Aku tidak bisa tidur malam ini.
Mataku aku paksa untuk menutup. Namun, rasa itu kembali datang, rasa yang selama ini aku coba untuk hilangkan.
Sebuah surat di atas meja yang tadi sore ku terima, tak aku baca sekalipun.
Aku sudah tahu isinya, pasti aku akan melakukan itu lagi.
Aku sebenarnya malas untuk melakukannya, apalagi ini sudah malam. Aku bisa saja menundanya besok pagi. Ahh! Lagi-lagi aku harus menerima tugas itu.
Aku merapatkan baju tidurku, lalu aku berdiri dari kasur.
Aku berjalan ke arah lemari kecil tempat dimana aku menaruh barang yang aku gunakan untuk melengkapi aksiku.
Pistol, pisau lipat, dan sebuah hodie berwarna abu-abu.
Aku menyeringai pelan, dan memegang ujung pisau lipatku.
Mataku yang semula berwarna cokelat pekat, kini mulai berubah menjadi merah...
Aku tersenyum sinis, "Let's play with me..."
***
Lorong demi lorong sudah aku lalui, namun pintu keluar tak terlihat keberadaannya. Perasaan takut dan gugup pun menyelimuti diriku.
Langkahku yang semula cepat kini kian melambat, cairan kental berwarna merah yang mengalir di bagian paha kananku membuat aku sesekali meringis dan menahan sakitnya luka sayatan tersebut.
Kepalaku terasa pusing, pandangan mataku mulai buram. Dan tubuhku seakan mulai melemah.
Tidak, aku tidak boleh berhenti. Bila aku berhenti maka nyawaku adalah taruhannya. Aku harus keluar dari sini. Aku harus keluar dari mimpi buruk ini.
Langkahku yang mulai melemah membawaku pada tumpukan-tumpukan batang kayu yang mulai tua dan rapuh. Aku bersembunyi di antara tumpukan-tumpukan kayu tersebut, berdoa dan memohon agar "dia" tidak menemukanku disini.
Aku munafik bila aku mengatakan bahwa aku tidak takut pada kematian. Aku sungguh takut pada kematian. Bahkan,untuk sekarang ini kematian ada di depan mataku, mengejarku dan ingin membunuhku.
Aku hanya ingin tidur, melepaskan segala duka dan lara yang aku alami. Aku ingin pulang ke rumah dan mendengarkan lagu pengantar tidur yang biasa aku dengar dan yang selalu menbuatku tidur dengan tenang.
Air mata yang sedaritadi aku tahan kini mulai turun membasahi kedua pipiku. Aku ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya. Namun, aku terlalu takut untuk melakukan itu, aku takut "dia" akan menemukanku disini.
Saat aku mulai pasrah dalam keadaanku, suara derap langkah kaki membuat jantungku berpompa lebih cepat.
Aku memejamkan mataku dan menajamkan pendengaran telingaku ketika suara derap langkah itu mulai memelan, dan menghilang.
Aku memegang luka sayatan di paha kananku, dan perlahan membuka mataku kembali.
Aku mulai melangkah, keluar dari tumpukan kayu yang sedaritadi menjadi tempatku bersembunyi. Memastikan bahwa keadaan sekarang ini sudah benar-benar aman.
Namun, pergerakanku terhenti dengan sosok yang berdiri di depanku. Seseorang yang tak pernah aku lupakan. Seseorang yang ku juluki sebagai "Malaikat Maut" yang akan mencabut nyawaku malam ini juga.
Sejenak ekspresinya tak terbaca, namun seperkian detik kemudian sebuah senyum miring terukir di wajah tampannya. Senyum mengerikan serta mata yang merah menyala.
"Mau melanjutkan permainan tadi?"
Kata terakhir, yang "dia" katakan sebelum permainan yang tadi "dia" inginkan dimulai.
Aku memejamkan mataku ketika "dia" mengangkat pisau lipat di tangannya dan mulai mengarahkannya tepat di dadaku.
Malam ini, adalah malam terakhirku ada di dunia...
🔪🔪🔪
09-02-2018
-VanessaMichele
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Eye • PCY✔
Fanfiction"Akan ada begitu banyak teka-teki yang bermunculan, hanya untuk membongkar rahasia hidup yang sengaja disembunyikan. Dengan batas waktu yang sudah ditetapkan..." 🔪🔪🔪 Apa kalian percaya pada kematian? Bagaimana bila kematian kalian sudah direncana...