Enam

69 11 0
                                    

"Jadi kita bayar pakai apa?" pertanyaan datang silih berganti dari dua sahabat itu.

"Gue juga gak tau!"

Wajah Angel berubah panik, Tess. Setetes air keringat turut andil dalam kepanikannya.

"Lu sih, bos!" celoteh Nimas menyalahkan.

"Disaat gini, kalian nyalahin gue?" Kata Angel, sebelum akhirnya ia melanjutkan perkataannya. "Gue caw!"

Dua sahabat itu hanya diam, membiarkan punggung Angel perlahan demi perlahan menghilang. Suasana hening, membeku dalam hitungan detik.

"Gimana, ini?" tanya Farah.

Nimas melotot, dan kemudian mengehela napas panjang. "Gue juga gak tau."

Suasana club yang tadinya terkesan padat, dalam kerjapan mata berubah menjadi suram. Dua orang yang sedang menunggu keajabaian sang bidadari.

Tiba-tiba saja, seorang pria berwajah blaster-an Indonesia-Belanda datang menghampiri kerumunan dua wanita itu. Sontak membuat Farah dan Nimas mengerjap beberapa kali.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"E-eh, tidak ada kok. Terimakasih." Jawab Farah gugup.

"Gak usah gugup, santai saja kali. Well, this our time!"

Pria itu mencoba akrab dengan Farah dan juga Nimas. Wanita yang kurang akan pergaulan, tidak mengenal teman, keculai Angel, akhirnya memilih untuk bungkam.

"Boleh saya gabung?" tanya pria itu kembali, memecahkan suasana.

"Silahkan."

Pria itu mendaratkan pantatnya tepat di tempat yang sebelumnya Angel duduki. Dan bercerita banyak kepada dua wanita kaku itu.

"Jadi kalian masih sekolah?"

"I-iya."

"Kalau boleh saya tau, kelas berapa?"

"2 SMA."

Pria itu menundukkan pandangan, seolah mengingat sesuatu memori yang sempat tersimpan dalam fikirannya. Namun, sulit untuk mengungkapkannya. Lumayan lama, sebelum akhirnya ia mengangkat kembali wajahnya yang disertai dengan buliran air mata.

"Kamu kenapa?" tanya Farah cemas.

"Tidak kok, tidak kenapa-kenapa." Dengan cepat pria itu mengusap wajahnya.

Nimas dan Farah saling menatap, bingung.

Ini pria atau banci? Cengeng banget.

Eh, btw. Dia ganteng banget. Jarang-jarang nih gue ketemu yang beginian.

"Kalau boleh tahu, kamu sekolah dimana?" tanya Nimas penasaran.

Menggeleng pelan.

"Tidak sekolah?"

Anggukan sekali.

Lantas, membuat Nimas dan Farah tercengang.

Cowo se-ganteng dia gak berpendidikan?

"Saya dahulu pernah sekolah, tepat di satu tahun yang lalu sebelum saya..."

"Dikeluarkan?" sambung Farah memotong.

Lagi-lagi pria itu hanya mengangguk. Dan kemudian melanjutkan pembicaraannya.

"...dikeluarkan dari sekolah karena berkelahi dengan sahabat saya, sehingga membuat ia tersungkur dan kepalanya terbentur batu. Karena kejadian itu menyebabkan ia menderita amnesia yang cukup lama."

Get Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang