2

1.5K 248 15
                                    

[ 2. Asing ]

.


Yoongi sama sekali tidak melawan saat tubuhnya dibawa ke mobil dan duduk disebelah tuan Park—Jimin. Pikirannya hilang entah kemana. Matanya terasa lelah, ingin tidur.

Sesungguhnya, walaupun was-was, Yoongi lega karena bisa meninggalkan rumah serta orang tuanya. Otaknya menerka sekiranya apa yang akan di lakukan Jimin padanya, atau pada Hoseok.


"Yoongi, kamu engga mau bicara apapun?"


Kepalanya menggeleng kecil. Masih memandang kosong pada gedung-gedung tinggi yang mereka lewati dari dalam mobil. Jimin memandangnya lalu ikut membuang perhatian pada hal yang sama dengan Yoongi.

Perjalanan yang sunyi. Hanya nafas berat mereka berdua yang sesekali terdengar.




"Yoongi, ini kamarmu. Istirahatlah."

Pemuda kecil itu mengangguk dan segera masuk ke dalam kamar barunya, sambil menggeret koper biru dongkernya.

Yoongi menghempaskan tubuhnya keatas ranjang. Bau yang asing. Mata kelamnya menatap langit-langit kamar, kemudia air mata keluar dari sudut matanya.

"Kak Hoseok…"

Tubuhnya berguling ke kiri, meremat seprei putih polos dibawahnya. Yoongi menahan sekuat tenaga agar suara tangisnya tak terdengar. Ia malu pada dirinya sendiri yang terlihat lemah dan pasrah dengan keadaan.

Nyatanya, hatinya sangat ingin memberontak. Memperjuangkan haknya sendiri. Sungguh…


Yoongi hanya ingin bahagia dengan caranya sendiri.


Malam pertama dirumah orang asing itu Yoongi habiskan dengan tangisan pilu yang membuat dadanya sesak. Tidak peduli, mungkin menangis dapat menenangkan hatinya, sedikit.






"Hei, makanlah."


Yoongi melirik Jimin dimeja makan. Konyol. Ia hampir telat berangkat sekolah dan pria tua ini menyuruhnya untuk makan? Tidak mungkin.


"Gue terlambat." Tolak Yoongi dengan suara seraknya. Ia berjalan keluar rumah dengan tangan kosong. Baiklah, Yoongi bahkan lupa membawa uang untuk naik bus.


"Saya antar." Yoongi nyaris terlonjak kaget karena Jimin yang tiba-tiba menepuk pundaknya. Ia hanya diam, tidak menolak maupun setuju hingga jemari Jimin melilit dipergelangan tangannya dan menariknya masuk kedalam mobil.


"Yoongi…"

"Hei—"

"Apa?"

Jimin tersenyum kecil. Jawaban singkat dari Yoongi membuat hatinya sedikit lega. Telunjuknya mengetuk setir mobil perlahan. Yoongi menatapnya sambil mengernyit heran.

"Apa sih?"

"Sedikit lagi kita sampai."

Yoongi mengalihkan pandangannya keluar. Matanya tertuju pada seorang pemuda di depan gerbang sekolah. Jimin dapat menyadari perubahan air muka Yoongi, sudut bibirnya sedikit naik dan matanya, terlihat berbinar.

Yoongi turun dari mobil dengan tergesa. Tanpa mengatakan satu patah kata pun pada Jimin, Ia melongos pergi, berlari kecil menuju pemuda yang sukses menyita perhatiannya.

Samar-samar Jimin mendengar suara Yoongi yang kabur. Matanya mendelik tajam.

"Kak Hoseok!"

"Hai, Yoongi."

Jimin dapat melihat jelas saat pemuda tinggi bernama Hoseok itu menepuk rambut hitam milik Yoongi, sementara Yoongi tersenyum lebar seolah semua masalah di hidupnya sirna saat itu juga.

Jimin dengan kasar memutar balik dan menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Wajah datarnya menyimpan ribuan rahasia hatinya. Memandang lurus ke jalanan kota Seoul yang luas dengan sorot mata tajam.


"Saya juga ingin membahagiakanmu."


———


a/n. dasar yungi engga sopan sama orang tua (?) ok, ini harusnya semi-baku, jadi jangan heran kenapa si jimin ngomongnya kaku bgt kaya beha baru.

a muse ; minyoonWhere stories live. Discover now