SAKIT ITU

86 7 7
                                    

Anetha berbaring di ranjang dan menarik selimutnya. Seketika udara sangat dingin, badannya mulai demam dan lama kelamaan makin tinggi. Kepalanya terasa berat.

Pukul 07.00 baru saja Anetha ingin melanjutkan tidur panjangnya, kini handphone di sampingnya menjerit-jerit membuat telinganya berdengung. Sakit di kepalanya berkurang walaupun sedikit, tangan Anetha berusaha meraih handphone yang berada di sampingnya dengan susah payah. Terdapat satu pesan singkat dari Dokter Andra.

From : Kak Andra
Hari ini jadwalnya kamu untuk ke rumah sakit. Kakak tunggu kamu jam 10.

Dengan sisah tenaga yang ia punya, Anetha berusaha bangkit dari ranjangnya untuk berjalan ke arah kamar mandi. Pandangannya mengabur, jalannya terseok-seok, namun dengan cepat, Anetha berusaha menguasai dirinya kembali. Ia mengambil handuk yang bertengger di samping lemarinya dan melesat menuju kamar mandi.

Setelah menyelesaikan urusannya, Anetha berjalan menyusuri tangga rumahnya untuk menuju ke lantai satu.

"Non, pagi-pagi udah rapi, mau kemana?" sapa Bi Ika yang berada di dapur.

"Ah, enggak Bi. Anetha cuman mau jalan-jalan aja, mumpung weekend" jawab Anetha yang berusaha tersenyum walau sakit tetap terasa.

"Ya udah, Non, Bibi udah siapin sarapannya. Di makan dulu yah." kata Bi Ika sambil menyodorkan makanan yang sudah disiapkannya dari dapur.

"Iya Bibi" jawab Anetha.
Anetha berusaha menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya, walaupun bertentangan dengan nafsu makannya. Anetha tetap berusaha mengunyah, walau mual yang ia rasakan.

"Udah ya Bi, Anetha pamit dulu"

Pamit Anetha setelah menghabiskan sarapannya.

Anetha berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan perasaan yang berkecamuk. Yang Anetha pikirkan saat ini hanyalah bagaimana menghadapi kenyataan, kalau-kalau kondisinya semakin memburuk? Apakah ia harus menyerah pada takdir hidupnya? Apakah dia kalah melawan rasa sakit itu? Apakah dia siap mendengar apapun yang dikatakan Dokter Andra tentang kondisinya?

"Kak Andra" sapa Anetha ketika memasuki ruangan yang bertuliskan Dr. Andra Mario.

"Akhirnya kamu sampai juga. Ayo duduk" balas Andra sembari menutup laptop yang sedari tadi ia pampang.

"Gimana keadaan kamu sekarang?"
Tanya Dokter Andra

"Belakangan ini, penglihatan aku mengabur. Anetha juga suka mual-mual dan muntah" jawab Anetha takut-takut.

"Seperti yang kakak duga. Itu adalah gejala-gejala awal dari kanker tersebut, Anetha."

"Setelah kakak pelajari kondisi kamu lebih lanjut, kanker hati yang kamu idap ini, termasuk kedalam jenis kanker hati primer. Kanker hati primer adalah kanker yang berawal dari organ hati dan termasuk jenis kanker yang berpotensi fatal"

"Maka dari itu, kakak harap kamu mau mengikuti berbagai pengobatan untuk mematikan sel kanker tersebut, agar tidak menyebar ke organ lain. Kamu tidak bisa hanya diam seperti ini, tanpa melakukan apapun. Jika kamu menolak pengobatan itu, kanker itu lambat laun akan memasuki stadium yang lebih tinggi, Anetha. Kakak harap kamu mengerti"

Anetha memejamkan matanya sesaat, dan menarik nafasnya dalam. Terlihat sekali kesedihan yang terpancar dari mata indahnya.

"Iya, aku ngerti kak. Tapi kalo bersikap seperti orang yang penyakitan, yang hidupnya hanya bergantung sama obat-obatan itu sama aja dengan aku menyerah dan pasrah sama kenyataan" Anetha menarik nafasnya lagi.

"Aku mau hidup normal kak, nggak bergantung sama pengobatan, apalagi sama obat-obatan. Aku nggak mau" tegas Anetha. Tanpa sadar, cairan bening keluar dari pelupuk matanya, dan membasahi pipinya. Ia begitu rapuh.

"Ini sama aja kamu menyia-nyiakan kesempatan untuk kamu kembali sembuh. Kalo kamu mau sembuh, kamu nggak bisa bersikap seperti ini, Anetha. Kamu harus menjalani pengobatan. Kamu bukan anak kecil lagi. Berpikirlah dewasa, Anetha" bujuk Dokter Andra dengan nada suara yang sedikit di naikan.

Dengan cepat Anetha menyeka air matanya dan memandang Dokter Andra dengan tatapan sendu.

"Kak, aku tau kakak berusaha yang terbaik buat kesembuhan aku. Aku tau itu. Tapi, aku mohon, kakak beri aku waktu untuk memikirkan semua ini. Aku janji, aku pasti akan ikutin kemauan kakak untuk ngejalanin pengobatan ini. Aku janji." ucap Anetha yakin dengan mata yang sembab.

Dokter Andra bangkit dari duduknya dan menghampiri Anetha seraya memeluk dan menenangkan adiknya itu.

"Iya. Kakak nggak akan maksa kamu sekarang. Kakak beri kamu waktu, tapi kamu harus janji jangan menyerah kayak ginj, kamu harus tetap semangat. Kakak dukung kamu kok" kata dokter Andra sambil mengelus-ngelus punggung Anetha agar membuatnya lebih tenang.

Anetha menatap Andra mantap dan mengangguk.
"Pasti kak"

"Yaudah kak, kalo gitu Anetha pamit dulu" Kata Anetha sambil berjalan dan membuka pintu dan berjalan meninggalkan ruangan tersebut.


***

See you next caphter😘
Gbu😇

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JOANETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang