Last Breath

952 48 0
                                    

*Taeyong Pov*

Aku menutup telponku dan duduk menunggu Haechan kemari. Untung ada aku, kalau tidak bagaimana keadaannya sekarang? Aku menelpon doyoung untuk ijin datang telat.

Taeyong: Annyeong, Doyoung-a...

Doyoung: ada apa hyung? Cepatlah, semuanya udah ngumpul nih...

Taeyong: Arraseo, tapi aku tak bisa datang tepat waktu. Jadi, aku ijin datang terlambat...

Doyoung: Ohh, gwenchana...

Aku menutup telpon dan memasukkan handphone kedalam kantong celanaku.

"Taeyong-hyung..."

Panggil seseorang dari kejauhan. Aku menoleh dan berdiri. Ya, itu adalah Haechan kakak dari Minyoung. Aku segera menghampirinya dengan tatapan dingin.

"Yakk, Haechan! Kenapa kau tega meninggalkan adikmu!" Aku melipat tanganku

"Ani, aku tak bermaksud begitu hyungg..." Haechan kesal

"Terus?"

"Aku sudah berpamitan dengannya..."

"Kenapa kau tidak ijin untuk merawat adikmu? Kenapa kau malah mementingkan Live Show dari pada adikmu..." Aku kesal dengannya

"...." Haechan terdiam

"Donghyuk! Jawab aku..." aku mengguncang pundaknya

"Mianhae, dimana Minyoung sekarang?" Haechan terlihat cemas

"Itu ada dikamarnya..."

"Yasudah, aku akan meminta maaf padanya..." Haechan berlari meninggalkanku

*Haechan Pov*

Aku berlari keruang Minyoung. Aku langsung membuka ruangan Minyoung serta terkejut. Disamping Minyoung ada alat pengukur detak jantung dan hidung Minyoung dipasang selang.

'Apa yang terjadi padanya? Kenapa sampai separah ini?' batinku Shock

Aku mendekati dan duduk disamping Minyoung. Aku memegang tangannya dan menaruh tangannya didahiku. Apa yang sebenarnya terjadi pada Minyoung? Aku hanya menundukkan kepala karena menyesali semua ini. Aku hanya bagaikan Oppa yang bodoh dan mengabaikannya. Air mataku jatuh di pelupuk mataku.

"Nggh... Aku dimana?"
"Minyoung-a? Kau sudah sadar? Kau sekarang dirumah sakit!" Aku segera mengusap air mataku
"Oppa menangis?" Tanyanya lemas
"Ani, mataku sakit..."
"Aniya! Jangan bohong! Untuk apa kau berbohong padaku?!" Bentak Minyoung lemas
"Mianhae, apa yang sebenarnya terjadi padamu?" aku semakin khawatir dengan keadaannya
"Aku... Aku yang menukarkan jantungmu dengan jantungku..." Minyoung menundukkan kepalanya
"A... Apa?! Kenapa?!" aku menangis dan memeluk Minyoung
"Kenapa kau lakukan ini? Kenapa Lee Minyoung?" aku memeluk erat Minyoung
"Karena, aku masih menyayangimu dan tidak ingin kamu pergi..."
"Minyoung? Hikkss, hikss... Waee?" aku menenggelamkan wajahku dipundak Minyoung
"Aku tak pernah mengabaikan kondisimu meskipun aku terlalu sibuk, aku tak ingin Haechan menderita. Jadi, aku rela menderita demi Haechan yang selalu menyayangiku..." Ucap Minyoung terisak-isak
"Gomawo nde..."

*Minyoung Pov*

Aku mengelus pundak Haechan dan membalas pelukannya. Aku hanya tersenyum dan mencium pipinya.

Degg. Jantungku mendadak lemah dan ingin berhenti. Apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus berpamitan sekarang juga? Air mataku mengucur dari pelupuk mataku.

"Haechan, bisakah kamu mengambil surat yang terletak diatas meja?"
"Baiklah..." Haechan mengambil amplop
"Ini untukmu, jangan dibaca dulu sampai aku pergi..." aku tersenyum
"Kenapa kamu bilang begitu?!" Haechan khawatir

Haechan memelukku dengan erat dan menangis. Haechan menenggelamkan wajahnya dipundakku. Aku membalas pelukannya dan mengelus rambut merahnya.

"Jaga kondisimu baik-baik, makan teratur, jangan pulang terlalu malam, jangan begadang, jangan melakukan hal yang tidak baik..."
"..."
"Bertemanlah pada siapa saja, jangan menjual barang appa dan Eomma. Aku mengatakan ini karena aku menyayangimu dan masih peduli denganmu..." aku menaruh kepalaku diatas rambut merah Haechan
"Minyoung..."
"Terimakasih sudah ingin memedulikan dan merawatku, maaf jika aku membuatmu kewalahan..."
"Gwenchana..."
"Saranghaeyo Haechan... Terimakasih, Sayonara..."

TIIIITTT!

*Haechan Pov*

TIIITTT!

Aku melihat alat pengukur detak jantung Minyoung. Aku terkejut setengah mati, pengukur detak jantungnya tidak berbentuk lagi. Aku membaringkan Minyoung dan menangis menyesal. Kenapa Minyoung rela menukarkan kebebasannya demi aku? Aku sangatlah bodoh.

"MINYOOOUUNGGG...!" Jeritku sambil menangis terisak-isak

Proses Pemakaman

Inilah terakhir kalinya aku melihat wajah Minyoung yang manis dan cantik itu. Minyoung adalah salah satu adik kesayanganku yang selalu menjagaku saat aku masih menderita. Aku menundukkan kepalaku dan menangis karena aku telah kehilangan Minyoung untuk selamanya. Aku menggigit bibirku.

Tepp. Sebuah tepukan tangan seseorang dipundakku. Aku menoleh, itu ternyata Jeno. Aku hanya memandangnya bingung serta air mataku masih mengalir deras.

"Haechan, sudah ikhlaskan saja kepergian Minyoung..."
"Tapi, tapi aku tak bisa..." belum selesai aku berkata
"Minyoung ingin kau mengikhlaskan kepergiannya..." Ucap Jeno ikut menangis
"Jeno...?"
"Minyoung tidak pernah meninggalkan kenangan buruk, tapi dia malah meninggalkan kenangan yang Indah! Jadi, ikhlaskan saja, Chan!" Isak Jeno sedikit membentak
"Arraseo..." aku menundukkan kepalaku
"Chan! Kamu seharusnya berterimakasih padanya, dia sudah mengorbankan ekstrakurikuler demi kamu..." Isak Jeno
"..."
"Kenapa kau diam saja?!" Bentak Jeno kesal
"Aku merasa bersalah padanya..." sesalku
"BABOO! Kenapa kau malah menuduh dirimu sendiri?!"
"Itu bukanlah Haechan yang selama ini kukenal?!" Jeno mencibir kesal padaku lalu pergi meninggalkanku

Aku hanya melihat Jeno yang kesal padaku meninggalkanku sendirian di makam. Benar kata Jeno, aku bukanlah Donghyuk yang dikenalnya. Aku menjadi kesepian tanpa Minyoung yang berada disisiku.

"Donghyukk..."

Seseorang memanggil dengan nama asliku. Aku menoleh ternyata itu adalah Doyoung-hyung. Doyoung-hyung menghampiriku dan menepuk pundakku pelan. Aku hanya menatapnya dengan tatapan sedih.

"Donghyuk, jangan meratapi kepergian Minyoung, sebenarnya Minyoung tidak pergi meninggalkanmu..."
"Haa?! Hyung ada-ada saja..."
"Minyoung masih ada didalam hatimu..."
"Hyung?"
"Ikhlaskan saja kepergiannya, jika kau sedih, bagaimana Minyoung bisa tenang? Jika kamu sedih, Minyoung juga sedih..."
"Hyung, mianhae..."
"Gwenchana... Ayo kita makan siang mau?"
"Boleh..."

Aku dan Doyoung-hyung meninggalkan pemakaman milik Minyoung. Saat aku menoleh kebelakang aku melihat gadis berbaju putih selutut dan rambut diurai itu melihatku dan tersenyum. Aku hanya diam dan membuyarkan lamunanku. Mungkin aku masih meratapi kepergian Minyoung, mungkin lama-lama aku akan kebiasa. Minyoung, selamat tinggal dan tidur yang tenang dialammu, Oppa akan mengenangmu dan meletakkanmu dihati Oppa sendiri. Terimakasih atas sifat dan perbuatanmu padaku.

THE END

My Dear Young Sister [COMPLETE√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang