Don't Have To

906 39 3
                                    

“Ini Agni? Seriously? Lo bisa dandan juga ternyata?”

Aku memberengut saat Cakka tak henti-hentinya menggodaku. Membuat pipiku panas tak karuan. Rasanya malu campur kesal sekarang. Aku tak habis pikir kenapa bisa-bisanya aku mengenakan pakaian seperti ini?

Well, mungkin mengenakan dress manis selutut plus high heels ke acara ultah kafe Iel ini gak ada salahnya. Toh cewek-cewek yang lain juga berdandan sama. Mungkin permasalahannya ini terletak padaku. Agni yang mungkin emang gak cocok dengan balutan dress manis maupun heels. Agni cuma cocok dengan sneakers plus jeans belelnya. Begitulah Agni yang seharusnya di mata Cakka.

Hatiku mendadak sendu. Apa laki-laki ini tidak sadar kalau aku melakukan ini hanya untuk tampil beda di matanya. Dengan sedikit harapan bisa menarik perhatiannya dan berharap ini akan membuatnya tak berpaling dariku. And maybe  it works! He continously laughing at me right now. Great, huh?

“Agni manis banget sih hari ini. Anak siapa sih? Yaampun, coba liat pipinya, merona gitu. Aish, pake blush on tuh jangan banyak-banyak. Gini kan hasilnya!”

Cakka terus saja mengucapkan kalimat-kalimat menjengkelkan seraya mencubit-cubit kedua belah pipiku dengan gaya sok gemasnya itu. Entah kenapa aku cuma bisa terdiam. Speechless saking nyeseknya.

“Whoaaa, you look so different! Bahkan sekarang lo bisa pake heels? Gue mesti mengucap syukur berapa kali ini?” Katanya lagi. Kali ini aku mendengus.

Gak bisakah dia berhenti mentertawaiku sekarang? Apa dia gak tau kakiku mengenakan heels ini hampir mau di amputasi saja rasanya? Apa dia bener-bener gak tau? Sesuatu di pelupuk mataku kini sudah berdesakkan ingin keluar sepertinya.

Dengan segenap tenaga, aku menginjakkan heelsku pada kaki Cakka yang hanya terbalut converse favoritnya. Masa bodoh dia mengerang kesakitan. Aku tak mengeluarkan sepatah katapun saat berlalu. Aku hanya tak ingin dia mendapati suaraku yang sudah kupastikan akan bergetar. Mau bilang apa aku nanti?

 “Eh, Agni? Gue kira siapa. Lo kenapa?” Kata Iel saat berpas-pasan di depan toilet.

               

“Gapapa, yel.” Kata gue berusaha nyengir.

“Tapi mata lo merah gitu kaya abis nangis.” Katanya menatapku curiga. Aku berusaha untuk gak gelagapan. Mau di bilang apa aku nanti kalau ketauan nangis?

“Gapapa, yel. Gak biasa aja pake bulu mata palsu. Haha.” Kataku dengan ketawa garing. Iel yang beneran emang gak tau cuman ikutan ketawa.

“Bisa aja lo. Tapi malem ini, lo beneran cantik, Ag. Gue jadi naksir.” Katanya. Sialan bercandaannya.

“Ogah banget gue di taksir sama lo.” Kata gue yang disambut ketawa sama dia. Tak urung juga aku ikutan senyum. Setidaknya ngerasa lebih lega.

“Abis ini lo perform, ya.” Katanya. Aku mengangguk.

[]

“Agni beda banget ya malem ini?”

Gue menoleh dan mendapati Ray udah duduk aja di sebelah gue. Hampir gak nyadar sama sekali kapan bocah ini nyamperin. Gue cuman menggumam. Mengiyakan perkataan Ray.

“Gue gak nyangka ternyata dia bisa dandan juga.” Katanya lagi kali ini sambil meneguk minumannya.

“Bisa dandan apanya?” Mulut gue berujar menimpali. Gue bisa denger nada bicara gue seperti menggerutu. Bener-bener gak jelas.

“Liat aja tuh pipinya. Dia gatau caranya pake blush on. Warna lipstick yang dia pake juga gak cocok gitu.” Kata gue entah ngomong apaan. Gue cuma mendapati Ray yang sekarang cekikikan. Gak tau apa yang lucu. Gue sama sekali gak repot ngelirik ke arah dia. Tetep fokus merhatiin Agni yang lagi perform.

Short Stories of Cagni!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang