Bab 3

2.1K 170 15
                                    


Aku beranjak ke kamar mandi dengan ogah-ogahan. Aku akan telat, tapi biarlah. Memangnya kenapa? Vivian, bos baru di kantorku, bakal memarahiku. Tapi dia tetap bakal memarahiku meski aku nggak telat. Jadi ya sudahlah. Lagipula ini ulang tahunku. Tak ada yang bisa merebut kebahagiaanku. Atau bisa? Sejak kemarin, aku tak bahagia. Semalam aku bertemu dengan duo Sandra dan Rosa (dua cewek yang masih bisa kuanggap sahabat saat ini), dan Sandra langsung dapat mendeteksi kegalauanku.

"Hei, what's up birthday girl. Kenapa lo tampang lo kusut kayak tisu bekas gitu sih?" tanya Sandra begitu kami bertemu. Begitulah cara ngomong Sandra, jadi aku mengabaikannya.

"Nggak, kok, nggak pa-pa. Agak capek aja."

"Light up dong, dear. Ini ulang tahun lo," kata Sandra sambil menyalakan Marlboro mentol. "Tidak tiap hari kita berumur tiga puluh dan by the way, orang bilang itu the best age! Umur yang lagi cantik-cantiknya."

Oya, siapa yang bilang begitu? Pasti Sandra Dewi yang bisa menikah di Disneyland.

"Oh, mungkin ini bisa menceriakan kamu." Sandra merogoh tas LV-nya dan mengeluarkan amplop.

"Apa ini? Makasih banget, Say."

"Small gift, never mind," kata Sandra.

"Wow, voucher spa. Thanks San." Aku memeluknya, berusaha tampak riang. Kenapa ya, bayangan spa di Taman Sari Royal bahkan tak bisa menceriakanku? Lagian pelit banget sih Sandra hanya memberiku voucher spa! Dia punya suami bule dengan jabatan tinggi di Cevron. Dia sendiri punya karier cemerlang sebagai host acara-acara eksklusif. Masa segini aja?

"Enjoy," kata Sandra sambil mengembuskan asap rokok. "Btw, mana nih Rosa? Kebiasaan telat deh. Itu anak bakal terlambat menghadiri pemakamannya sendiri."

"Dia otw, baru saja WA," sahutku. "Kamu udah pesen apa?"

"Baru margarita. Uf, lo perhatiin nggak, semenjak punya affair dengan Mr. Misterius, Rosa jadi lain banget. Dia berubah." Sandra tak pernah membuang kesempatan untuk bergosip, mumpung yang digosipkan belum datang. Itulah mengapa aku tak ingin datang terlambat kalau bila janjian dengan Sandra. Terlambat sama dengan mengumpankan diri buat digosipkan.

"Yah, wajar, kan. Hubungan terang aja bikin senewen kadang, apalagi hubungan gelap, haha," aku tertawa getir. Kami nggak tahu siapa pacar Rosa saat ini. Rosa tak pernah punya pacar setahu kami. Bahkan selama dua tahun saat kami bekerja di kantor yang sama dulu, dia nggak pernah dekat dengan cowok, tapi akhir-akhir ini dia berubah serba misterius, jarang punya waktu buat kumpul, dan kalau kumpul sering banget melirik hape-nya. Pernah dia menerima telepon sambil cekakak-cekikik genit dan wajahnya merah merona bahkan setelah percakapan selesai. Setelah didesak-desak akhirnya Rosa mengaku ia sedang menjalin hubungan. Wow, aku dan Sandra tercengang. Itu betul-betul keajaiban. Rosa.... bagaimana ya mengatakannya? Kikuk? Minder? Nggak pede? Apa ya, pokoknya dia serba canggung kalau berhubungan dengan laki-laki. Mungkin karena ukuran XXL-nya. Padahal dia manis lho kalau saja dia mau merapikan alisnya dan secara berkala mengupdate isi lemarinya. Yah, turun dua puluh kilo bakal sangat membantu, sih. Tapi dia sendiri sudah putus asa dengan segala macam diet, meski menurut Sandra dia kurang berusaha.

Rosa tak pernah memberitahu kami siapa laki-laki itu, jadi wajar kan kalau kami menuduhnya punya hubungan gelap.

"Desperate banget nggak sih, mau diajak gelap-gelapan gitu?" kata Sandra sementara aku menekuri menu. Aku tak begitu suka makanan Mexico, tapi Sandra lagi kepengin margarita, jadilah kami ke Chili's. Aku agak jengkel juga sih, ini kan ultahku, dan yang nraktir aku. Kok malah Sandra yang milih tempat. Tapi siapa sih yang bisa menolak Sandra, si Ratu 'Pokoknya Gue Harus Nomer Satu!'?

90 Hari Mencari SuamiWhere stories live. Discover now