Bagian 2

390 24 0
                                    

'Tap Tap Tap'

Suara langkah kaki seseorang menggema di sepanjang lorong gelap. Tak ada pencahayaan sama sekali dalam lorong tersebut. Entah bagaimana orang itu dapat berjalan tanpa menabrak apapun. "Kau sudah menyadari kesalahanmu?", tanya orang tersebut kepada pemuda yang berada di ujung lorong. Terdapat cahaya remang yang berada di sekitar pemuda tersebut. Tubuhnya yang kurus hanya dibalut oleh pakaian lusuh compang camping. Luka-luka panjang tampak pada sekujur tubuhnya. Sudut bibirnya membiru dan pada pelipisnya terdapat darah yang sudah mengering.

Entah sudah berapa lama ia berada di lorong gelap ini. Satu minggu, dua minggu? Entahlah. Ia sama sekali tidak ingin beranjak dari sedikit cahaya yang berada disekitarnya. Yang pemuda itu lakukan hanya mendekap erat lututnya. "To..tou-san. Ma..maafkan aku. A..ku ber..janji a..akan me..lakukan..nya dengan ba..baik.", suara pemuda itu bergetar. Antara takut dan kehabisan tenaga, pemuda itu mencoba membujuk Tou-sannya untuk memaafkannya.

Keberadaannya di lorong gelap ini memang karena ia sedang dihukum. Dihukum atas kesalahan yang ia sendiri tak mengerti.

"Kau tahu, aku paling tidak suka nelihat kesalahan dan kekalahan. Kau tak pernah meraih apapun sejak kau dilahirkan. Kau hanya menjadi beban untukku. Kau hanya bisa membuatku malu dengan sikap kekanakanmu.", pemuda itu memandang sedih mendengar kata-kata menyakitkan yang dikeluarkan Tou-sannya. Itu semua tidak benar. Ia merasa tak pernah melakukan kesalahan atau semua hal yang dapat membuat keluarganya menanggung malu. Selama ini ia sudah berusaha untuk menjadi seperti yang diinginkan oleh Tou-sannya.

Pemuda itu tak tahu lagi apa yang harus ia perbuat agar sang Tou-san mau meliriknya. Mau memandang kelebihan yang ia miliki. Bukan hanya kekurangan yang bahkan menurutnya tidak begitu berarti. "Kau akan menjalani hukumanmu sampai kau dapat merubah sikapmu.", tubuh sang pemuda bergetar mendengar kalimat tersebut. Melihat Tou-sannya beranjak meninggalkan ia sendiri. Tidak. Ia tidak mau lebih lama di tempat mengerikan ini. Ia lebih suka dipukul di tempat terang daripada ditinggal sendiri di tempat gelap ini.

"Ti..tidak. TOU-SAN, JANGAN TINGGALKAN AKU DISINI. TOU-SAN KEMBALI. A..AKU MOHON KEMBALI.", teriakannya menggema di sepanjang ruangan tersebut. Berharap sang Tou-san mau berbaik hati untuk kembali menjemputnya.

------Happy Reading-----

Whose Fault

Pairing: sasunaru
Rate: M
Warning: Yaoi/boyxboy/homo, mengandung kekerasan, bahasa tidak jelas, EYD tercerai berai.

------Happy Reading-----

Naruto berjalan meninggalkan panggung. Sorakan masih terdengar dimana-mana. Ia baru selesai mempersembahkan penampilan menakjubkan lainnya. Hari ini ia cukup sibuk. Mengingat ini adalah akhir pekan, banyak sekali pejabat dan pengusaha kaya yang berkunjung di Okiya. "Naruto!", mendengar ada yang memanggil namamya, Naruto berbalik. "Okaa-sama.".

"Penampilanmu sungguh berkesan.", sang Okaa-sama tersenyum penuh maksud pada Naruto. "Apakah ada sesuatu yang perlu kulakukan?", Naruto sepenuhnya mengerti dengan gelagat Okaa-sama. Sejujurnya, panggilan Okaa-sama yang ia berikan bukanlah untuk sesosok ibu yang melahirkannya. Tetapi, panggilan itu untuk adalah untuk wanita yang sudah membelinya. Wanita pemilik okiya tempatnya bekerja.

"Ah. Kau sangat mengerti diriku Naruto. Hihi..", Naruto hanya memandang dingin sang Okaa-sama. "Kau tahu bukan, jika kau sangat spesial untukku. Okiya ini terkenal hingga ke ujung kota hanya karena dirimu. Kau tahu kan, jika selama ini aku sendiri yang memilih orang untuk menjadi pelangganmu.", firasat Naruto benar-benar buruk kali ini. Ia mengerti bahwa setiap orang yang bekerja di okiya ini tidak lagi suci. Mereka sudah tercemar. Tubuh mereka sudah ternodai oleh tangan-tangan bejat laki-laki di luar sana. Tapi, itu tidak berlaku bagi Naruto.

Whose Fault [sasunaru]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang