NEW FRIEND, NEW LIFE, NEW PAIN

179 9 2
                                    

Ayulla dan ibunya sudah kembali ke rumah. Dengan bantuan dari Gio, Ibu mendapat perawatan maksimal dan bisa sehat lebih cepat. Lelaki itu juga membayar seluruh biaya rumah sakit tanpa perlu Ayulla bayar sepeserpun. Gio mengatakan Ibunya sangatlah baik, mengingatkannya akan ibunya yang sudah terlebih dahulu menghadap Tuhan tepat saat ia masih kecil dulu. Andai saja Gio tahu sifat buruk Ibu Ayulla, tentu ia tidak akan pernah mengatakan hal itu. Bahkan bisa saja Gio memasukkan Ibu Ayulla ke penjara dengan alasan kekerasan terhadap anak. Semua kebaikan Gio membuat Ayulla kian kagum pada sosoknya. Giovanni yang sangat sempurna dimatanya.

Dulu... Setelah perkenalan singkat di bus, Ayulla dan Giovanni menjadi lebih akrab dari sekedar teman. Lebih tepatnya, semenjak pertolongan yang Gio berikan pada Ayulla, keduanya selalu terlihat dekat dari waktu ke waktu.

Ia sudah mulai menata hidupnya.
Lambat namun pasti, bekerja sebagai kasir wanita di salah satu toko kosmetik jalanan. Berbekal wajah yang memang sudah terlihat selalu cantik dan natural, ia mendapat pekerjaan ini dengan sangat mudah.

Tidak ada lagi para pekerja bangunan berotak mesum, tidak ada suitan nakal atau colekan menyebalkan, bahkan tempat dimana ia bekerja, dilengkapi dengan pendingin ruangan. Ayulla tak hentinya mengucap syukur.

Ia pun mulai membuka diri untuk suatu hubungan antara dirinya dan Gio. Lelaki itu, adalah lelaki pertama yang menjadi teman bertukar keluh kesah tentang pahitnya kehidupan. Seumur hidupnya, tak ada seorang pun yang bersedia berada di pihak Ayulla, sikapnya yang introvert menjadi penghalang dirinya untuk bersosialisasi dengan orang lain.

Seperti saat ini, ia sedang menikmati secangkir kopi di warung kecil dekat trotoar jalan yang penuh debu dan asap kendaraan bermotor. Well, bedanya ia tidak sendirian lagi sekarang. Sudah ada Gio yang siap menemani sepanjang harinya yang membosankan.

"Bagaimana pekerjaan mu hari ini, Gio?" Ucap Ayulla dengan senyum manisnya, ia bahkan mulai membiasakan diri untuk mengawali-terlebih-dahulu-setiap pembicaraan yang melibatkan dirinya.

"Semuanya baik-baik saja. Seperti biasa, namun ada sedikit kejanggalan dari kasus yang sedang kutangani saat ini. Membutuhkan tenaga ekstra memang. Hufftt, pasti akan sangat melegakan jika kasus ini segera terselesaikan." Ucap Giovanni panjang lebar.

Terdengar suara tawa dari arah tempat duduk gadis itu, ya, Ayulla sedang menertawakan ekspresi wajah yang ditunjukkan Gio padanya. Terlihat lucu dan menggemaskan.

Oh, tunggu. Menggemaskan?

Demi tuhan, Giovanni Grogio bukanlah anak kecil?!

"Apa yang sedang kau tertawai, nona Disick?" Ucap lelaki itu mendelisik.

"Uhm, bukan apa-apa," satu lagi kebiasaan Ayulla yang diakibatkan kehadiran lelaki itu. Ia mulai pandai berbohong, seakan tidak ada lagi guratan kesedihan dalam wajah polos gadis itu.

"Aku akan pergi besok."
Tiba-tiba raut wajah Gio berubah serius.

"Setelah kasus ini selesai, aku akan segera meninggalkan wilayah ini." Tanpa Ayulla sadari, ia tak dapat mengontrol wajahnya yang menunjukkan raut tegang dan kaget yang tak dapat di tutup-tutupi.

Ada apa?

"Pergi kemana?"

"Kuharap kau tidak mencariku, Ayulla." suaranya terdengar sedikit goyah.

"Tapi... Kemana? Kenapa tiba-tiba seperti ini?" Gadis itu mulai panik. Melihat gurat sendu di wajah tampan Gio yang sebelumnya tak pernah ia lihat.

"Bertugas." Cukup satu kata bagi Gio, sudah menjelaskan segalanya. Ayulla pun tak bisa menyangkal perasaan kecewa yang ia rasakan. Gadis itu sedikit melupakan fakta bahwa Gio seseorang yang memiliki peranan penting di wilayah ini. Sudah sewajarnya ia menjalankan tugas untuk menjaga dan melindungi semua yang seharusnya ia jaga.

"Begitu ya..." Nadanya terdengar sedikit sumbang. Di akhir pembicaraan itu, keduanya terdiam dengan beribu perasaan yang membuncah dalam hati.

Suasana tiba-tiba terasa canggung. Gio yang biasanya pandai mencari topik pembicaraan, kini bahkan tak bisa mengucapkan sepatah kata pun untuk memecah keheningan ini.

"Kalau boleh tahu... Kemana?" Ia mati-matian menahan suaranya untuk tak bertanya lebih jauh pada Gio. Rasa takut seketika menyeruak dalam hatinya. Ayulla takut ia melangkah lebih jauh melewati batasan yang ada.

Memangnya batasan apa? Kejelasan hubungan keduanya pun masih belum jelas adanya. Sahabat? Sedekat itukah? Teman? Bagi Ayulla ia dan Gio bahkan sudah lebih dari sekedar teman biasa. Saudara? Ah, Gio pun tak pernah mengikrarkan sebuah kalimat yang menunjukkan arti keduanya.

Tubuhnya tremor hebat. Ayulla takut ia akan sakit hati lagi. Ia tak bisa mengartikan kedekatan keduanya. Tak seharusnya ia bertanya lebih jauh.

"Aku dialih tugaskan. Di wilayah yang saat ini mengalami bencana alam hebat."

Ayulla seketika membulatkan mata tiba-tiba. Oh, dia tahu tempat itu. Sangat berbahaya. Ia lihat di televisi jalanan, wilayah itu selain berakibat pada keadaan tempatnya yang memburuk juga memiliki banyak serangan dari teroris. Bukannya tak mungkin teroris itu membunuh atau bahkan menyiksa orang-orang tak bersalah yang berani menghalangi jalannya untuk membumi hanguskan seluruh penduduk asli tempat itu. Gio memiliki alasan kuat yang perlu dimiliki untuk membunuh dirinya.

"Itu... Sangat berbahaya." ia ingin sekali menyuarakan keinginannya untuk meminta Gio agar tidak pergi kedalam medan oerang itu. Namun sekali lagi, memangnya ia siapa. Ia bukanlah siapa-siapa bagi sosok didepannya ini. Ayulla tak punya hak melarang Gio untuk pergi. Pun juga ini bukanlah keinginan Gio, atasannya yang berpengaruh engalih tugaskan lelaki ini.

"Aku tahu." Gio tak berani melihat raut wajah wanita didepannya. Ia takut Ayulla menunjukkan ekspresi kecewa, yang tentu saja akan menggoyahkan keyakinannya untuk pergi dari tempat ini. Bukannya ia senang bisa cepat-cepat pergi dari hidup Ayulla, tapi pekerjaan ini sangatlah penting baginya. Upahnya sangat besar, tiga kali lipat lebih menjanjikan dari upahnya menjaga wilayah ini.

"Aku berjanji, setelah tugasku berakhir di wilayah itu, aku akan segera kembali. Menjemputmu disini."

Ayulla memegang cangkir kopi yang tinggal setengah dengan perasaan resah. Ujung jarinya memainkan gagang cangkir untuk meluapkan kegelisahan yang ada. Ia bingung harus menjawab pertanyaan itu dengan apa. Jelas ia tak bisa berharap lebih dari sosok ini. Beribu pemikiran negatif berseliweran dalam otaknya.

Apa maksud perkataan terakhir Gio? Apa ia menjanjikan sesuatu yang teramat penting bagi Ayulla? Apa baru saja... Giovanni menjanjikan sebuah kehidupan baru bagi dirinya?

Bisa saja nanti ditengah bertugas Gio bertemu wanita yang lebih menarik dari dirinya. Lebih pintar bercakap, lebih mudah tersenyum, lebih baik bersosialisasi dan lebih-lebih lainnya. Ayulla tak bisa berpikir jernih. Untuk saat ini, ia ingin diam saja untuk beberapa saat tanpa Gio di sisinya. Ia ingin berpikir positif tentang segalanya. Tentu saja ini semua menyangkut masa depannya nanti. Juga masih belum jelas apakah lelaki didepannya ini menganggap dirinya penting ataukah hanya sekedar kasihan belaka. Ia tak mau menyusahkan Gio dan akhirnya lelaki itu akan terjebak selamanya dengan dirinya.

Membayangkannya saja ia tak bisa.

Terlalu berbelit-belit.

Biarkan saja... Cukup dirinya yang merasakan sakit karena ditinggal lelaki ini, ia tak mampu membayangkan hidup Gio jika harus membebani dengan kehidupannya juga. Maka dari itu, berbekal keyakinan yang ada Ayulla menyuarakan keyakinannya yang sangat menyedihkan.

"Tidak, Gio. Tidak bisa seperti ini."

"Tapi~ kenapa Ayulla? Apa kau tidak menyayangiku?"

Jadi...

Sayang ya?

Arti sayang itu sangat luas. Seluas bumi dan seisinya. Ayulla tak bisa mengartikan lebih dalam arti sayang dari Gio untuk dirinya.

"Aku~" kalimatnya menggantung sepi. Ragu seketika menyelimuti perasaannya.

Gio mengambil jari-jemari Ayulla. Digenggamnya tangan ringkih itu dan mengaitkannya dengan tangannya yang besar. "Yakinlah pada diriku, Ayulla. Aku... Akan menyelamatkan hidupmu~"

~~~~

Follow me if you enjoy my story^^

Oh iya, find me on ig: sarahrmdhnia34

Salam Grace?!

Trouble MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang