19. Kehilangan

11.7K 1K 118
                                    

Tatapan Iqbaal yang tajam perlahan melunak saat ia sadar. Perempuan di cengkramannya itu tengah menahan takut. Saat dilepas, (Namakamu) langsung berlari keluar. Menenangkan diri.

''(Nam).''

Ketika tahu Iqbaal menghampirinya, (Namakamu) menghindar dan masuk ke kamar. Namun lagi-lagi Iqbaal menghalangi.

''Awas.''

''(Nam), maaf. Aku tadi reflek. Aku nggak maksud nampar kamu. Maaf.''

Kali ini (Namakamu) memberanikan diri menatap Iqbaal langsung di mata. ''Kalo kamu kira aku sekuat itu, kamu salah.''

Iqbaal mencoba menyentuh pipi (Namakamu) tapi tangannya langsung ditepis kasar.

''Aku capek berpura-pura kuat. Aku capek!

''Ini udah saatnya kita pisah, Baal. Aku punya hati. Kesabaran aku ada batasnya. Dan makasih karena udah coba menguji aku.''

***

''(Nam), aku mohon, pikirin dulu baik-baik,'' pinta Iqbaal lirih.

Sementara (Namakamu) tetap berjalan kearah kamar tamu tanpa memperdulikan Iqbaal.

***

Lagi-lagi (Namakamu) membiarkan dirinya diguyur shower air dingin. Baginya, air shower  itu seakan membawa pergi masalahnya.

''(Nam)! Buka, (Nam)!'' Iqbaal khawatir ketika mulai mendengar bunyi gemericik air dan isakan dari kamar tamu.

Tubuhnya kelu untuk merasakan apa-apa. Kecuali di bagian yang terus ia genggam erat. Hatinya. Bahkan disaat tubuhnya kedinginan, rasa sakit itu masih bisa terasa.

BRAAAK

Terpaksa, Iqbaal mendobrak pintu karena takut sesuatu terjadi pada (Namakamu). ''(Nam), kamu ngapain, (Nam)?!''

Disertai panik, Iqbaal menggotong (Namakamu) yang menggigil keatas kasur. Hipotermia. Setelah menggulung tubuh (Namakamu) dengan selimut, Iqbaal mendekapnya erat.

''(Nam), kumohon, jangan ngelakuin hal bodoh ini lagi. Maaf, (Nam), maaf.'' lagi-lagi penyesalan tak berarti diucapkan Iqbaal.

Dengan tangan yang gemetar karena dingin, (Namakamu) mendorong Iqbaal menjauh. ''Pe-er-gi!''

Pelukan Iqbaal semakin erat. Pria itu tidak tega membiarkan (Namakamu) kedinginan.

''PERGI!'' bentak (Namakamu) dengan seluruh sisa tenaganya. Suaranya yang keras cenderung bergetar karena keadaannya.

''Nggak, (Nam), nggak. Aku nggak akan pergi.''

Dada Iqbaal terdorong dan (Namakamu) berjalan sempoyongan keluar kamar.

Iqbaal menatap nanar punggung perempuan yang duduk di balkon malam itu. Dari gerakan pundaknya, ia sulit membedakan. Apakah perempuan itu menangis, atau menggigil kedinginan. Ia bukannya tidak ingin menghampiri (Namakamu). Namun hanya takut akan ditolak seperti tadi.

***

Selama seminggu berikutnya, (Namakamu) maupun Iqbaal tidak bertegur sapa. Mengingat ia masih berperan sebagai istri, (Namakamu) tetap menyediakan sarapan dan makan malam. Walau dirinya akan selalu absen di meja makan.

Hampir saja (Namakamu) melupakan anak yang sedang di kandungnya. Ia pun segera memeriksa keadaan anaknya. Takut jika kejadian waktu itu mempengaruhi kondisi bayinya.

''(Nam), dokter kirim pesan ke aku. Kamu bikin janji buat check up nanti sore?''

Gagal sudah rencananya untuk pergi ke dokter tanpa diketahui. Iqbaal tiba-tiba saja pulang dari kantor pada siang bolong.

[2] Daddy Ale × IDR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang