Agni

1K 40 8
                                    

Tap. Tap. Tap.

Agni menekan-nekankan jari telunjuk pada layar ponselnya secara berirama namun tetap waspada. Matanya sama sekali tak beralih barang sedetikpun dari benda persegi panjang tersebut. Dengan seksama ia memperhatikan gerakan telunjuknya. Ketika..

Dzing.

Entah untuk keberapa kalinya makhluk yang Agni anggap burung-yang-tengah-belajar-terbang itu jatuh setelah menubruk benda hijau yang juga Agni anggap sebagai tabung menjengkelkan.

Yah. Flappy Bird. Agni tengah memainkan game tersebut. Game yang menurutnya lebih menjengkelkan daripada Angry Bird. Game yang menurutnya memerlukan konsentrasi penuh dan gerakan telunjuk yang luwes saat memainkannya. Dan kedua hal itu tidak dimiliki Agni saat ini. Konsentrasinya gampang pecah dan gerakan telunjuknya kaku juga... kasar.

Dzing.

Agni berteriak geram dan melempar ponselnya ke ujung bed dengan kesal saat mendapati skor-nya sejak satu jam yang lalu belum menembus angka 5 sekalipun. Benar-benar menjengkelkan hingga membuat nafas Agni sekarang menjadi naik turun. Kemudian Agni menelungkupkan badannya dan menenggelamkan wajahnya pada bantal dengan kasar.

“Ag?”

Terdengar Iel tengah mengetuk pintu kamar Agni dan memanggilnya pelan. Agni tak menyaut. Masih dalam posisi yang sama.

“Agni, lo kenapa?” Katanya lagi.

Iel memutuskan masuk karna adik semata wayangnya itu tak menyaut sama sekali. Tak berapa lama dirinya membuka pintu, Agni mengangkat wajahnya dan menoleh pada Iel.

“Lo kenapa, Ag?” Pertanyaan heran juga kaget terlontar dari mulut Iel begitu mendapati wajah Agni sudah basah karena menangis. Sementara Agni sama sekali tak menutup-nutupinya. Gadis itu masih sesenggukan dengan bibir mungilnya yang melengkung ke bawah. Iel bersumpah, wajah Agni benar-benar jelek saat menangis seperti itu.

“Lo kenapa sih?” Pertanyaan ‘kenapa’ ketiga dari Iel untuk Agni. Agni tak menjawab. Hanya menatap Iel dengan sorot matanya yang sendu. Iel menghela napasnya pelan kemudian duduk di samping Agni yang kini tengah duduk bersila diatas bed dengan wajah yang menurut Iel masih sama jeleknya meskipun gadis itu sudah menyeka air matanya.

“Kesel.” Ucap Agni akhirnya. Iel mengerutkan keningnya. Menunjukkan pertanyaan ‘kenapa’ berikutnya. Agni hanya menatap ponselnya tanpa nafsu.

“Lo kesel gara-gara ini?” Tanya Iel kemudian sembari menunjukkan screen ponsel yang diambilnya dari ujung bed itu pada Agni. Bukannya mengangguk atau apa, Agni malah manyun. Iel terkikik. Adiknya itu menangis hanya karna permainan seperti ini? Astaga. Ayolah, Iel hanya berpikir kalau Agni itu bukan anak kecil lagi. Dia sudah dewasa. Sudah kuliah. Meskipun masih semester satu. Tapi tetap saja dia bukan anak SMA lagi. Menangis gara-gara skor Flappy Bird-nya tidak bisa menembus angka 5? Astaga. Lagi.

“Gue pikir lo kenapa sampe ngejerit kayak tadi. Taunya..” Iel berdecak kemudian menaruh ponsel Agni ke atas nakas disamping bed. Kemudian bangkit.

“Taunya apa? Main itu susah kali. Ngeselin.” Gerutu Agni.

“Kalo gitu ngapain lo maenin?” Kata Iel. Agni menggigit bibir bagian dalamnya.

“Bosen aja.” Kata Agni akhirnya.

“Gak usah kekanak-kanakkan gitu ah.” Kata Iel menahan tawanya. Agni hanya mendelik kemudian mendengus.

“Telpon aja gih. Selesein masalahnya biar clear.” Kata Iel tersenyum kemudian mengacak-acak rambut Agni lembut sebelum akhirnya melangkah keluar kamar. Sementara Agni masih menganga tak percaya. Abangnya itu kenapa jago banget sih baca pikiran orang?

Kalau boleh jujur, sebenarnya tadi itu Agni menangis bukan karna burung-yang-baru-belajar-terbang itu. Tapi karna hal lain yang Agni sendiri tidak tau kenapa bisa-bisanya datang tiba-tiba. Mendapati Cakka mention-mentionan sama salah satu seniornya di kampus membuat Agni serasa disamber geledek di siang bolong. Jangan tanya senior-yang-mentionan itu berjenis kelamin apa karna udah pasti cewek lah. Mana mungkin Agni jadi seperti ini kalau Cakka mentionan sama senior cowok? Gilak kali ah.

“Tapi kan udah putus. Ngapain juga mesti...aih.” Gumam Agni setengah mengeluh.

“Kamu gampang banget move on sih, Kka? Kan baru seminggu putusnya.” Gerutu Agni lesu.

Agni meraih ponselnya dari atas nakas kemudian membuka akun twitternya. Memperhatikan sekali lagi tweets di timeline Cakka. Scrolling. Scrolling. Scrolling. Tiba-tiba kepala Agni jadi pening.

@Agnidylan

Mau sakit kayanya.

 

Agni baru menyadari apa yang ditulisnya saat tweet itu sudah benar-benar ter-posting. Mungkin kali ini Agni malah memerintah otaknya untuk men-tweet kalimat norak itu ketimbang bermain Flappy Bird sepertinya. Ah sudahlah. Mending rebahan. Pikir Agni mencoba rileks ketika tiba-tiba ada panggilan masuk.

“Hallo, ini siapa?” Sapa Agni yang langsung saja menjawab panggilan.

“Cakka, Ag.”

Agni mengerjap kemudian dengan segera ia melirik layar ponselnya. Astaga.

“Oh, sori. Tadi gak sempet liat namanya. Ada apa?”

“Kamu gak kenapa-kenapa? Baik-baik aja kan? Itu tweetnya...”

Astaga. Lagi.

Agni sama sekali tak mengerti kenapa dia bisa-bisanya mutusin Cakka.

[]

150714 8.13am

AN: Ini terinspirasi dari.... Flappy Bird ahaha. Niat awal sih yang main beginiannya Cakka, tapi berubah pikiran seiring bergantinya ide cerita. Hoho

Short Stories of Cagni!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang