*****
Ferris wheel. Itulah wahana yang ditunjuk oleh Dian. Alex meletakkan tangan kiri di depan badannya. Memberi Dian celah untuk menggandengkan tangannya. Dian tanpa ragu mengalungkan tangan kanannya, masih melanjutkan aktivitas makannya tanpa merasa terganggu sedikitpun.
*****
Hari semakin gelap, dan sekarang sudah malam. Mereka masuk ke tempat tiket, lalu memasuki kabin mereka berdua.Ferris wheel itu akhirnya berputar. Membuat fokus Dian teralih dan melupakan permen kapasnya sebentar.
Akhirnya kabin mereka sampai di puncak ketinggian, Dian semakin membelalakkan matanya dengan mulut setengah terbuka.
"Jangan pasang ekspresi seperti itu" ucap Alex sambil tertawa kecil, mengambil sedikit permen kapasnya dan memasukkannya kedalam mulutnya.
Dian tersadar. Ia tahu ekspresinya pasti sangat jelek sampai membuat Alex tertawa.
"Kenapa?" tanya Dian seolah tidak tahu, sambil mengambil permen kapasnya, lagi.
"Karena kamu jadi keliatan tambah manis" jawab Alex dengan santai.
Dian diam, ia membeku. Tangannya masih dalam posisi akan menyuapkan potongan kecil permen itu ke mulutnya. Ia lalu tersenyum kaku dan kembali menyuapkan permen kapas itu masuk kedalam mulutnya.
"Tapi memang, pemandangannya indah. Lebih indah dari flying bicycle tadi. Karena hari ini sudah malam, dan kita melihatnya jauh lebih jelas dari sini"
Mereka menghabiskan waktu dalam kabin, melihat pemandangan indah yang disuguhkan dari atas sana. Tertawa melepaskan semua beban, dan beberapa kali mengambil foto sebagai kenangan.
"Disini juga banyak lorong tanaman yang dihiasi lampu, nanri kita foto disana ya?" tanya Dian dengan antusias sambil menunjuk tempat yang dimaksud.
Alex mengangguk, lalu dengan tiba - tiba mencubit kedua pipi Dian.
Pipi Dian langsung bersemu merah. Ia merasa pipinya mulai menghangat. Ia juga yakin bahwa Alex merasakannya juga karena tangan Alex masih ada di pipinya.
Mereka berdua salah tingkah. Diam membeku dalam keterkejutan masing - masing.
Alex akhirnya melepaskan tangannya dari pipi Dian, dan menggaruk lehernya yang tidak gatal.
"Ehm, maaf. Enggak sengaja" jawab Alex kikuk.
'Enggak sengaja?' pikir Dian.
Dian tertawa dalam hati. Ia merasa apa yang dikatakan alex itu benar benar lucu dan ekspresinya sabgat menggemaskan.
*****
"Ehm, maaf. Enggak sengaja"
Tiba tiba kata itulah yang terkeluar dari mulut Alex. Seketika ia ingin mengumpat dirinya sendiri.
'Tidak sengaja? Dasar gila kau Alex!' Alex mengumpat dalam hati.
"Itu, maksudku.." ucap Alex yang ingin segera meluruskan kata kata bodoh yang telah terlanjur ia katakan tadi.
"Sudah, nggak perlu repot repot jelasin" ucap Dian terkekeh.
*****
"Ayo lagii, sekali lagi dan ini yang terakhir" rengek Dian.
Entah sudah berapa kali ia mengatakan hal yang sama, namun pada akhirnya mereka terus saja mengambil foto di lorong yang penuh dengan lampu itu.
"Sudah?" tanya Alex sambil menunjukkan hasil selca mereka.
"Sudah!" jawab Dian bersemangat.
Ini sudah jam setengah 8 malam, dan mereka harus segera pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
What If... (REVISI)
Novela JuvenilCoba aja aku tau semuanya lebih awal, mungkin aku bisa ngebantu kamu menghadapai semuanya, sampai akhir. Tapi percuma, ini hanyalah harapanku semata, yang mungkin ga bakal terjadi. Maafin aku yang ga pernah sadar akan beban yang kamu tanggung sendir...