III - Amicum

29 6 2
                                        

Aku melihat ke arah jalanan dibawah balkon kamarku. Jalanan disini sangat ramai. Tidak seperti kota kita dulu.

Kamu, aku rindu.

Kapan kamu menepati janjimu?

♥♥♥

Setelah mengenalmu sebagai anak baru, kita mulai berteman. Dan aku merasa nyaman.
Tidak, aku tidak mengatakan aku sudah cinta. Hanya saja jarang ada laki laki yang bisa menyelinap masuk ke dalam daftar teman teman terdekatku.
Aku bilang ter-dekat ya. Berarti tidak sekedar dekat. Hehe.

Aku berjalan memasuki kelas.
"Raina! Kamu udah sembuh? Yaampun, kamu ketinggalan pelajaran banyak sekali. Ketinggalan berita jugaa!" Aku langsung heboh ketika menemukan sahabatku, Raina sudah berada di bangkunya pagi-pagi sekali.

"Waduuuh, aku ketinggalan berita apa aja nih? Eh btw itu siapa?" Raina menunjuk Ilham dan berbicara setengah berbisik.

"Ooh, itu anak baru. Namanya Ilham. Kenapa?"

"Ganteng:3"

"Et dah baru juga sembuh udah nyari cogan baru-_-"

"Hehe. Biarin dong. Kan lumayan, penyemangat menuju UN." katamu tanpa rasa bersalah. Di dalam hati, ada rasa yang tidak enak. Entah apa ini.

"Oh iya, kemaren kamu seminggu nggak masuk ketinggalan 2 bab matematika lho. Mau aku ajarin ga?"

"SUMPAH? GILA AJA! SEMINGGU DOANG 2 BAB? PARAH!"

"Udahan misuhnya. Misuh ga bikin pinter."

"Iya deh iya."

.♥.

"Rai, abis UTS mau jalan ga? Refreshing gituuu"

"Kemana Sya? Gamau nge-mall ah. Bosen isinya itu itu terus."

"Aku tau tempat bagus. Deket SDku dulu. Waduk gitu. Tau SDku ga?"

"Dimana sih? Akpol?"

"Iya deket situ"

"Leh ugha. Abis UTS ya! Jangan lupa."

.♥.

"Masi jauh ga Sya? Kayaknya jauh banget dari gerbang depan tadi._."

"Masih. Deketnya sama gerbang belakang. Kan SDku deket gerbang belakang, hehe."

...

"Weeeeeeee bagus Sya! Mayan cuci mata!!"

"Bagus kan? Dulu sering banget main kesini nih pas SD."

"Sya, itu siapa ya? Kayak kenal" Raina memicingkan matanya sambil menunjuk ke arah seorang laki laki yang sedang duduk di tengah jembatan di waduk itu.

"Gatau deh, gakeliatan. Kacamataku di tas, mager ngambil. Samperin?"

"Boleh"

"Lho? Ilham to? Kok disini? Sendirian pula? Galau mas?" Aku langsung menyapa saat tau itu Ilham.

"Iya, galauin kamyu." Jawabnya dengan suara imut yang dibuat buat.

"Jijik. Gausah sok ke-cewek cewek-an. Nanti jadinya kayak Didi." Aku menyebut salah satu teman kelasku yang agak 'ngondek'  lalu kemudian tertawa, diikuti suara tawa Ilham dan Raina.

"Galauin hasil UTS, nih. Parah. Matematika nilai 6 gimana bisa masuk sekolah favorit:(" Kata Ilham. Wajahnya yang tadi ikut tertawa berubah jadi sedih.

"Kalau galau nilai ya belajar dong. Diem di waduk gabikin nilaimu naik." Akhirnya Raina angkat bicara.

"Siap komandan. Abis ini pulang, terus belajar. Tapi masih mau disini. Sepi, enak buat..."

"Buat apa hayo!" Aku memotong perkataan Ilham.

"Buat nenangin diri ih! Pikirannya kalo yang engga engga langsung konek ya." Ejek Ilham.

"Lah, yang pikirannya engga engga siapa coba? Kan saya cuma tanya buat apa. Hayolo ketauan.." Aku balik mengejek.

"Maklumin. Cowok." Raina ikutan nimbrung. Lalu kita bertiga tertawa.

"Btw rumahmu dimana? Kok ada disini? Sering kesini?" Aku mencecar pertanyaan seperti sedang mengintrogasi Ilham.

"Rumah saya disini, di akpol. Kan saya pindah kesini karena ikut ayah yang pindah tugas kesini. Saya disini karena mau ngegalauin nilai UTS yang jelek. Iya sering kalo galau." Ilham sok menggunakan bahasa formal.

"Laki kok sering galau. Makanya ibadah om." Aku mengejeknya lagi.

"Siap mama." Jawabnya

"Rai, pulang yuk. Kapan kapan kesini lagi. Udah sore, takut mendung." Kataku kepada Raina.

"Yuk. Ilham, duluan ya." Aku dan Raina berpamitan kepada Ilham.

"Yo." Balasnya singkat.
"Eh Sya, minta id line dong. Mau minta ajarin jawa lagi." Pintanya kemudian.

"Catet ya. Ga akan diulangin. Fasyadina6060. Udah ya, bye." Kataku menyudahi pertemuan hari itu.

Di jalan dengan Raina,
"Sya, aku mau bilang. Tapi jangan kaget ya? Jangan ketawa juga." Kata Raina tiba tiba.

"Apa?"

"Aku kayaknya suka deh sama Ilham."


Deg


Aku kaget.


Perasaan nggak enak itu muncul lagi


"Sumpah Rai? HAHAHAHAHAHA" Aku tertawa menutupi rasa kagetku.

"Ih, kan udah dibilang jangan ketawa:(" Pipi Rai merah. Aku jadi merasa bersalah karena sudah tertawa.

"Iyadeh iya maaf. Abis lucu."
"Eh Rai, itu angkot aku dateng. Udah dulu ya. Sampe besok!" Ucapku lalu masuk ke dalam sebuah angkutan kota berwarna kuning.

Perasaan apa ini?

♥♥♥

EXPECTANDUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang