Surat Untuk Tuhan (2)

149 3 0
                                    



Aku bingung memulainya darimana. Semua kata tak akan berguna ketika Kau tak mengizinkanya. Surat yang kutulis ini mungkin tiada guna bagiMu. Tapi karena cinta, aku akan merutinkan menulisnya.

Membaca setiap tulisan yang pernah keluar melalui ujung saraf jemari jemariku yang tak lain adalah pemberianMu. Engkau sedang apa ya saat ini? Memandangiku kah? Memperhatikanku kah?

Aku ingin bertanya kepadamMu. Haruskah setiap rindu kutulis dengan nada yang pilu ataupun sendu?. Bolehkah aku sedikit bercanda denganMu?. Menertawai setiap jengkal takdirku bersamaMu?. Menertawai keabsurd'an ku juga?. Jujur aku lebih suka menjumpaiMu dalam tawa. Dalam balutan cerita cinta.

Meski sudah kubuktikan bahwa setiap rasa sakit yang kuderita, berhasil membawaku mengingatmu lebih dari yang sebelumnya. Kata rumi, Kau kenal rumi kan? Aku yakin Engkau yang mengenalkanku padanya. Sosok yang lewat kata-katanya mampu membuatku paham apa itu cinta dan jalan para pecinta. Dia bilang padaku.

" Apa yang membuatmu yakin bahwa hidupmu akan jauh lebih baik jika semua hal yang telah kamu lalui tidak terjadi? "

Banyak hal terjadi dalam kehidupanku. Dan aku pun bersyukur Engkau beri pemahaman baru setiap saat. Meski kadang aku merasa agak sedikit gila karena tak ada satupun yang menyamai atau memahami apa yang aku rasa. CintaMu benar benar ada di ranah rasa. Yang ketika aku mengabarkanya pada orang lain, cinta itu menjelma menjadi hambar terdengarnya. Seolah cinta itu tiada sebelumnya. Padahal cinta itu membersamaiku sebelumnya.

Karena itu, aku takut suratku menjadi hambar ketika aku menuliskannya. Aku takut kehilangan cintaMu, aku takut kehilanganMu. Harapanku semoga engkau menyayangiku. Pun dalam surat ini aku sedikit menyembunyikanMu. Sehingga hanya para pecinta yang mungkin "sejalan" denganku yang akan paham relungku.

Aku berterima kasih untuk perkenalanku dengan dirimu. Aku berterima kasih tentang "dualisme" yang kau ajarkan. Aku mencintaiMu dengan kesederhanaanku melalui kata-kata yang tak akan habis tergerus waktu.

Aku debu dari debu sang musthafa.

Yang senantiasa mengharap pertemuan denganya.

Meski aku bukan penjaga atau raja.

Tapi aku harap, aku ada di ingatanya.

Arsa.


Surat Untuk TuhanWhere stories live. Discover now