(Sabtu, 3 September 1977)
Hermione terbangun karena nyanyian 'Twist and Shout' oleh The Beatles. Ia melihat sekitar dengan bingung. Di mana aku? Pikirnya. Lalu ia mengingat semuanya. Di masa lalu, kamar Lily, poster-poster The Beatles. Poster-poster The Beatles yang bernyanyi benar-benar membangunkannya.
Lily merenggangkan tangan dan menguap. "Terimakasih telah membangungkanku, boys." Ia mengedipkan sebelah matanya pada poster-poster itu dan Ringo membalas kedipannya. "Aku cinta poster-poster itu."
Hermione mengangguk. "Mereka membangunkan orang dengan cara yang sangat baik," ucapnya. Dengan alis yang bertautan, ia berpikir tentang apa yang ia tahu tentang Lily dan James. Ia mengetahui hal-hal yang tidak diketahui oleh anak mereka. Menyedihkan. Harry tidak pernah tahu bahwa ibunya sangat tergila-gila dengan The Beatles; dia tidak pernah tahu betapa ayahnya sangat menghibur.
Ia menyelipkan rambutnya di belakang telinga seraya bangkit dari tempat tidur. Ia menggoyangkan ibu jari kakinya dan berjalan menuju kamar mandi. "James sedang di dalam," ucap Lily, wajahnya merah.
Hermione menaikkan satu alis pada ucapan teman barunya itu. "Oh?"
Lily tampak malu. "Dia tidak mengunci pintu." Ia meringis.
"Apa dia terlihat buruk?" tanya Hermione.
"Sayangnya… tidak," Lily mendesah. "Tapi aku tidak mau melihatnya telanjang! Bagaimana pun dia tetap seorang James Potter."
"Dia seorang Seeker, kan? Bukankah seharusnya dia memiliki badan bagus?" ucap Hermione dengan acuh, dalam hati mengutuk pikirannya yang sesaat keluar dari jalur. Salahkan Parvati dan Laverder, katanya pada dirinya sendiri.
"Dia juga musuh abadiku!" Lily menegaskan.
"Hal itu akan berubah sesuai dengan keadaan," Hermione mengangkat bahu, pipinya tersipu.
"Satu jam." Lily memutar matanya. "Dia pasti sedang membuat sebuah seni dengan rambut berantakannya. Sejujurnya, aku tidak pernah bertemu dengan seseorang yang angkuh dan mencintai dirinya sendiri."
Hermione mendengus. "Kau jelas sekali belum pernah dekat dengan Draco Mal—Aquilus." Ia hampir salah menyebutkan nama samaran Draco. "Draco sangat angkuh."
"Itu karena veela di dalam dirinya. Veela sangat angkuh," ucap Lily. "Aku melakukan penelitian tentang veela di pelajaran Sejarah Sihir."
"Mereka menyeramkan saat marah," ucap Hermione, gemetar karena teringat saat Quidditch World Cup.
"Pasti harus banyak-banyak bersabar mengencaninya," ucap Lily, suaranya lembut dan penuh dengan pengertian.
"Mengencani—oh, maksudmu aku dan Draco?" tanya Hermione, ia meringis karena tata bahasanya buruk. "Draco dan aku."
Lily mengangguk. "Jadi, apa ceritamu?" tanyanya.
Hermione tenggelam di tempat tidurnya. "Aku berharap dapat memberitahumu… tapi aku sendiri bahkan tidak yakin," jelasnya. Ia tidak terlalu suka momen hati-ke-hati seperti ini. Ia melangkah melintasi ruangan dan mengetuk pintu. "Hei yang di dalam, cepat."
"Tunggu giliranmu," terdengar suara James.
"Laki-laki," Lily mendesah. "Aku perempuan dan aku tidak menghabiskan banyak waktu di kamar mandi. Sangat tidak menyenangkan menjadi Ketua Murid Perempuan… terkadang."
Hermione senyum pada Lily. Ia semakin menyukai ibu temannya. "Lily dan aku harus mandi, jadi keluar dari sana!" ia merengut marah di depan pintu. Suara air berhenti dan Hermione mendengar suara pintu ditutup. Ia masuk ke dalam kamar mandi, mengunci kedua pintu. Ia mandi dengan cepat, diikuti Lily setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why We Fight? ✔️
FanfictionSTORY BY ZEPHYR SERAPHIM SINOPSIS: Hermione dan Draco terjebak di tahun ajaran ke-enam. Kenapa? Karena mereka berada di tahun yang salah! Mereka bertemu dengan orang-orang yang seharusnya telah mati.