Aku tidak mau mengibaratkan kamu sebagai matahari. Karena matahari cuma ada di siang hari. Yang kuingin kamu ada setiap saat.
Aku tidak mau ngeibaratkan kamu sebagai bulan. Aku ngga suka. Bulan itu suka berubah-ubah.
Apalagi mengibaratkan kamu sebagai bintang. Bintang kan jumlahnya banyak. Kamu kan satu.Tapi jikapun kamu harus kuibaratkan kamu seperti matahari maka aku rasa kamu itu matahari yang sengaja tuhan ciptakan untuk aku. Disaat hariku yang kian menggelap, kamu hadir meneranginya. Mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan. Mengubah keputusasaan menjadi harapan.
Jadi, aku tidak mau matahariku pergi. Dan hati dan hidupku jadi gelap lagi.Jikapun kamu harus jadi bulan. Ngga apa apa walaupun suka berubah-rubah. Tapi setidaknya kamu mampu menerangi kegelapanku dimalam hari.
Dan kamu jadi matahariku disiang hari, dan bulanku dimalam hari.Buat jadi bintang juga ngga apa apa deh. Meskipun banyak, tapi diantara miliaran bintang itu yang akan aku lihat adalah bintang yang paling terang sinarnya. Iya, yaitu kamu .
Tapi selepas semuanya itu. Aku lebih suka mengibaratkan kamu sebagai udara. Udara ada setiap detik. Udaralah yang menghidupiku selain makan.
Maka ibaratnya tanpa udara, aku akan mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpamu, Aku bisa
No FicciónAda konsep yang harus kujalani selepas berakhirnya kita. Kau bergerak mendapati lagi dirimu sebagaimana mestinya. Memulai hal-hal baru dengan seseorang. Membangun kedekatan yang erat dan saling mengisi bahagia. Bahkan, kau lebih cepat menemukan pund...