yang kotor itu, lihat saja!!, Bapak akan melihat Dina tersenyum, tersenyum dengan amat bahagia tanpa paksaan, lihat saja... Lihat saja!!"
Bibirku mengering, padanganku memudar, semua terlihat buyar di mataku, kakiku bergetar hebat, aku dapat merasakan keringat bercucuran hebat di punggungku, apa yang orang tua ini campurkan didalam minuman itu.
•°•°•°•
Akhirnya tersampaikan, mungkin itu mampu meredam suasana, setidaknya untuk sementara. Keluarga berdarah biru memang menakutkan. Zat Etanol dengan jumlah yang banyak ditemukan di dinding-dinding usus ku. Menjadi alasan utama hilangnya kesadaran ku sore itu.
Dia benar-benar ingin membunuhku. Aku tak yakin kalau itu adalah bentuk kecintaannya pada putrinya.
Mungkin wajar, tampang ku memang lusuh bak preman pasar, aku akan membenahinya nanti.
Lagipula proposal lamaran ku diterima, Hahaha, namun inu akan menjadi tambah susah, aku sadar akan hal itu
KAMU SEDANG MEMBACA
Our story
Romance"Ayah... " "Apakah ayah sangat mencintai ibu..? " "Tentu saja sayangku.. ibumu adalah awal semua kebahagiaan ayah.. " "Benarkah.. ? " "Tentu saja, dia segalanya bagi ayah " "Seberapa banyak kasih sayang, ayah kepada ibu..? " "Walau jumlahnya tak je...