Author playlist : Ed Sheeran - Perfect
***
Mohon maaf untuk segala typo(s) yang nyempil.
***
Happy reading!
***
Largo tidak memerlukan waktu lama untuk menganalisa dan mengetahui jika ada sesuatu yang salah dalam pembukuan perusahaannya. Namun sekali lagi penerus keluarga Walcott itu tetap mempertahankan sikap tenangnya. Sikapnya memperlihatkan jika ia puas dengan laporan keuangan yang tengah dilaporkan oleh paman pertamanya—Lois.
"Masih semester pertama tapi perusahaan kita sudah untung sebanyak ini, Paman Lois," katanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari dokumen yang tengah dibacanya.
Di seberang meja kerjanya yang besar dan mengkilap, Lois Walcott mengubah posisi duduknya. Kedua bahunya yang awalnya tegang sekarang terlihat lebih rileks. Pria berusia empat puluh delapan tahun itu merapikan rambut putihnya yang tipis dengan menggunakan telapak tangannya. "Kau memimpin perusahaan ini dengan sangat baik, El," katanya penuh pujian. Largo hanya tersenyum dalam hati, sama sekali tidak menyangka jika paman pertamanya memiliki nyali sebesar ini untuk berbohong sekaligus menjilatnya. "Dan aku bekerja dengan sangat baik," sambungnya. Ada nada penuh kebanggaan yang terselip dalam suaranya saat mengatakannya.
Largo mengangguk, setuju. Ia menutup dokumen itu dan mengembalikannya pada Lois yang menerimanya dengan semangat. "Apa aku boleh jujur, Paman?" tanyanya setelah terdiam sejenak. Kedua tangannya saling bertaut di atas meja.
Lois langsung mengangguk cepat.
"Sejujurnya aku sedikit kecewa."
Lois mengerjapkan mata dan mencondongkan tubuh secara bersamaan. "Kenapa?" tanyanya, menahan napas. Perut buncitnya tertekan saat ia melakukannya hingga Lois kembali menegakkan tubuhnya dan menyandarkan punggung pada punggung kursi yang tengah didudukinya.
Largo mendesah berat. "Sebenarnya aku berharap keuntungan perusahaan ini lebih besar dari yang kau laporkan saat ini," katanya sembari mengangkat kedua tangannya ke udara. Dari sudut matanya ia bisa menangkap gerakan pamannya yang gelisah. Lois terlihat gugup saat mendengarnya. "Tapi kurasa aku harus bersyukur dengan apa yang kita dapat, bukan," sambungnya. Pria itu mengulum senyum tipis, walau kekecewaan masih terlihat pada ekspresi wajahnya.
"Tentu saja kita harus bersyukur," sahut Lois cepat. Dia mengatakannya dengan begitu semangat. Bahkan terlalu semangat. "Tuhan tidak suka pada umatnya yang tamak," tambahnya sembari menggelengkan kepala pelan. Ah, ingin sekali Largo tertawa mendengarnya. Pamannya benar-benar aktor yang buruk. "Sebaiknya aku kembali ke ruanganku," kata Lois saat Largo mengangguk setuju. "Jangan lupa, malam tahun baru nanti paman mengadakan pesta dan kau harus datang, El!"
"Aku pasti datang," jawab Largo kalem. Pamannya terlihat sangat puas. Sekali lagi dia merapikan rambut putih tipisnya sebelum berbalik pergi meninggalkan ruang kerja Largo yang luas dan nyaman. Ruangan itu didominasi oleh warna hitam dan putih. Dua buah yang menjadi warna kesukaan keponakannya.
Aku pasti datang membawa kejutan untukmu, Paman, batin Largo setelah Lois menutup pintu ruangannya pelan.
Sebuah desahan napas keras terdengar, mengusik keheningan di dalam ruangan itu. Largo mengangkat kedua kakinya ke atas meja. Ia berusaha bersikap santai. Malam tahun baru pasti akan menjadi malam yang tidak pernah bisa dilupakan oleh paman pertamanya. Namun sebelum itu ia harus menemui seseorang; Helena. Ya, ia harus melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Largo - Walcott Series #2
RomanceMenceritakan kehidupan Largo sang miliyuner, pewaris salah satu perusahaan terbesar di dunia. Dunia tenang dan rapi Largo terusik setelah foto-foto kebersamaannya dengan Helena tersebar luas. Publik mengira jika Helena adalah kekasihnya hingga gosip...