-Maret 2015
Sabtu pagi ini, aku harus berangkat lebih awal kesekolah karena ada latihan upacara untuk hari senin. Waktu itu, kelasku mendapat giliran untuk menjadi petugas upacara. Tiap pagi yang sering mengantarku kesekolah adalah Ibu. Karena Ayah hari sabtu ini belum dapat kembali kerumah, karena sedang dalam masa diklatnya. Disekolahku waktu itu, tiap pagi selalu ada bapak atau ibu guru yang berdiri didepan gerbang sekolah mengecek kelengkapan seragam muridnya. Jika sampai terlambat datang dan yang berdiri saat itu adalah guru killer- jangan harap hidupmu damai dan aman.
10 menit sebelum bel sudah datang, kupikir itu aman. Tapi entah darimana asalnya tiba-tiba seorang lelaki yang berseragam sama denganku, mengenakan jaket parasut hitam, dengan tas ransel hitam dipunggungnya menempuk bahuku pelan."Ka, udah dateng aja jam segini? Tumben?" Tanyanya. Aku tersenyum saat itu mengetahui siapa yang menepuknya.
"Kenapa? Kepagian?" Jawabku.
"Paham banget kaya nya" Ujarnya yang menyamakan langkahnya denganku.
"Ck, mau latihan upacara buat besok senin, tuh"
"Pantesan, jadi rajin" Jawabnya sembari terkekeh.
"Kenapa biasanya kesiangan ya?" Tanyaku sembari terkikik pelan.
"Nggak tau, memang biasanya siang Ka?" Tawanya.
"Aku sampai sekolah bisanya kurang 5 menit bel" Jawabku setengah tertawa.
"Yaudah lah, khilaf itu mah"
"Bukan khilaf Ma, sengaja" Kemudian, suara tawa renyah kami dengan obrolan ala kadar nya pagi ini menguar.
"Duluan Ka, yang semangat sekolahnya" Ujarnya dengan mengulum senyum. Aku membalas senyum hangat nya, setelah menjawab ucapan nya.
Ia berjalan lurus melewati kelas IPS kala itu, dan aku berbelok kanan berjalan melewati lapangan basket yang masih sepi pagi itu.Aku masih tersenyum tipis. Entah mengapa, lengkungan kurva ini sulit kuhilangkan setelah aku bertemu atau sekedar mengobrol singkat dengan lelaki itu. Rama namanya. Maha Rama Prawira lengkapnya. Aku tau nama lengkapnya saat kulihat, Andi, teman sekelas Rama yang sedang menuliskan namanya dikertas absen dispensasi 3 hari yang lalu saat ada acara Pramuka diluar sekolah. Sejak saat itu aku tau dan menghafal namanya.
Lebih tepatnya berawal sejak, saat rapat gabungan Penerimaan Anggota Baru Pramuka dan PMR di sekolah minggu lalu, kami jadi akrab. Ia lebih sering mengajak ku mengobrol ketika kami tidak sengaja bertemu di kantin. Atau sekedar menyapaku ketika sedang berpapasan dikoridor sekolah, karna aku berbeda kelas dengannya. Ia lelaki yang ramah juga baik. Menurutku, tidak seperti teman-teman cowok disekolah ini lainnya.
Entah, mungkin sejak itu, aku punya perasaan yang perlahan mulai tumbuh. Meski aku mengelaknya. Karena ia sudah memiliki kekasih. Itulah alasan mengapa aku harus mengelak jika memang aku memiliki perasaan kepadanya.***
Sepulang sekolah seperti biasa, aku duduk didepan kelas dengan teman-teman sekelas yang lain sembari menunggu Ibu menjemputku, padahal sudah 10 menit yang lalu aku menelpon Bunda. Aku melihat ke kanan. Sesosok lelaki yang tadi kuharapkan hadirnya melewati ku siang ini, terjadi. Rama, ia tersenyum, manis sekali. Tambahkan nilai plus untuk cara berjalannya yang terlihat seperti pria berwibawa. Aku memalingkan pandanganku ke arah lapangan -karena waktu itu masih kelas 10, kelasku menghadap ke lapangan basket- mencoba menahan diri untuk berpura-pura bahwa aku tidak melihat kedatangannya. Meskipun sebenarnya, ia sudah menyadari tatapan itu karna ketika ia datang ia menyapaku. Ah, payah kau Ka.
