Siang hari ini cukup terik, setelah kemarin merasa dingin di kota Bandung. Sekarang terasa cukup panas di kota Jakarta. Persimpangan antara kontrakannya dengan tembok besar perumahan, seharusnya Sherin tidak lewat sini, tapi karena di gang yang biasa ia lewati itu sedang ada acara pernikahan, jadi Sherin harus memutar lebih jauh, tempat sepi ini cukup 'rawan' jika dilewati sendirian, tapi mau tak mau Sherin lewat sini. Sherin mengusap keningnya yang bercucuran peluh. Kayuhan pada sepedanya semakin melambat, pening di kepalanya berdenyut-denyut.
"Duh.. jangan dulu pusing berat. Ayo.. Dikit lagi sampe rumah," Sherin mengusap kembali keningnya yang terus mengucurkan peluh.
"Toloong!" Sherin menoleh kearah sumber suara, ia menelusuri jalanan disekitarnya, terlihat sepi, tidak ada siapapun. Tapi tadi ia mendengar ada perempuan berteriak minta tolong.
Tak ambil pusing, Sherin kembali melanjutkan perjalanannya. "Toolooong!" Sherin menoleh kembali, disana ada pria dan wanita lewat, wanita itu tengah ditarik-tarik oleh sang pria berkacamata hitam. Sherin memutar balik sepedanya, kemudian menghampiri dua orang itu.
"Mas! Kenapa mbak nya ditarik-tarik gitu? Aduhh kasian Mas," kata Sherin menstandarkan sepedanya kemudian menarik wanita itu. Sherin membulatkan matanya melihat perut buncit wanita yang tengah menangis tersebut.
"Ini lagi hamil, Mas. Duh jangan kasar-kasar gitu doong! Jadi laki-laki kok kasar sih?!" Sherin mengusap-usap bahu wanita itu.
"Siapa lo hah?! Jangan ikut campur urusan gue sama jalang ini!" tuding pria itu mendorong Sherin. Bukan Sherin jika menyerah begitu saja, ia menarik kembali wanita itu kedekatnya.
"Mas. Jangan bertingkah semena-mena gitu dong. Mbak ini lagi hamil, gimana kalo kandungannya kenapa-napa. Dosa ntar, Mas," kata Sherin. Wanita itu bersembunyi di balik punggung Sherin.
"Bodo amat, dia itu jalang. Anak dalam kandungannya harus mati, gue gak mau tanggung jawab," Sherin melempar tasnya secara refleks mendengar ucapan pria itu.
"Cowok gila! Udah ngehamilin anak orang, tapi gak mau tanggung jawab! Otak pake, Mas! Dosa kok di tabung," Sherin kembali mengambil tasnya. Ia mengeluarkan jurus andalannya kali ini. Menendang orang songong.
"Hiaaaat RASENGAN!!" Sherin menendang perut pria itu, hingga pria itu jatuh tersungkur.
"Kalo gak mau tanggung jawab, jangan di bunuh. Meding Mas nya aja yang mati sana!!" Sherin berteriak kesal. Tangannya dengan gencar memukuli pria itu dengan tasnya.
Setelah Sherin berhenti, pria itu langsung lari begitu saja. "Mbak? Gapapa kan?" tanya Sherin pada wanita yang sedang menangis.
"Aku gapapa. Makasih ya udah tolongin aku, kamu gapapa?" ujar Wanita itu. Sherin mengusap keningnya seraya menggeleng.
"Aku gapapa. Mbak mau aku anter pulang?" tanya Sherin. Wanita tersebut menunduk.
"Aku kabur dari rumah. Aku takut Ibu aku kecewa," kata wanita itu. Sherin menutup mulutnya karena kaget.
"Mbak mau istirahat dulu di kontrakan aku? Boleh kok," Sherin tersenyum. Tangannya mengusap-usap bahu wanita yang belum ia tahu namanya itu.
"Boleh emang? Aku gak enak sama keluarga kamu," katanya. Sherin menggeleng, senyuman manis itu tak luntur sedikitpun.
"Gapapa kok. Ayo naik ke sepeda aku aja," kata Sherin. Wanita itu mengangguk, ia menaiki boncengan sepeda Sherin, kemudian Sherin mengkayuhnya.
"Aku turun aja deh, kamu pasti cape bawain aku,"
"Gapapa, Mbak. Udah biasa aku naik sepeda kayak gini. Oh iya.. Mbak namanya siapa?" tanya Sherin.
"Aku Desti, kamu kelas berapa SMA? anak SMA Harapan ya?" tanya wanita yang menyebut namanya Desti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
GirlXFriend [REVISI]
Novela Juvenil[REVISI] #8 In teenfiction (Kamis, 06 September 2018) Bukan cerita tentang cowo atau cewe cupu, bukan cerita badboy bertemu dengan ice girl, dan bukan cerita tentang benci jadi cinta. Hanya sebuah cerita yang berawal dari pertemuan yang tidak disen...