Lima B
Flashback on
Setelah satu tahun berlalu, nyatanya Rendra tidak bisa menceraikan Lara. Lara sedang hamil satu bulan. Semua keluarga pasti menentang perceraian.
Ditambah lagi donor hati yang Lara berikan pada papa Rendra membuat Lara memgalami gejala depresi. Kata dokter, ini salah satu efek jangka panjang dari donor hati. Beberapa orang ada yang mengalami gejala depresi setelah tiga tahun dari waktu pendonoran, dan ada juga yang seperti Lara. Hanya berjarak satu tahun setengah dari waktu pendonoran.
Lara lebih banyak melamun. Sikap Rendra yang selalu mengabaikannya juga membuatnya semakin depresi. Rendra tidak pernah menganggap Lara ada. Sepulang bekerja Rendra masih saja menemui Sania. Beberapa kali juga Rendra tidak pulang.
Lara sendiri pernah memergoki kebersamaan dua sejoli itu. Lara yang hanya ibu rumah tangga, saat itu percaya saja saat Rendra berpamitan akan tugas ke luar kota. Nyatanya saat Lara pergi ke mall melihat Rendra sedang bergandengan mesra dengan perempuan lain di mall itu.
Lara menyuruh orang kepercayaannya untuk menyelidiki hubungan Rendra dengan Sania. Apakah memang masih bersama atau saat itu hanya nostalgia sesaat. Namun hasilnya sangat menyakitkan. Rendra tidak pernah putus dari Sania. Rendra juga sering menginap di rumah Sania.
Lara semakin depresi. Ayah Lara mengantarnya pada seorang Psikiater agar lebih tepat penanganannya.
"Ini memang salah satu efek jangka panjang dari donor hati. Saya harap semua orang terdekatnya bisa mendukung kesembuhannya. Terutama suaminya. Akan lebih baik suaminya ikut berperan."
"Iya, nanti saya akan bicarakan dengan suaminya dok."
"Saya kasih obat jalan yha. Jangan lupa untuk diminum."
Di tempat lain Rendra sibuk menyakinkan Sania bahwa rasa cintanya untuk Sania tidak pernah berubah. Hamilnya Lara adalah sebuah kecelakaan. Dia hanya sekali menyentuh Lara dan itu berakibat Lara hamil saat ini.
Untuk membuat Sania yakin, Rendra menikahi sirih Sania. Ia tidak ingin kehilangan Sania tapi juga terlalu sulit untuk melepas Lara. Lara sedang hamil. Papa Rendra juga sangat menyayangi Lara bahkan melebihi sayangnya pada Rendra. Mungkin saja karena ada ada sebagian hati Lara yang tertanam di dalam tubuhnya.
Kalau Rendra nekat menceraikan Lara saat ini, terlalu besar konsekuensinya. Lebih baik ia menikahi Sania diam-diam dulu.
Flashback off
"Sania, ayo makan dulu sayang."
Sania masih diam meringkuk membelakangi Rendra di ranjangnya. Dia menyesalkan sikapnya saat muda. Bagaimana dia bisa menjadi perempuan semudah itu. Menyakiti perempuan lain yang begitu banyak berkorban untuk Rendra.Rendra duduk di sisi ranjang. Memegang nampan berisi makanan untuk Sania. Sania masih belum makan sejak kejadian malam kemarin.
Diusia muda Lara sudah berani mendonorkan hatinya untuk papa Rendra. Saat itu Sania pun tidak berani melakukannya. Lara berani berkorban untuk cinta pertamanya, Rendra.
Lara tidak tega kalau cinta pertamanya harus bersedih karena kehilangan papanya. Rendra hanya punya papa sejak kecil. Mamanya meninggal saat melahirkan Rendra.
Lara tentu saja bisa merasakan perasaan Rendra karena Lara juga sudah ditinggal bunda saat ia berusia sepuluh. Bunda Lara meninggal karena kangker payudara.
"Sayang, jangan diam aja. Ini bukan salah kamu. Aku yang salah. Aku gak bisa tegas saat itu." Rendra meletakkan nampannya di meja. Kemudian mengusap kepala Sania dengan sayang.
"Kenapa aku bisa sejahat itu Ren? Lara sudah banyak berkorban buat kamu." Sania luruh. Air matanya kembali turun.
"Enggak sayang." Rendra memberikan kecupan lembut di rambut Sania.
"Bahkan aku yang meminta kamu untuk tetap disampingku saat kamu sudah menikahi Lara. Aku jagat banget Ren."
"Enggak sayang. Kamu ibu dan istri yang baik."
"Nania tumbuh tanpa kamu, Ren. Itu karena aku selalu marah ke kamu kalau kamu kalau kamu bersama mereka. Padahal Nania juga butuh kamu. Kamu juga diusir sama keluarga kamu karena lebih memilih aku. Kamu jadi gak punya keluarga karena aku." Suara tangis Sania semakin keras. Ia meronta menahan penyesalan.
Sasa yang berdiri didepan kamar orang tuanya mendengar semua pengakuan mamanya. Mamanya yang dianggap baik dan lembut selama ini ternyata memiliki rahasia besar. Pertanyaan besar Sasa selama ini terjawab. Alasan kenapa papanya tidak pernah mengenalkan Sasa dan Lano dengan keluarganya.
"Mama, kenapa begini mah."
Ini sangat mengecewakan. Mamanya merebut papanya dari tante Lara? Lalu kak Nania juga tumbuh tanpa sosok papa juga karena mamanya? Bagaimana bisa mamanya menjadi wanita seegois itu.
Sasa berjalan cepat menuju kamarnya, berganti baju dan mengambil tasnya untuk segera keluar. Sasa ingin cepat menemui Nania. Ingin meminta maaf atas kesedihan Nania selama ini.
Dia menaiki taksi dan menju rumah Nania. Sasa tahu pasti dimana rumah Nania. Papanya sering mengajak ke rumah kak Nania meskipun hanya memarkirkan mobilnya didepan rumah kak Nania tanpa mau masuk dan menemui kak Nania.
"Kak Nania, maaf kak, maaf, maaf." Begitu guman Sasa saat masih do taksi.
Papanya suka sekali memperhatikan kak Nania yang membaca buku di gazebo taman depan. Nania punya hobi membaca. Membaca apapun buku bertemakan financial yang berat keluaran Oxford sampai novel receh dari penulis amatir.
Mungkin saat itu papanya sedang kangen kak Nania tapi tidak mampu untuk menemui secara langsung.
"Permisi pak, bisa saya ketemu kak Nania?"
"Maaf tapi mbak Nanianya sedang kel uar kota dek. Adek siapa yha?"
"Saya.." Sasa menggigit bibirnya. Todak mungkin dia mengenalkan diri sebagai sebagai papanya. Papa pasti sudah banyak dibenci.
"Adeknya siapa?" Tanya bapak satpam rumah Nania.
"Eem, saya anak temen rekan bisnis kak Nania pak. Saya ada perlu ngomong sama kak Nania. Kira-kira kapan pulangnya?"
"Saya kurang tau dek."
"Siapa No?"
"Ini pak, katanya anak rekan bisnisnya mbak Nania."
"Suruh masuk dong."
"Mari mbak, itu ada kakeknya mbak Nania."
Sasa dipersilahkan masuk. Ia duduk di ruang tamu. Memandangi foto keluarga besar kak Nania. Ada kakek, tante Lara, kak Nania, dan beberapa orang lain yang tidak Sasa kenali. Ada juga foto kelulusan kak Nania bersama tante Lara dan kakek. Tidak ada papa.
"Jadi siapa namamu?" Kakek sudah duduk di depan sofa Sasa.
"Saya Sasa kek."
"Anaknya siapa yha?"
"Saya-" Sasa menggigit bibirnya, ragu untuk menjawab. "Saya-" Sasa masih ragu.
"Rekan kerja Nania itu juga rekan kerja saya. Jadi mungkin saya bisa bantu kamu."
"Saya anaknya papa Rendra kek."
Kakek tersenyum sesaat menanggapi jawaban Sasa.
"Sudah berani anak sialan itu mengirim anaknya. Lebih baik kamu pulang, saya tidak sudi lagi berhubungan dengan laki-laki bangsat itu."
Thanks for reading
Semoga sukaDan
See you soon
Babay
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Fine Without You!!
ChickLitPapaku meninggalkanku sejak umur delapan tahun. Dia lebih memilih perempuan yang ia cintai sebelum dijodohkan dengan mamaku. Mama sudah memawarkan diri untuk dipoligami. Tapi Papa lebih memilih hidup baru bersama perempuan itu yang tengah mengandung...