25

3.4K 603 56
                                    

Sekarang jam 4 sore, gue ada di rumah om Minghao. Mama nyuruh gue kesini, dan om Minghao ngejemput gue buat ke rumahnya.




Kalau boleh jujur, gue masih belum bisa ngelupain kejadian seminggu yang lalu.




Mungkin karena udah sayang sayangnya sama kak Jihoon, jadi moveon itu merupakan suatu hal yang gak mudah bagi gue.




“Zazas, ayo makan!” Mama narik tangan gue buat ikut dia jalan ke ruang makan. Gue cuma nurut.




Mama nyuruh gue duduk dan dia ngambilin nasi sama lauk lainnya buat gue. “Dimakan!” ucap mama setelahnya.




Gue cuma tersenyum simpul dan makan sedikit demi sedikit. Gue belum makan dari pagi, tapi lagi nggak nafsu banget sekarang.




“Zazas sayang, kenapa sedikit-sedikit makan-nya? Masakan mama nggak enak ya?”




Gue menggeleng dengan cepat, “N-nggak kok, mah.”




Mama tersenyum ke arah gue dan selanjutnya dia ngusap rambut gue, “Makan yang banyak, biar tumbuh besar. Jadi istri yang baik buat Minghao.”




Perlakuan mama nggak berubah sama sekali ke gue ternyata:) ini kalimat yang sama pas mama ngucapin di china 2 tahun yang lalu.




“Seru banget kayaknya, lagi makan apa?”




Gue liat om Minghao dateng dan berdiri tepat dibelakang gue sama mama, tangan kirinya memegang bahu gue dan tangan kanannya memegang bahu mama.




“Ini si Zazas, mama suruh makan yang banyak, sup—”




“—supaya tumbuh besar dan jadi istri yang baik buat Minghao?” potong om Minghao kemudian.




Ok apakabar hati gue. Dugeun dugeun sih nggak, tapi nggak enak aja gitu. Gue terus nunduk dan nggak mau natap om Minghao.




“Zas, kenapa diem? Ayo makan lagi!” ucap om Minghao kemudian.




Gue cuma diem nggak ngerespon, mood gue belum makan belum sepenuhnya ada:)




Om Minghao berlutut di samping kursi gue, dia megang tangan gue sambil natap gue. “Zas, masih kepikiran sama itu?”




Gue menggeleng.




“Bohong.” ucap om Minghao kemudian.




“Zas, kamu mood-nya down banget seminggu ini. Udah rela-in aja, Jihoon gak bisa nolak permintaan mamanya sendiri.” lanjut om Minghao.




Gue ngangguk.




“Mikirin Jihoon jangan sampe bikin kamu mogok makan, Zas. Takut sakit.” ucap om Minghao seraya mengusap tangan kiri gue.




Mama mengelus punggung gue, “Belajar buat lupain dia, Minghao ada buat kamu.” ucapnya.




Sejujurnya, gue masih gak bisa nerima keadaan sampe om Minghao aja gue cuekin.




Ke-egoisan gue makin membludak kayaknya. Di satu sisi gue gak bisa moveon dari kak Jihoon, di satu sisi gue seneng sama perlakuan om Minghao sama gue sekarang.




Egois bukan?




“Zas, daripada kamu bete terus mending nonton aja yuk? Mumpung masih libur saya-nya juga, besok udah harus ngantor.” ajak om Minghao tiba tiba.




Om Minghao✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang