He Is Chase

43 6 0
                                    

"Halo? Ah, Mosa. Ini aku, Chase."

Sore ini aku menerima telepon dari Chase. Entah ada apa.

"Oh, Chase? Ada apa?"

Lawan bicaraku itu justru terdiam. Seperti memikirkan kata-kata yang harus ia keluarkan.

"Jadi, kamu sudah tau soal Alva? Dia kenapa?"

Chase meneleponku untuk menanyakan kabar tentang Alva. Apa aku harus beritahu yang sebenarnya?

"A-Alva? Baik, dia baik." jawabku terbata-bata. Rasanya harus kuberitahu sekarang juga. Entah kenapa kalau kupendam justru agak mengganjal.

"Suaramu seperti nggak baik-baik saja."

Ya, kurasa kamu benar Chase. Aku sedang tidak baik-baik saja.

"Bicara saja, nggak usah sungkan padaku."

Aku menghela nafas mendengar perkataan Chase.

"Kamu benar. Alva suka padaku. Duh, aku nggak tahu akan jadi seperti ini,"

Chase tertawa. Sama sekali tidak memberikan solusi, hanya tertawa.

"Apa kubilang. Hei, Mos—"

Chase menghela nafas panjang. "Hal seperti itu, aku.. pernah mengalaminya. Saat tahun pertama sekolah menengah atas, jadi aku tahu,"

Aku tertegun. Berusaha mendengar perkataan Chase dengan saksama. Tanpa balas-membalas.

"Kamu tahu kalau Alva adalah laki-laki yang baik, dia ramah sama semua orang, suka makan, pekerja keras."

Chase terdiam lagi.

"Banyak orang yang berkata persahabatan antara laki-laki dengan perempuan jarang sekali terjadi, salah satu diantaranya mungkin akan hanyut pada perasaan mereka dan berubah menjadi sesuatu yang kau sebutmenyukai lebih dari sekadar sahabat."

"Jadi aku harus gimana?"

"Jalani saja. Anggap seperti hal kemarin-kemarin tidak pernah terjadi, kau dan aku tetap bisa berkomunikasi, tapi jaga jarak saja. Aku tidak enak dengan Alva." balas Chase enteng.

"Apa kamu juga suka dia?" sambungnya.

"A-aku.... Sejujurnya menyukai orang lain. Sedikit? Mungkin."

Chase terdiam, sesaat kemudian ia membuang nafas berat. "Aku tahu pernyataan ini kesannya terlalu percaya diri. Tapi, kalau seseorang yang mungkin kau sukai aku, kumohon, mundurlah. Jangan suka padaku,"

Perkataan Chase cukup menohok bagiku. Karena, kau tahu,

Chase adalah orangnya.

Sesaat setelah itu, perbincangan kami melalui telepon menjadi agak canggung. Pada akhirnya aku memutuskan sambungan teleponnya, beralasan akan mengantar ibuku beli bingkisan.

Namun, itu hanya sebuah alasan klasik dari seseorang yang tidak tahu lagi harus berbicara apa.

Hermosa : Story of ChaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang