Hari ini Steffi dan Salsha mengajak (Namakamu) jalan. Mereka, yang tahu mengenai masalah Iqbaal merasa kasihan jika (Namakamu) terus-terusan di rumah. Maka dari itulah, ide yang dicetuskan Steffi terwujud.
''Kalian kenapa nggak dateng?'' tanya (Namakamu) saat mereka menunggu makanan.
Steffi menggebrak pelan meja food court. ''Hellow ... Ngapain gue dateng ke pernikahan hasil perselingkuhan? Seharusnya, lo juga pergi aja nggak usah di situ, (Nam).''
''Mereka batal nikah.''
Mata Steffi dan Salsha membulat. Keduanya saling berpandangan. ''Lo serius? Kok bisa?'' tanya Salsha menuntut.
''Ayah kandung anaknya Zidny dateng.'' dengan napas tercekat (Namakamu) akhirnya berhasil mengatakanya.
Tiba-tiba saja Salsha menepukkan tangan. Membuat kedua sahabatnya terlonjak kaget. ''DUH GUYS!''
''Bego ah, lo mah, Sha. Untung anak lo nggak dibawa,'' cerocos Steffi panik.
Salsha memamerkan jejeran gigi putihnya. ''Maaf, maaf. Stef, kita kan jalan buat seneng-seneng. Bukan buat bahas gituan!''
''Oh iya, maaf ya, (Nam),'' ujar Steffi tak enak hati. Ia tersenyum kikuk kearah (Namakamu).
Makanan mereka datang. Jadi (Namakamu) tidak bisa langsung menjawab Steffi dan Salsha. Ketiganya memakan hidangan di hadapan mereka dengan perlahan. Dalam hati, Steffi dan Salsha tidak enak kepada (Namakamu). Karena telah membuka luka yang seharusnya di obati hari ini.
''(Nam), maaf ya,'' kata Steffi, lagi. Kini mereka tengah berjalan menuju butik.
(Namakamu) tersenyum. ''Gue duluan kok yang mulai. Bukan salah lo berdua.''
''Tapi tetep aja gue mancing,'' balas Steffi tak mau kalah.
Sambil mengibas-ngibaskan tangan, (Namakamu) terkekeh. ''Kalo gitu, nggak usah bahas lagi. Kita udah sampe nih.''
Salsha langsung berjalan lebih cepat memasuki butik. Sedari tadi, ialah yang paling exited untuk pergi ke butik.
''Sepupu lo nggak bisa tau diri ya. Lagi hamil bukannya diem dikit gitu,'' komentar Steffi sambil geleng-geleng.
''Bawaan bayi kali ah. By the way, kapan lo sama Deva bisa nyusul?'' goda (Namakamu) pada akhir kalimatnya.
Reflek Steffi menyikut pinggang (Namakamu). ''Lo mah suka gitu!''
''Nggak apa dong ... Lagian gue kasian liat lo sendirian tiap kita ngumpul. Apa perlu gue bantuin ngode?'' tawar (Namakamu) tulus diselingi tawa.
''Ganti topik! Bahas itu lagi, gue sleding ye!''
***
''Kamu abis dari mana?'' tanya Iqbaal yang ternyata sudah pulang. Pria itu tengah menonton TV dengan baju rumahnya, kaos oblong dan celana pendek.
''Jalan sama Steffi-Salsha.'' (Namakamu) meletakkan sebuah plastik bungkusan di meja TV. ''Dimakan.''
''Kamu?'' Iqbaal mulai membuka plastik itu dan mengeluarkan isinya, mie ayam.
''Udah.''
Iqbaal mengangguk-angguk. ''(Nam) ... Kamu mau nggak ... Emmm ...''
''Iya. Aku tau. Tapi aku beres-beres rumah dulu,'' sela (Namakamu) karena tahu maksud Iqbaal.
