Aku tak pernah merasa sebebas ini sebelumnya. Angin memeluk erat tubuhku yang terasa ringan, menyebabkan seluruh kegelisahanku menguap. Dadaku yang semula sesak kini terasa kosong melompong. Tak ada lagi perasaan bersalah di dalam sana. Tak ada lagi monster yang selalu menguras air mataku. Tak ada lagi sesal yang setia menghiasi setiap sisi hatiku. Oh, aku benar-benar akan bebas!
Aku membuka mataku, ingin melihat dunia untuk yang terakhir kalinya. Ah, dunia memang indah. Tapi sayangnya takdir kehidupan tidaklah seindah dunia. Untuk itu aku memutuskan untuk mengakhiri takdirku. Takdir yang selalu jahat padaku.
"Aku mencintai kalian semua."
Bugh...
Aku menutup mata. Rasanya seluruh organ dalam tubuhku mati rasa, aliran darahku terhenti. Tulang-tulangku seperti terlepas dari tempatnya. Sakit yang luar biasa, tapi kuyakin sakit ini hanya sementara.
Aku masih berusaha agar tubuhku tetap sadar. Aku harus menikmati sensasi ini. Sensasi yang selama ini aku idam-idamkan; kesakitan lalu bebas untuk selama-lamanya.
Pasokan oksigen mulai terasa melambat ke paru-paruku. Aku dapat merasakan cairan kental di sekitar kepalaku. Rasanya sangat nyeri, seperti sebuah palu berukuran raksasa baru saja dipukulkan ke kepalaku. Meskipun tubuhku merasakan kesakitan yang luar biasa, aku tetap berusaha untuk membuka mata perlahan-lahan karena telingaku mendengar sayup-sayup orang berteriak.
"Kau akan selamat."
Di penghujung kesadaranku, aku mendengar suara mendekat ke telingaku. Selanjutnya aku melihat seorang laki-laki tersenyum kecil ke arahku. Penglihatanku memang mengabur, tapi aku tetap yakin bahwa laki-laki itu memang tersenyum. Apakah ia malaikat?
"Bertahanlah."
Masih tetap di penghujung kesadaranku, aku merasakan pergelangan tanganku digenggam, oleh laki-laki yang sama. Hangat. Tetapi aku tetap memilih untuk meninggalkan kehangatan itu. Juga meninggalkan dunia. Dunia yang tak pernah memberi kehangatannya padaku.
***
Aku terbangun dengan jantung yang berdegub kencang serta napas yang tersengal-sengal. Keringat dingin menyelimuti punggungku. Apa itu tadi? Mimpikah?
"Kau sudah bangun ternyata."
Aku menoleh ke kanan tubuhku dengan cepat. Kemudian mendapati seorang wanita tinggi semampai dengan rambut yang keriting di bagian bawahnya. Wanita itu aneh sekaligus menyeramkan sebab seluruh pakaiannya hitam.
"Si--siapa kau?"
"Siapa aku? Kurasa aku telah meninggalkan namaku di suatu tempat."
"Maksudmu?"
"Sudahlah," wanita serba hitam itu mendekatiku dengan suara langkah kaki yang mengiringinya, "nama beserta kawan-kawannya tidak pernah pantas untuk kita."
"Kita?" tanyaku kebingungan.
"Iya. Kita. Manusia yang memutuskan untuk membenci hidupnya sendiri, membenci dunia, serta menyalahkan takdir. Kita manusia yang sekarang tak 'kan lagi didekap oleh bumi."
Aku memundurkan tubuhku sejauh mungkin. Wanita ini benar-benar aneh. Aku berhasil dibuat ketakutan dengan kata-katanya. Apa maksudnya semua itu?
"Sebenarnya siapa kau? Jangan permainkanku!"
Wanita itu tersenyum asimetris. Tak lama kemudian sebuah sayap berwarna hitam keluar dari balik punggungnya. Sayap yang megah, sekaligus mengerikan. Seperti sebuah kutukan.