"Min-ah! Selamat pagi." Jisoo tersenyum lebar sesaat setelah Seokmin membukakan pintu apartemennya dengan wajah bantalnya. Seokmin menggerutu bahwa minggu paginya sudah berantakan,
"Kau mau apa sih, pagi-pagi mendatangiku. Bikin tidurku keganggu saja." Seokmin merebahkan dirinya diatas sofa miliknya dan menutupi wajahnya dengan bantal.
"Aku akan membuatkanmu sarapan, Min. Tunggu sebentar ya. Kau mau sarapan ala apa? West? South? Asia?" Jisoo menggeledah kulkas Seokmin yang telah ia isi dengan bahan makanan yang sebenarnya tak Seokmin sentuh sedikitpun.
"Diamlah. Aku tak ingin sarapan."
"Sarapan itu penting Min-ah. Aku tak mau tahu. Pokoknya setelah ini kau harus bangun dengan keadaan sudah rapi. Kita akan jalan-jalan. Ya. Aku memaksamu." Jisoo menatap Seokmin teduh saat mata lelaki lebih muda tersebut mengerang malas.
"Oh ya, kasih makan Coco juga. Kemarin aku sudah membelikannya makanan anjing yang baru. Seokmin cepatlah. Aku tak menerima bantahan."
"Ne, ne, sunbaenim." Seokmin bangkit dan segera menuju tempat dimana Jisoo repot-repot mengurusinya dan anjingnya. "Buat apa sih kau repot-repot begini. Aku 'kan bukan siapa-siapa."
Jisoo menghentikan pergerakannya menyiapkan bahan untuk dimasak. Dia berbalik menuju Seokmin dan menjitak pelan kepala lelaki menyebalkan di depannya.
"Kau itu. Sudah tak usah banyak tanya. Aku senang melakukannya." Lalu, Jisoo kembali menuju dapur dengan senandung pelan yang keluar dari mulut kecilnya. Seokmin menghela napas. Semoga saja semua ini bukan delusinya semata.
Lanah kakinya membawanya ke kamar mandi untuk segara membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Air mengguyur tubuh Seokmin. Menghilangkan seluruh penat yang selama ini ia bawa. Merenung dan bertanya-tanya apakah Jisoo memang penyelamatnya.
***
"Min-ah! Ayo pakai coatmu nanti kau kedinginan." Jisoo menrapatkan coat cokelat miliknya. Seokmin mendengus dan memakai coat hitam yang biasa ia gunakan.
"Lihat siapa yang berbicara. Kemarin-kemarin siapa yang ke mini market hanya menggunakan jaket." Seokmin mencibir Jisoo yang ditanggapi dengan kekehan manisnya, "lagian aku tak butuh udara luar. Aku hanya ingin tidur."
"Tidak. Sebentar lagi musim dingin akan berakhir, kau harus ikut aku ke festival. Disana akan ada banyak orang." Seokmin membeku. Tidak. Ia tidak ingin bertemu orang-orang. Kakinya kaku, mataya menyiratkan tak setujunya.
Jisoo emndekat dan menggenggam tangan Seokmin. Si malaikat bak kucing tersebut menepuk lengan Seokmin.
"Kau ingin sembuh?" Seokmin mengangguk pelan. Jisoo membawa genggamannya ke arah dadanya. Menatap Seokmin tulus dengan mata kucingnya tersebut.
"Percaya kepadaku, Min-ah. Semua akan baik-baik saja. Aku ada di sisimu." Jisoo mengeratkan genggamannya dan wajah Seokmin memerah hebat menatap lelaki kecil di depannya. Matanya menyiratkan keteduhan dan kenyamanan.
"Baiklah. Mari kita coba."
"Itu baru Lee Seokmin—ku." BLUSH. Ya, Lee Seokmin. Sekarang kau memang terlihat seperti orang bodoh degan wajah memerahmu tersebut.
"Soo, aku peringatkan kau."
"Hahaha, baiklah tuan pemarah. Mari kita hilangkan phobia sialanmu itu!"
***
"Soo, aku takut. Terlalu banyak orang disini." Seokmin menggenggam tangan Jisoo menyebabkan jantung keduanya berdebar tak karuan. Jisoo menarik Seokmin mendekat dan berbisik bahwa ia akan selalu ada di sampingnya.
"Tenanglah. Buang jauh-jauh pikiranmu tentang phobiamu. Semua akan baik-baik saja." Jisoo memasukkan tangan keduanya ke dalam saku coat miliknya. Seokmin menatap Jisoo dan tersenyum simpul.
"Jangan pernah pergi."
"Aku tak akan pergi." Keduanya berjalan menuju kedai hotdog dan masing-masing memesan satu. Lalu keduanya duduk di bawah pohon yang tertutupi salju. Di saat mereka asyik dengan pikiran masing-masing. Seorang anak lelaki menghampiri keduanya.
"Hyung. Apa kalian berkencan?" Tanya anak itu tanpa memikirkan apapun. Seokmin merasa syndromenya mulai mengambil alih dirinya.
"Pergi!" Seru Seokmin membuat si anak ketakutan dan meminta maaf sebanyak-banyaknya. Pening di kepala Seokmin mulai menyerang. Ia tak seharusnya berkata seperti itu. Harusnya ia menjawabnya dengan baik. Mengapa kata yang keluar berbeda dengan apa yang ingin ia katakan. Jisoo menenangkan anak kecil itu memberi pengertian. Anak itu mendekati Seokmin dan memeluknya pelan.
"Hyung kuatlah. Kau mempunyai kekasih yang tulus menjagamu." Seokmin menteralkan deru napasnya dengan usapan di bahunya yang dilakukan oleh Jisoo. Seokmin menatap sendu anak itu yang menjauh dari mereka dan mengusak wajahnya lelah.
"Aku lelah."
"Kita coba lagi, Min-ah hingga kau tak merasakan sakit kembali." Jisoo menggenggam tangan Seokmin. Seokmin tersenyum hangat untuk pertama kalinya. Jisoo menatap lelaki itu tanpa berkesip. Tampannya cowok satu ini tak akan luntur.
"Jangan melihatku seperti itu. Wajahmu mengatakan ingin menjadi kekasihku yang sebenarnya, kau tahu?" Seokmin mencubit ppipi Jisoo gemas.
"YAK. KAU BELAJAR MERAYU DARI MANA JELEK??"
"Dari Hong Jisoo."
"Lee Seokmin sialan."
"Aku serius astaga. Kau mau menjadi kekasihku tidak?"
"Kau bertanya kepadaku seolah ingin mengajak beli permen. Yasudah jika kau memaksa." Seokmin menggeleng-geleng takjub dengan namja cantik itu.
"Kan aku tak memaksa, hanya menawarkan."
"Mati saja kau Lee Seokmin."
"Nanti kau kangen."
"ASTAGA HENTIKAN. KEMBALIKAN SEOKMINKU YANG PEMALU."
"Wajahmu merah, Soo-ya." Dan snyum lebar yang selama ini Seokmin pendam akhirnya muncul kembali, karena satu orang yang baru beberapa bulaan gigih mengambil alih dirinya. Hong Jisoo. Dia adalah penyembuhnya. Dan dialah yag mampu membuat Seokmin melepaskan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
social phobia ¤ seoksoo
Fanficsocial phobia (noun) fear of getting involved with people.