Hari ini hari Jumat. Waktunya Iqbaal movie marathon. Dan (Namakamu) sudah hafal akan kebiasaan pria itu. Walaupun sedang marahan atau sedih, tetap saja, keduanya akan ada di ruang TV pada saat itu.
***
Malamnya, selesai beres-beres rumah, (Namakamu) keluar kamar. Ia tidak terkejut ketika mendapati banyak makanan diatas meja TV. Toh memang biasanya seperti itu. Juga sofa yang sudah di set menjadi kasur lengkap dengan selimut dan bantal.
''Makasih ya udah mau nemenin aku,'' kata Iqbaal ditengah pembukaan film.
(Namakamu) mengangguk lalu menoleh ragu kearah Iqbaal. ''Mmm ... Baal.''
''Ada apa, (Nam)?''
''Mulai besok aku mau kerja lagi.'' sebenarnya bisa saja (Namakamu) tidak mengatakan hal ini. Namun, tetap saja Iqbaal suaminya.
Iqbaal menoleh, agak jengkel. ''Di tempat Septi lagi?!''
''Bukan. Aku sama Steffi pengin buka toko kue. Tadi sekalian survey tempatnya,'' jelas (Namakamu) buru-buru.
''Perlu aku bantu nggak?'' tawar Iqbaal tulus.
''Nggak apa kok. Lagian aku sama Steffi bukan cuma berdua. Ada Salsha,'' tambah (Namakamu) meyakinkan Iqbaal.
Sebuah decakan keluar dari mulut Iqbaal. ''Kalian bertiga itu perempuan. Seenggaknya butuh satu cowok. Jangan batu.''
(Namakamu) mengangguk nurut. Ia pun terlarut dalam film yang diputar.
Malam itu, dalam kegiatan yang sama, orang yang sama, camilan yang sama, namun ada yang berbeda. Jika biasanya (Namakamu) akan tertidur di dalam dekapan Iqbaal, sekarang tidak. Ia memilih memeluk gulingnya. Karena tentu, masih menjaga jarak.
***
Pagi hari saat (Namakamu) bangun, ia sedikit terlonjak. Posisi Iqbaal saat itu sangat sulit dijelaskan. Tangannya memeluk (Namakamu) dan kepalanya bersender di pundak perempuan itu.
Sebenarnya, hati (Namakamu) sedikit menghangat. Ia rindu keadaan seperti ini. Namun tetap saja, ia tidak ingin menjadi bodoh karena dengan mudahnya memaafkan Iqbaal. Semuanya butuh waktu.
''Baal, bangun, Baal,'' panggil (Namakamu) sambil menjauhkan tangan Iqbaal dari tubuhnya. Tetapi, tangan itu kembali merengkuhnya.
''Ish, Baal!'' ulang (Namakamu) sedikit lebih keras. ''Berat tau!''
''Sebentar lagi,'' lenguh Iqbaal serak.
Karena takut akan terbawa suasana, (Namakamu) ingin berdiri. Lagi-lagi, hatinya menahan. Membuatnya menikmati setiap detik dimana hatinya berdesir melihat Iqbaal tertidur di sisinya.
Kenapa sih, Baal? Setelah semua yang kamu lakuin ke aku, kenapa aku tetep nggak bisa benci sama kamu?
🙇
Bersambung ...
Maaf ya pendek :( udah ngantuk bet
Note : aku akan jarang up karena belajar untuk UN dan kawan-kawan.
Pengumuman Q&A terpilih mungkin hari senin ya
Semoga suka part ini
xoxo, m
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Daddy Ale × IDR ✔
Fanfiction[COMPLETE] -SEQUEL SOSIAL MEDIA- Kehidupan (Namakamu) dan Iqbaal setelah menikah sangatlah bahagia. Namun, kita tahu, di dunia ini tidak ada yang sempurna. Begitu juga (Namakamu) dan Iqbaal. Ketika kekecewaan melebihi harapan dan kemampuan, yang bis...