Second Question

83 10 2
                                    

Sementara disana, Leonardo berdiri sambil memandang Ayulla lekat. Mengabaikan perkataan Ibu Ayulla yang secara tak langsung memberinya perintah itu. Tanpa bersusah payah menjawab, Leonardo malah bertanya sebuah pertanyaan yang seakan membuat jantung Ayulla berhenti berdetak.

"Jadi Ayulla Saint Disick, berapa usiamu sekarang?"

Lelaki itu sudah mengetahui namanya. Dan... Untuk apa lagi bertanya tentang usianya? Ayulla yakin ada banyak keanehan dalam mansion ini. Kakinya belum menginjak pelataran mansion tapi kata hatinya sudah bergejolak untuk menyuruhnya pergi dari tempat ini.

Pertanda apa ini?

~ ~ ~ ~

Pertanyaan random yang terkesan menjebak itu membuat seluruh pikiran Ayulla terpusat hanya pada Leonardo seorang. Ayulla bahkan sudah tidak bisa lagi mengendalikan ekspresi wajahnya didepan lelaki itu. Kedua matanya menyorot tajam, bagai membidik tepat pada satu sasaran dengan menggunakan anak panah. Napasnya naik turun, mungkin karena segala pemikiran yang berseliweran dalam otaknya hanya menunjukkan kemungkinan terburuknya saja.

Entahlah, terlalu sulit untuk dijelaskan. Singkat kata, Ayulla ketakutan. Bahkan kehadiran sang ibu yang kini berdiri sambil sudah bercakap-cakap dengan seorang pelayan wanita lain tidak bisa Ayulla harapkan sama sekali. Gejolak dalam hatinya membara. Bukan amarah, melainkan perasaannya yang mulai memburuk kian dalam.

Ya, Ibunya bahkan sama sekali tidak membantu Ayulla menjawab pertanyaan itu. Ia malah memanggil salah seorang wanita dengan pakaian serba hitam putih. Lengkap dengan pin yang ia lihat sama seperti yang Leonardo miliki. Sepertinya mereka yang memakai pin itu merupakan staf resmi rumah ini. Ibunya terus-menerus menanyakan berbagai macam pertanyaan baru kepada wanita itu. Seratus persen mengabaikan Ayulla yang merasa sedang terperangkap didalam ruang kosong karena satu pertanyaan dari lelaki itu.

Leonardo, lelaki tua itu masih berdiri didepan dirinya dan juga sang Ibu. Menjulang tinggi, terlebih aura kebijaksanaan yang mencuat pada dirinya semakin menambah buruk suasana yang ada. Kedua matanya tak lepas dari Ayulla, seakan menunjukkan bahwa ia masih menunggu jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan untuk Ayulla beberapa saat lalu itu.

Dalam keterdiamannya, Ayulla kian berpikir keras, sambil menyalurkan rasa takutnya dengan menggenggam ujung kaos lusuhnya, setengah meremas. Pandangannya kian menyorot ke bawah. Seakan lantai keramik dengan ukiran serba mewah itu terlihat seribu kali jauh lebih menarik dari pada seluruh isi mansion, istana, atau entah mereka menyebutnya apa ini. Ya, lantai yang tak lain dan tak bukan merupakan pelataran mansion ini dilapisi oleh keramik. Bukan hanya sekedar tanah, melainkan keramik mahal yang Ayulla taksir harganya melebihi nilai rumah lamanya itu. Semua yang ia lihat semakin membuat detak jantungnya menggila. Menyadari bahwa bukan hanya sedekar rumah baru yang akan ia dapat, melainkan masalah baru seakan sudah melambai-lambai di ujung sana. Menyambut kedatangannya dengan senyuman maut.

Keadaan menyedihkan Ayulla jauh berbanding terbalik dengan sang Ibu. Kedua matanya tak henti berpendar cerah, terang-terangan mengagumi dekorasi serba mewah mansion ini. Padahal jelas-jelas pelayan wanita disampingnya masih dengan setia menjawab tiap pertanyaannya tadi, namun entah mengapa, Ibu Ayulla seakan mengabaikan wanita itu dan lebih memilih melihat-lihat isi mansion ini.

Terlalu lama memang untuk menjawab pertanyaan Leonardo, namun karena telah lebih dari lima menit waktu terasa terbuang sia-sia karena Ayulla yang tetap diam seribu bahasa sementara lelaki itu masih saja setia menunggu jawaban, Ayulla memutuskan untuk berkata, "saya... Maksudku, aku tepat berusia dua puluh tahun sekarang," jawaban jujur yang keluar dari mulutnya.

Ekspresi lelaki itu diluar dugaan. Ia sedikit terperangah namun dengan segera menutupi keterkejutan itu. Lantas Leonardo berkata, "baiklah, silahkan masuk," kedua tangan lelaki itu bergerak leluasa ke arah pintu mansion. Yang mana bagi Ayulla lebih mirip gerbang surga karena kemewahan yang ada di tiap inci bagiannya itu.

Trouble MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang