Sangat amat

22 8 5
                                    

     Langit-langit terlihat asing, dua buah kursi biru di pojok ruangan itu juga terlihat asing, lukisan itu, lukisan pedesaan itu juga tak pernah kulihat sebelumnya. Sensasi ini, sensai empuk lembut kenyamanan ini juga terada asing, semua ini adalah kejanggalan yang tak pernah kurasakan sebelumnya.

Pangkal leherku terasa sakit, kaki-ku terasa kaku dan seakan terlilit oleh sesuatu. Seseorang tertidur di sisi kiriku, dia bukan ibu, ibu tak punya kaos bermotif mickey mouse seperti ini, sedikit berlebih membayangkan ibu ku memakai ini. Siapa ini?..

Dengan posisi tertelungkup menatap arah sebaliknya, sesaat dia membalikkan tatapan, akhirnya kami bertatapan.

"Dina... "

"Hmmm....... "

"Dina?... "

"Hm...  Hwaaaaaa.... kak Iwan... Eh... Kak Iwan?? "

"Kok bisa...? "

"Kak Iwan!!, Alhamdulillah!!.. Akhirnya siuman, Kak Iwan!! "

•°•°•°•

     13 Oktober, 1992. Aku terbaring dengan beberapa tulang rusuk, lengan bagian bawah, dan bahu kanan yang patah. Seseorang menemukan ku tergeletak tak sadar di tepi jalan.  Nyawaku terselamatkan. Namun sistem ototku sangat kacau dan perlu di rehab beberapa bulan. Pertanyaannya, mengapa Dina bisa tertidur pulas di samping ku malam itu?.

Ya...  Dia yang menemukan ku, dibawah guyuran hujan seorang wanita dengan susah payah menggotong ku turun dari mobil dan menjerit meminta bantuan para perawat di pintu masuk rumah sakit.
Dina menyusulku setelah kembali dan melihat sofa tempatku kosong.

Aku tak tahu pasti apa makna semua perbuatannya yang berlebihan itu, jika harta yang diinginkannya sebagai pembalasan semua jasanya itu maka aku tak bisa memenuhinya.

"Dina..."

"Iya kak? "

"Kamu pulang saja, aku bisa mengatur semuanya mulai dari sekarang"

"Ah tidak mau"

"Kamu ini!!, tujuh minggu kamu tak masuk sekolah. Masalahku juga akan memberimu masalah, kau tahu itu kan? "

"Iya, dari awal semua ini salah ku, hari itu aku tak bisa menahan keinginan ku mengundang kakak ke pertunjukan, aku ingin melihat resital bersama kakak, bodohnya aku, ayah memanggilku dan meninggalkan kakak sendiri di samping wanita aneh itu, ini semua salah ku,  sejak awal aku meniatkannya"

"Bodoh... Aku kembali karena keinginanku sendiri"

"Bukan itu kak, maksudku.... "

"Aku tak sanggup duduk di kursi itu, Dina, itu menyiksa golongan rendah seperti ku"

"Bukan kak... Kakak... "

"Mereka menatapi ku bagai seekor tikus, aku terlalu naif"

"Tapi itu bukan... "

"Mereka merendahkanku Dina, sejak awal aku menapakkan kaki di sana"

"Tapi kak... "

"Itu benar Dina, semua itu benar... "

"Kalau begitu m-maafkan Dina kak"
    
     Sebuah argumen berakhir dengan adanya penyelesaian, Dina memelukku dari belakang dan itu-lah penyelesaiannya. Aku sadar aku mencintainya namun aku terlalu rendah untuk itu, aku sangat menyukai gadis ini.

Sangat amat menyukainya.

Enam bulan rehabilitasi dan akhirnya aku diperbolehkan pulang meski harus memakai tongkat penopang.

Our storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang