Part 6 : Hujan

1K 88 6
                                    

Setelah satu bulan berlalu, Sherin dekat dengan Haekal. Semuanya berubah, lebih banyak orang yang ingin dekat dengannya, sebenarnya tujuan mereka hanya untuk mendekati Haekal, jadi langkah pertama ya harus baik pada Sherin.

Tapi, saat ini Haekal tidak bersamanya, tidak ada yang mau menawari pulang, Sherin sendirian di pos satpam menunggu hujan reda.

Sherin menatap rintikan hujan didepannya, berdiri dengan wajah lesu memandang hujan, setumpuk buku paket tebal membuat tangannya pegal untuk memeluk paket tersebut. Paket Biologi, Fisika, Matematika dan Ekonomi semuanya ia bawa dengan cara dipeluk.

Gadis berkerudung itu nekad menembus hujan hingga ke halte depan sekolah, jika hanya menunggu di pos satpam sekolah ia tidak akan pernah bertemu dengan angkutan umum.

Sesampainya di halte, ia mengusap wajahnya yang basah, tas dan buku paket yang tadi ia tutup mengenakan kerudung depannya ia simpan di bangku halte. Sedikit membenarkan letak kerudungnya yang sedikit lepek karena air hujan.

"Kalo gini kira-kira Kipe ngejemput gak ya?" Gumamnya pada diri sendiri.

Tadi ia telat pulang karena harus menjalankan piket terlebih dahulu, ketika sekolah mulai sepi ia bingung pulang bersama siapa, biasanya ada Haekal, tapi entah kemana perginya pria itu sekarang.

Senyum Sherin mengembang ketika melihat ada mobil berhenti didepan halte, tapi tak lama setelah melihat yang turun dari mobil tersebut, senyum manis Sherin berubah menjadi datar.

"Heh, Sherin! Sini, gue mau ngomong," teriak Carla, gadis itu turun dari mobil dengan di payungi oleh si kembar Uni

"Hujan, kalo lo yang berkepentingan, lo aja sini," jawab Sherin seadanya, malas menanggapi gadis seperti Carla.

Ani yang tadi hanya diam, kini menarik Sherin ke luar dari atap halte agar kehujanan. "Jangan disitu Ani! Dia gak kehujanan," kata Uni

Ani bergeser ke samping Carla, dengan senyum mengembang sinis, Carla menatap Sherin tajam, "Asal lo tau ya, gue udah lama ngincer Haekal, sebelum dia dateng ke Jakarta juga gue udah tau seluk beluk dia, tapi lo yang baru kenal dia enak amat yang bisa deket-deket sama dia." Carla menghentakkan kakinya di atas tanah lumpur yang tersiram hujan, membuat baju muslim putih yang Sherin pakai menjadi kotor.

"Bukan gue yang ngedeket!" Jawab Sherin, ia mengusap wajahnya karena air hujan terus mengguyurnya.

"Lo tuh anak miskin! Gak pantes sama Haekal! Pergi sana, kalo liat mobil bagus jangan senyum, gue bukan jemputan lo. Sadar! Lo gak sederajat sama Haekal." Carla mendorong bahu Sherin hingga Sherin sedikit terhuyung kebelakang.

Sherin mengepalkan tangannya, ia menahan emosinya agar tidak meluap-luap. Tubuhnya gemetar kedingingan, bahunya naik turun menahan amarah.

"Lo gak bisa ngomong? Sadar kalo lo sama Haekal tuh gak seimbang? Jangan sombong ya! Haekal punya gue, jangan jadiin kerudung lo ini sebagai topeng kemunafikan lo, Haekal deket sama lo, cuma kasihan aja, melihat seorang Sherina Putri Pahlevi hidup sebatang kara." Carla menarik kerudung Sherin kebelakang dan mendorongnya.

Setelah itu Carla kembali masuk kedalam mobil, Ani dan Uni menginjakkan kakinya di lumpur lalu menginjak sepatu Sherin yang sudah lusuh dengan kencang membuat Sherin mengaduh kesakitan.

Mobil Carla melesat pergi, dengan cipratan kubangan air yang ia lewati mengenai baju dan rok Sherin.

Sherin menangis, air matanya bercampur dengan air hujan, tangannya menggenggam jahitan rok disamping. "Hidup benar-benar  kejam, selalu yang punya uang banyak yang menjadi penguasa." Sherin menunduk putus asa, ia melangkah kembali ke halte. Berdiri dengan rasa sakit pada kakinya karena diinjak oleh Uni dan Ani tadi. Jalanan depan sekolahnya ini memang sepi, hanya pada jam-jam tertentu ramainya.

GirlXFriend [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang