Surat Untuk Tuhan (1)

452 6 0
                                    


Assalamuallaikum.

Entah haruskah aku ucapkan salam ketika berjumpa denganMu esok atau tidak. Sementara Engkau adalah sumber dari "salam" itu sendiri. Tulisan ini terinspirasi dari seorang penulis buku yang membuat surat cinta kepada sosok yang tak pernah bisa ditemuinya lewat fisik. Mereka hanya bisa bersua lewat tentara kata yang Engkau persiapkan dengan taktis untuk kondisi seperti itu. Kondisi dimana seorang kekasih tak mungkin bertemu dengan kekasihnya.

Aku tau, seharusnya kata kata ini kulontarkan dalam balutan doa-doa di sepanjang sujudku. Di tengah malam yang sepi seperti permintaanMu. Dalam kondisi yang aku harus berupaya membuktikan cintaku kepadaMu. Aku mau menceritakan sedikit hal yang berbau keluh kesahku tempo hari.

Aku yakin Engkau bagian dari peristiwa kemarin. Sangat-sangat yakin tepatnya. Kemarin, atau aku mulai dari kemarin lusa ketika aku berusaha menebak cuaca dan hal-hal yang akan terjadi di hari itu. Paginya aku menyempatkan melihat prakiraan cuaca. Dan Engkau pasti tau bahwa prakiraan cuaca saat itu mengatakan bahwa hujan akan membasahi tanah tempatku berpijak, hujan akan menyapa sela-sela kerinduanku, memalaskan hariku juga tepatnya. Lantas yang kedua adalah prediksiku bahwa jam kuliahku akan sangat panjang hari itu. Aku mengira aku akan pulang sangat suntuk dihari yang kukira sedikit "terkutuk".

Dan campur tanganMu pun terjadi. Cuaca cerah hari itu, menggagalkan setiap prediksiku. Tapi roda depanku bocor tepat sesaat sebelum aku hendak memacu sepeda motorku menuju kampus. Aku panik saat itu, kuhubungi setiap orang yang mengaku temanku. Namun seperti biasa, nasehat lama terulang kembali bahwa aku tak bisa mengandalkan atau mengharapkan sesuatu kepada orang lain. Aku ingat betul, hari itu ada presentasi dengan dosen yang tak mau diajak kompromi. Dosen muda namun berbahaya. Aku bingung saat itu, lantas kutenangkan diriku dan seketika muncul ide cemerlang dari lisan seorang laki laki.

" tukeran motor tho"

Nah, itukah suaramMu? Entah tapi yang jelas aku bertukar motor dengan rekan kerjaku yang beruntung sekali dia sangat baik hari itu. Pendek kisah, aku sampai di kampusku lantas memulai presentasiku.

Ke'esokan harinya, dosen muda dan berbahaya ini mengadakan penggantian jadwal kuliahku. Perkuliahan dimulai dan aku memprediksi akan selesai sangat larut. Tapi ternyata dosen dan cuaca di dua hari itu sangat kompak. Mereka berdua tak mau ditebak. Aku pulang lebih awal dari jatah yang seharusnya. Dosen meminta maaf dan kami semua pulang lebih awal.

Dan kemarin giliran roda belakangku yang bocor. Ditempat dan waktu yang sama. Namun aku menyadarinya terlalu lama. Aku baru tersadar sesaat ketika aku sudah sampai di kampus. Alhasil pulang dari kampus aku harus menuntun sepeda motorku ke tukang tambal ban yang berjarak kurang lebih setengah kilometer dari tempat parkirku. Aku yakin kau tau detil detil kejadian waktu itu. Karena aku merasa kau bersamaku.

Ada hal yang kuingat hari itu. Salah satu temanku nampak murung dan ada masalah. Namun tak sedikitpun dia mau bercerita kepadaku. Bukan masalah. Kusarankan dia untuk keluar memandangi bulanMu, memandangi refleksi dari kekasihMu. Yah itulah ceritaku kemarin.

Ada hal yang bisa aku dapatkan dari cerita kemarin. Yakni di dunia ini tak ada satupun yang mampu aku tebak dengan tepat.

Ahh... Perduli sekali dengan masalah itu. Aku lebih memilih memikirkanMu lagi. Aku rindu, merindui malam bersamaMu, merindui tangis meski aku juga tak mau menangis. Aku yakin Kau memandangiku saat ini. Aku hanya ingin berkata padamu. Tuhan izinkan aku menceritakan kisahku pada dunia. Tentang betapa perhatianya dirimu padaku dan padanya.

Aku pikir sudah panjang suratku hari ini tapi tak ada sedikitpun niatan untuk mengakhiri surat itu disini.

Arsa.


Surat Untuk TuhanWhere stories live. Discover now