"Kinka! Kok belum balik?" tanyanya. Aku hanya tersenyum.
"Nunggu Ibu jemput" jawabku.
"Lama ya?" Tanyanya.
"Nggak kok, mungkin Ibu lagi dijalan" Jawabku disusul dengan kedatangan Arsyad dan Yuda dengan menenteng sepatu ditangan kanannya.
"Weh, mau balik bro?" Arsyad membuka suara ketika duduk disampingku, disusul dengan Yuda disebelahnya.
"Pengennya" Jawab Rama sembari mengedikkan bahu nya dan memainkan kunci motor di jari nya.
"Lah, pacar mu mana Ma?" Tanya Yuda. Sedang yang ditanya hanya diam memandang jarinya memainkan kunci motornya, lalu tersenyum tipis. Seperti sedang memikirkan hal yang membuatnya ngilu.
Ah aku lupa menjelaskan, aku dan Rama belakangan ini sering bertukar pesan di salah satu gawai. Ia sekedar mengomentari apa yang kukirimkan di gawai tersebut. Aku juga tak habis pikir, kenapa bisa aku menjadi dekat dengan Rama sejak rapat kegiatan organisasi itu, padahal kami tak saling mengenal meski sering bertemu. Dan sejak saat itu, aku merasa kosong dan sendiri saat ia tak mengirimiku pesan. Padahal ada Reyca, Gea, Andien, dan Fara juga beberapa teman sekelas yang menghubungi ku.
"Aku udah putus sama Mutia"
Entah pernyataan macam apa itu, tapi aku benar-benar sangat terkejut. Bagaimana bisa, mereka yang selalu dikenal hampir dengan seluruh kakak kelas adalah pasangan serasi yang terlihat harmonis, yang membuat iri teman-teman dan kakak kelas lainnya. Yang para kakak kelas dan juga teman-teman mendambakan sikap romantis dan peduli Rama terhadap Mutia, kekasihnya, yang disetiap koridor ketika aku melewatinya selalu terdengar nama mereka berdua disebut-sebut oleh anak-anak kelas lain.
"Kok suka ngaco sih?" Arsyad malah tertawa mendengarnya sembari mengenakan sepatu nya. Sedang aku? Sudah pasti. Hanya bisa terdiam sedikit menganga setelah mendengarnya.
"Aku serius kali Syad"
"Udah putus kemarin sama dia" Ia tetap tenang menjawabnya, tak lupa lengkungan kurva tipis itu tetap muncul di bibirnya. Aku tak habis pikir. Bagaimana bisa.
"Kok bisa?" Tanyaku.
"Panjang mah kalo dibeberin. Udah ya balik dulu"
Kutau, ia sedang menghindar atas apa yang sedang ku pertanyakan. Aku hanya memandang kosong lapangan basket didepan kelas, menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi antara mereka. Tetapi gagal, ketika Yuda menarik ku untuk bangkit dan berjalan keluar menuju gerbang. Katanya, Ibu sudah tiba didepan, setelah seorang murid kelas 10-2 memberi tahu ku namun aku tak menyahut. Entahlah, mengapa kepala ku kini menjadi teringat ucapan Rama barusan.
"Aku udah putus sama Mutia"
***
Note:
PAB : Penerimaan Anggota Baru
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rumah
Teen Fiction"Pada senja ku hari ini, akan ku tuliskan kisah ku. Tentang sebuah Rumah ku dengan torehan berbagai cerita pahit dan manis, untukmu" -Kinka Andita