Dua

17.6K 1.3K 27
                                    

.

.

.

Mataku terus memandangi layar komputer 15 inch di meja kerjaku. Meja CFO (Chief Financial Officer) yang dulu mama tempati. Menggantikan mama yang kini sudah sering terbang untuk menjadi konsultan keuangan untuk perusahaan-perusahaan yang membutuhkan bantuannya.

Karir mama memang cemerlang, berbanding terbalik dengan kisah cinta yang hancur dan banyak meninggalkan luka dihatinya. Hati yang terus merindukan papa, masih tertuju pada papa. Padahal aku sering menggodanya untuk cepat mencari jodoh, tapi mama hanya tersenyum.

Layarku menampilkan dokumen penawaran kerjasama dengan sebuah perusahaan telekomunikasi untuk mensuport internet cepat di kantor pusat, cabang,dan plant kami.

Perusahaan ini sangat aku kenal. Perusahaan tempat papa bekerja. Ingatanku kembali kemasa-masa laluku. Sakit.

Mataku terpejam beberapa saat. Menahan emosiku untuk lari merebut papa dari keluarga barunya. Lari untuk berteriak bahwa aku dan mama hidup dalam kerapuhan tapi mencoba tampak tegar.

Lalu memoriku mengulang saat aku berlari mengejar papa. Menahan kaki papa agar dia tidak pergi dari rumah.

Apa dia layak mendapat kesempatan untuk kembali aku rebut?

Tanganku terulur ke ganggang telpon di sebelahku, lalu menekan nomer extention ruang kerja kakek, Commissioner di kantor ini.

"Halo." Suara kakek disebrang sana.

"Kek,"

"Ada apa Nania? Mau makan siang bareng?"

"Aku nanti mau makan bareng temen aku kek."

"Oke, jadi ada apa?"

"Apa aku boleh approve penawaran koneksi internet cepat dari TeleFast? Sepertinya kita butuh ini. Speed yang ditawarkan cukup cepat dan ada garansi tak ada trouble."

"Iya?" Kakek menanyakan kembali apa yang aku ucapkan.

"Apa boleh?" Tanyaku kembali.

Kakek diam sejenak, lalu terdengar hembusan nafas kasar.

"Nania, itu semua tergantung kamu. Mamamu sudah jarang ke kantor, jadi kemungkinan saling bertemu bisa terpangkas habis. Sekarang tinggal kamu, siap atau tidak?"

Sepertinya kakek paham maksudku. Karena sebenarnya, keputusan seperti ini tidak perlu aku bicarakan dengan kakek yang notabene seorang commissioner di perusahaan ini. Cukup membicarakanmya dengan bagian operasional dan mendengarkan impact penggunaan jasa TeleFast, aku sudah bisa mengambil keputusan.

Namun ini masalah khusus. Ada nama papa yang terlibat dalam perusahaan yang mengajukan penawaran papa.

"Hanya approve kek, dia juga tak akan datang menemuiku hanya karna kerjasama ini."

"Kakek serahkan padamu nak, tapi kakek ingatkan satu hal ke kamu. Kakek tidak mau terlibat dengan orang itu. Dia sudah banyak melukai mamamu dan kakek sungguh tersinggung dengan kelakuannya."

Aku tau perasaan kakek. Susah payah kakek membesarkan dan menjaga anak perempuannya, lalu saat dia dewasa ada laki-laki yang tidak tau malu seenaknya menyakiti hati mama lalu meninggalkannya.

"Terimakasih kek."

"Kamu sudah dewasa. Tau yang terbaik."

"Oke. Aku sayang kakek."

"Kakek tau."

Kututup ganggang telponku dan kembali memandangi penawaran kerjasama itu.

Drrt drrt

I'm Fine Without You!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang