~3~

5 1 0
                                    

Aku menenteng tas biolaku sambil lambat-lambat menyusuri lorong sekolah yang sepi. Setelah melewati deretan kelas sepuluh, aku berkelok ke kanan, lalu berjalan lurus hingga tiba di sebuah bangunan bercat lembayung. Dari luar aku dapat mendengar suara petikan gitar dari sound system dan beberapa pekikan khas. Aku menyandarkan tubuhku ke dinding, persis di sebelah rak sepatu. Sekitar seperempat jam kemudian, terlihat beberapa gadis bergaun merah pendek berduyun-duyun keluar.

Tahu-tahu Peony sudah berdiri di hadapanku, lalu ia bertanya, "Aku lama, ya?"

"Banget! Aku udah nunggu lama. Udah cepet pake sepatumu!" ujarku sedikit berbohong. Tidak sedikit, sih.

"Iya, iya!" gerutu Peony yang kemudian meraih sepatunya di rak.

Sepersekian detik berikutnya aku dikejutkan teriakan melengking Peony. Dengan gesit aku menoleh ke arah gadis itu, begitu juga dengan beberapa siswa yang masih ada, mereka langsung mengelilingi kami. Peony ambruk ke lantai dengan darah segar yang mengucur deras dari telapak kakinya. Kejadiannya cepat sekali. Kemudian Peony merintih pelan, perlahan air mata bergulir di pipinya. Aku melempar tas biolaku lantas mendekati Peony, melepas sepatunya dengan satu gerakan. Dan betapa terkejutnya aku.

A Girl Named PeonyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang