Hari minggu yang panjang, kuhabiskan dengan menjadi seorang pelayan di salah satu cafe besar yang menjadi tujuan utama para muda-mudi kota untuk berakhir pekan. Pekerjaan utamaku sebagai kasir toko kosmetik pada hari minggu seperti ini libur. Jadilah aku harus mencari uang tambahan lain, satu-satunya cara yakni dengan bekerja paruh waktu. Syukurlah berbekal surat lamaran pekerjaan yang kubuat, dengan mudah aku diterima bekerja di tempat ini. Cafe paling terkenal di kota. Tak jarang, aku bertemu pandang dengan beberapa artis kota yang memiliki wajah luar biasa tampan dan cantik. Membuatku tak henti mengucap syukur pada Tuhan atas kenikmatan yang ia berikan padaku.
Perkerjaan sambilan ini sangat menguntungkan. Selain karena gajinya yang lumayan besar, juga jam kerjanya yang tergolong minim. Membuatku bisa melanjutkan perkerjaan sambilanku lainnya. Dengan begitu, tabungan yang kumiliki semakin besar. Berharap suatu saat nanti, aku bisa membeli sepetak rumah yang layak huni bagi diriku dan Ibu tinggali.
Sore hari nanti, aku harus segera pergi menuju taman kota. Bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk bekerja menjadi salah satu tukang bersih-bersih yang di gaji oleh pemerintah setempat. Walaupun gajinya tidak terlalu besar, namun sudah lebih dari cukup untuk membiayai biaya hidupku dan Ibu agar hidup lebih baik dari sebelumnya.
Tink!
"Pesanan untuk mena nomor 15!" Bunyi dering bell dari jendela dapur membuyarkan lamunanku. Dengan segera berdiri dan berjalan untuk mengambil pesanan pelanggan dan memberikannya pada meja yang dituju. Sepiring macaron, semangkok mie ramen, dan dua gelas mint ice berada dalam nampan yang kubawa. Dengan senyum sumringah dan langkah yang ekstra hati-hati berjalan menunu sisi kanan cafe tempat dimana meja yang dituju berada.
Aku sudah menghapal di luar kepala struktur meja-meja di tempat ini, agar memudahkanku mengantar pesanan yang ada. Ah, disana. Sepertinya sepasang kekasih, nampak dari tangan keduanya yang saling menggenggam hangat.
"Ini pesanannya. Selamat menikmati..."
Kuatur sedemikian rupa makanan dan minuman itu diatas meja. Tersenyum hangat pada pasangan kekasih yang dimabuk asmara ini. Si wanita menatapku takut-takut. Seakan mau menyampaikan sesuatu padaku. Sampai akhirnya, suaranya berbicara dengan nada hangat yang memancarkan kebahagiaan. "Nona, bolehkah kami meminta tolong sesuatu?"
Sadar bahwa ia sedang berbicara padaku, lantas aku menjawab dengan nada yang tak kalah ramah. "Tentu saja, miss. Apa yang bisa saya bantu?"
"Bisakah anda mengambil foto kami berdua? Ini adalah hari anniversary pernikahan kami yang 5 Tahun. Saya ingin mengabadikan momen berharga ini sebelum suami saya pergi ke luar kota," ia berbicara sambil sesekali melirik sosok lelaki yang merupakan suaminya itu dengan rona merah di kedua pipinya. Ah, pasangan yang sangat harmonis.
"Tentu saja, Miss. Saya dengan senang hati membantu anda," ucapku sambil menerima handpone yang disodorkan oleh si lelaki.
Mereka mengambil pose sambil bergandengan tangan. Klik.
Namun kupikir gaya keduanya masih terkesan kaku. Untuk itulah aku kembali bersuara, "gaya lainnya, Tuan, Miss. Ah ya, begitu. Klik. Akan lebih bagus kalo Tuan sedikit tersenyum, ya bagus. Klik. Sekali lagi. Klik. Lebih dekat lagi Miss. Klik..."
Aku tersenyum melihat foto yang kuambil, mereka nampak saling dimabuk cinta walau sedikit terlihat kaku satu sama lain. Mungkin karena keduanya malu denganku. Betapa manisnya pasangan ini.
"Ini, Tuan." Kukembalikan handpone pada si lelaki dan ia mengucapkan terima kasihnya padaku yang hanya kubalas dengan senyuman lembut. Setelahnya, aku mengundurkan diri untuk segera kembali ke tempat para pelayan berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trouble Mistake
Ficción GeneralBerawal dari sebuah mimpi buruk penuh kegelapan, Ayulla Saint Disick, rela menuruti keinginan ibu tirinya yang hampir gila untuk menikah dengan saudagar kaya dari negri sebelah, Andrew Hilton. Tua bangka yang selama ini menjalani hidupnya hanya dem...