Who Knows

1.7K 45 0
                                    

You never realize how much you like someone until you watch them like someone else.

 ~{}~

“Ag?”

Aku mengerjap begitu Ray menggoncangkan bahuku pelan dan kini menatapku khawatir.

“You okay?” Tanyanya. Aku mencoba untuk tersenyum. Tau benar apa maksud Ray.

“Gue gapapa, kok.” Kataku. Padahal udah jelas banget kenapa-kenapa.

Jujur, rasanya nyesek banget liat orang itu tadi. Bareng cewek itu. Lagi. Oke, aku emang bukan siapa-siapanya dia. Aku juga gak ada hak buat cemburu. Tapi…kenapa rasanya nyesek?

“Oh, c’mon! Daripada lo makin menderita di sini, mending kita balik, okay?” Kata Ray.

Aku menggigit bibirku pelan. Aku tau, Ray pasti ngerti banget keadaanku sekarang. Aku gak mungkin bisa tetep di sini sementara orang itu juga ada di sini. Bareng… Ah, lupakan. Ray bener. Mending pulang.

“Lewat pintu samping aja, Ray.” Pintaku. Ray mengangkat kedua bahunya kemudian melangkah ke arah pintu samping kafe. Aku mengikutinya dari belakang sebelum orang itu nyadar kalau aku ada di sini juga.

Menghindar? Mungkin iya.

         

~{}~

Lo dimana, Ag? Ada waktu gak? Gue mau nunjukkin something yang lo pasti suka.

Sender: Cakka

Aku menghela napasku pelan. Mau nunjukkin apa dia? Something? Sebuah kenyataan kalau dia…udah punya yang baru? Dan aku pasti suka? Gak mungkin. Apa aku terlalu egois? Entahlah.

Sori, gue sibuk. Lain kali aja, Kka.

To: Cakka

 

Aku menghempaskan tubuhku di atas kasur. Lagi-lagi menghindar. Pengecut.

~{}~

“Agni!!”

Aku hampir tersedak begitu seseorang menyerukan namaku kemudian menghampiriku. Sebenernya gak harus juga aku sekaget itu, tapi berhubung orang yang tadi neriakin namaku dan sekarang udah duduk di sampingku adalah orang yang lagi aku hindarin, rasanya gak heran.

“Lo sibuk apasih kemaren? Tumben banget. Biasanya juga lo gak pernah absen tiap gue mau nunjukin referensi gitar baru.” Katanya.

Yep, dia Cakka. Yang kemaren sms. Yang waktu itu di kafe. Yang akhir-akhir ini aku coba buat hindarin. Tapi nyatanya nggak bisa.

“Jadi menurut lo gue ini gak boleh sibuk, gitu?” Kataku mencoba terlihat biasa. Dia mendengus.

“Gak gitu juga sih.” Katanya lalu terdiam. Beberapa detik tak ada yang bersuara. Baik dia maupun aku. Pikiranku terlalu kusut buat nyari topik untuk jadi bahan obrolan. Saat ini di otakku nggak ada topik lain selain masalah itu. Tapi sayangnya gak mungkin untuk aku jadikan bahan obrolan saat ini.

“Ahh, lo kenapa sih, Ag?” Dia menggerutu pada akhirnya. Aku mengerutkan keningku.

Aku kenapa?

“Justru lo yang kenapa?” Kataku. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi.

“Bukan gue. Tapi lo! Gue rasa lo mendadak aneh belakangan. Ada masalah?” Katanya. Aku tau kalau aku bersikap gak biasa belakangan ini. Tapi aku juga berusaha buat bikin dia nggak nyadar sama hal itu. Tapi kayaknya aku gagal. See? How stupid I am. Saking bodohnya, pura-pura gak kenapa-kenapa aja gak bisa.

Short Stories of Cagni!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang